PERSEPSI KONSUMEN APOTEK TERHADAP PELAYANAN APOTEK DI TIGA KOTA DI INDONESIA
ABSTRAK
Pelayanan kesehatan yang baik berperan strategis dalam perbaikan kesehatan masyarakat. Kualitas layanan farmasi dan pelayanan kefarmasian yang lebih baik dan berorientasi pada konsumen (pasien) harus terus dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang senantiasa berubah dan meningkat, disamping dapat mengurangi risiko pengobatan. Guna meningkatkan kualitas layanan farmasi dan pelayanan kefarmasian, perlu diketahui bagaimana
persepsi konsumen apotek tentang pelayanan farmasi yang didapatkannya, dan bagaimana opini konsumen tentang suatu apotek yang ideal. Penelitian ini mengungkapkan persepsi konsumen tiga kota (Jakarta, Yogyakarta dan Makassar) berdasarkan dimensi tangible, keandalan dan ketanggapan pelayanan, jaminan mutu dan empati. Persepsi konsumen dikategorisasikan sebagai “baik” dan “buruk”. Hasil secara keseluruhan menunjukkan 74,5% konsumen memiliki persepsi yang baik terhadap layanan apotek meskipun pelayanan kefarmasian yang diperoleh belum memenuhi standar farmasi komunitas. layanan apotek dan pelayanan kefarmasian masih berorientasi pada obat, belum berorientasi pada pasien/konsumen. Pelayanan kefarmasian yang memenuhi standar farmasi komunitas (misalnya pemberian informasi obat oleh apoteker, layanan konseling, monitoring penggunaan obat dan evaluasi pengobatan, promosi dan edukasi kesehatan untuk pasien) belum menjadi alasan bagi konsumen untuk memilih suatu apotek.
Pelayanan kesehatan yang baik berperan strategis dalam perbaikan kesehatan masyarakat. Kualitas layanan farmasi dan pelayanan kefarmasian yang lebih baik dan berorientasi pada konsumen (pasien) harus terus dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang senantiasa berubah dan meningkat, disamping dapat mengurangi risiko pengobatan. Guna meningkatkan kualitas layanan farmasi dan pelayanan kefarmasian, perlu diketahui bagaimana
persepsi konsumen apotek tentang pelayanan farmasi yang didapatkannya, dan bagaimana opini konsumen tentang suatu apotek yang ideal. Penelitian ini mengungkapkan persepsi konsumen tiga kota (Jakarta, Yogyakarta dan Makassar) berdasarkan dimensi tangible, keandalan dan ketanggapan pelayanan, jaminan mutu dan empati. Persepsi konsumen dikategorisasikan sebagai “baik” dan “buruk”. Hasil secara keseluruhan menunjukkan 74,5% konsumen memiliki persepsi yang baik terhadap layanan apotek meskipun pelayanan kefarmasian yang diperoleh belum memenuhi standar farmasi komunitas. layanan apotek dan pelayanan kefarmasian masih berorientasi pada obat, belum berorientasi pada pasien/konsumen. Pelayanan kefarmasian yang memenuhi standar farmasi komunitas (misalnya pemberian informasi obat oleh apoteker, layanan konseling, monitoring penggunaan obat dan evaluasi pengobatan, promosi dan edukasi kesehatan untuk pasien) belum menjadi alasan bagi konsumen untuk memilih suatu apotek.
Komentar