Faktor Faktor Penyebab Ketidak-Efektifan Penilaian Kinerja

JURNAL BISNIS DAN EKONOMI, MARET 2001

FAKTOR FAKTOR PENYEBAB KETIDAK-EFEKTIFAN

PENILAIAN KINERJA

Oleh : Fahrudin Js Pareke

Mahasiswa Prog.S2. Fak.Ekonomi UGM Yogyakarta

ABSTRACT

Performance appraisal is an importance function for conducting a successful human resource management practices, such as promotions, compensations, trainings and developments, etc. This paper proposes an understanding of the factors, which cause the performance appraisal function within an organization being ineffective. Seven factors have been identified, including undefined goals of the appraisal clearly, poorly defined appraisal system, poorly supported appraisal system, inappropriate appraisal system, appraisal activities as annual ritual, poorly communicated appraisal system, and un-monitoring appraisal system. This paper also presents a brief comparison among the in-effective performance appraisal, the effective one and the quality performance appraisal system.

I. PENDAHULUAN

Penilaian kinerja (Performance Appraisal) merupakan fungsi kunci untuk melaksanakan manajemen sumberdaya manusia secara efektif. Namun dalam banyak kondisi, fungsi penilaian kinerja hanya dipandang sebelah mata oleh para pengambil kebijakan dalam organisasi. Martin (1995), berpendapat bahwa kegiatan penilaian kinerja dalam organisasi menempati posisi undervalued. Masalah umum yang timbul pada perspektif ini adalah bahwa kegiatan penilaian kinerja menghabiskan begitu banyak waktu, dan sebagian besar orang - orang ( para karyawan dan eksekutif ) dalam organisasi tidak begitu menyukainya, meskipun mereka berkepentingan secara langsung terhadap fungsi tersebut.

Ketika sebuah organisasi, baik yang berorientasi laba (perusahaan) maupun nirlaba (lembaga), mulai berfikir untuk mempertahankan dan memperbaiki kinerjanya secara keseluruhan, atau memperbaiki kinerja anggota-anggotanya, maka fungsi penilaian kinerja akan memiliki peranan penting. Setidaknya, ada 3 alasan menurut Ghorpade dan Chen (1995), yang membuat fungsi penilaian kinerja begitu penting kedudukannya dalam organisasi.

Pertama, karena fungsi penilaian kinerja merupakan sesuatu yang inherent dan tak terelakkan dalam setiap jenis organisasi. Pada kondisi ini, (1) organisasi mengetahui prestasi para pekerjanya melalui penilaian kinerja yang dilakukannya, (2) Penilaian diperlukan untuk menghitung kontribusi masing-masing individu terhadap kemajuan organisasi, dan (3) Penilaian kinerja formal dapat melindungi organisasi dari tindakan-tindakan negatif para anggota organisasi.

Kedua, Fungsi penilaian kinerja merupakan kegiatan yang penuh dengan konsekuensi-konsekuensi, baik terhadap individu-individu dalam organisasi maupun bagi organisasi itu sendiri. Dari perspektif organisasi, kelemahan-kelemahan sistem dan kesalahan-kesalahan praktik penilaian kinerja akan berakibat terhadap ketidak-efektifan pelaksanaan fingsi-fungsi SDM yang lainnya, seperti fungsi kompensasi, fungsi pelatihan dan pengembangan dan sebagainya.

Ketiga, kegiatan penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang menghadapkan penilai pada kondisi yang mengharuskannya untuk mendapatkan hasil penilaian yang bersih, akurat dan peringkat yang berdasarkan pada jasa individual. Pada titik ini, fungsi penilaian kinerja bersama-sama dengan variabel lainnya, menentukan tingkat pencapaian kinerja organisasi.

Alasan keempat, menurut Longenecker dan Gioia (1992), adalah adanya kenyataan bahwa fungsi penilaian kinerja cenderung terpengaruh oleh sistem politik dalam organisasi. Kuatnya peranan pertimbangan-pertimbangan politis dalam proses penilaian kinerja, dikarenakan pada kenyataannya, (1) para eksekutif mempertimbangkan dinamika interaksi keseharian mereka dengan para bawahannya, (2) Hasil proses penilaian formal berbentuk dokumen tertulis yang permanen, dan (3) Penilaian formal memiliki pengaruh kuat terhadap karir dan kemajuan bawahannya.

Karena pertimbangan-pertimbangan politis tersebut, para eksekutif seringkali melakukan manipulasi-manipulasi hasil (dan proses) penilaian dengan sengaja dan sistematis. Bukti-bukti empiris (Longenecker dan Gioia: 1992) menunjukkan, bahwa pentingnya akurasi penilaian dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan lain seperti usaha untuk meningkatkan kinerja masa depan karyawan yang dinilai atau untuk memberikan hukuman kepada individu-individu dalam organisasi. Manipulasi-manipulasi hasil dan proses penilaian dapat mengambil bentuk inflating, yaitu melaporkan hasil penilaian yang lebih tinggi dari hasil yang sesungguhnya, atau deflating, yaitu karyawan dinilai lebih rendah dari kinerjanya yang sesungguhnya.

Adanya kesepakatan umum tentang pentingnya fungsi penilaian kinerja dalam hal meningkatkan motivasi karyawan dan kinerja organisasi secara keseluruhan, tidak begitu saja membuat fungsi ini bekerja dengan baik. Seperti yang dikatakan oleh Moss (dalam Lamont et al. : 1999) ketika menanggapi penomena pelaksanaan penilaian kinerja di Amerika Serikat, kenyataan pahit yang dialami oleh organisasi-organisasi kita adalah bahwa kita telah melaksanakan fungsi penilaian kinerja selama 30 tahun, dan kita masih berusaha keras untuk melaksanakannya dengan benar. Untuk itu diperlukan tujuan yang jelas, sistem yang baik dan manajer yang efektif, yang kesemuanya saling melengkapi agar fungsi penilaian kinerja dapat bekerja dengan baik.

Penilaian kinerja merupakan alat yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi, namun untuk menjadikan aktivitas ini dapat berfungsi dengan efektif, bukanlah sebuah pekerjaan yang sederhana. Tulisan ini berusaha memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya organisasi merancang fungsi penilaian kinerja agar dapat bekerja dengan baik, dan mencoba menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan fungsi penilaian kinerja menjadi tidak efektif. Perbandingan antara penilaian kinerja yang efektif dan tidak efektif akan disajikan secara ringkas untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas, yang mungkin dapat dijadikan panduan bagi organisasi untuk menata-ulang fungsi penilaian kinerjanya.

II. FUNGSI PENILAIAN KINERJA YANG EFEKTIF DAN MENGACU KEPADA KUALITAS.

Saat ini semakin banyak organisasi yang menyadari bahwa penilaian kinerja yang efektif merupakan satu hal yang paling esensial untuk melaksanakan strategi-strategi mereka (Grote : 2000). Namun, seperti yang dikemukakan oleh Longenecker (1999), untuk menciptakan fungsi penilaian kinerja yang bermanfaat, yang memungkinkan organisasi untuk mengeksekusi strategi-strateginya, bukanlah merupakan suatu hal mudah.

Longenecker (1999), mengajukan tiga elemen kritis untuk mengefektifkan fungsi penialaian kinerja dalam organisasi, yaitu : (1) rancangan sistem yang efektif, (2) Praktik manajerial penilaian yang efektif, dan (3) sistem pendukung penilaian yang efektif. Ketiga elemen ini dijabarkan menjadi 10 kunci penyelenggaraan sistem penilaian kinerja yang efektif, seperti yang diperlihatkan Gambar 1.

Menurut Longenecker (1999), untuk menciptakan rancangan sistem penilaian yang efektif, 4 langkah kritis harus diambil, yaitu : (1) Mengidentifikasikan secara jelas mengapa organisasi melakukan penilaian kinerja, (2) Melibatkan baik karyawan maupun manajer dalam perancangan sistem, (3) Mengembangkan prosedur dan instrumen yang mudah digunakan dan mencerminkan peringkat kinerja yang berhubungan dengan pekerjaan, dan (4) Melakukan pelatihan personalia pelaksana pelatihan secara hati-hati.

Menetapkan tujuan dengan jelas

Keterlibatan karyawan / manajer

Rancangan

Sistem yang

efektif

yang efektif

Prosedur dan instrumen yang baik dan mudah digunakan

Pelatihan personalia pelaksana penilaian

Praktik

manajerial yang efektif

sistem yang efektif

Sistem peninjauan dan tindakan perbaikan yang terus menerus

Keterkaitan penilaian dengan tujuan organisasi

Dukungan Top Manajemen

Memotivasi personalia pelaksana penilaian

Pelatihan dan bimbingan yang terus menerus

Perencanaan penilaian

Fungsi penilaian kinerja yang efektif

Yang efektif

sistem yang efektif

Sistem

Pendukungpenilaian yang efektif

ambar 1. Penilaian kinerja yang efektif

Sumber : Longenecker, Clinton O. 1999. Creating effective performance appraisal. Industrial Management, 41 (5) : 18-23.

Masih menurut Longenecker (1999), praktik-praktik manajerial penilaian kinerja berhubungan dengan budaya penilaian kinerja dalam organisasi. 3 hal harus diperhatikan organisasi, adalah : (1) Manajer harus melakukan perencanaan kinerja yang baik dan terintegrasi dengan tujuan organisasi, (2) Manajer harus menyediakan laporan langsung dengan umpan-balik kinerja informal secara terus-menerus, dan (3) Personalia pelaksana penilaian harus dimotivasi untuk melakukan penilaian yang efektif. Sedangkan sistem pendukung yang efektif dapat diciptakan melalui 3 langkah, yaitu : (1) Top Manajemen harus mendukung dan menampilkan praktik-praktik penilaian kinerja yang efektif, (2) Sistem penilaian yang efektif mengkaitkan peringkat kinerja yang dihasilkan dengan imbalan yang disediakan organisasi, dan (3) Sistem penilaian kinerja yang efektif mensyaratkan peninjauan (review) dan tindakan-tindakan perbaikan yang terus-menerus.

Ghorpade dan Chen (1995), mengajukan beberapa kiat yang harus diambil organisasi untuk menyelenggarakan sistem penilaian kinerja yang mengacu pada kualitas, yaitu : (1) Dalam lingkungan yang mengacu pada kualitas, tujuan utama penilaian kinerja haruslah dalam rangka membantu para karyawan meningkatkan kinerja mereka, (2) Modifikasi sistem penilaian kinerja yang sudah ada, harus melibatkan semua pihak yang terpengaruh oleh kegiatan tersebut, (3) Evaluasi terhadap sistem penilaian kinerja yang sudah ada harus dilakukan sebagaimana usaha-usaha perbaikan kualitas yang lainnya, (4) Di dalam lingkungan yang mengacu pada kualitas, fokus penilaian harus diarahkan pada perilaku, tidak hanya sekedar kinerja yang diukur, dengan output dan input digunakan untuk tujuan-tujuan diagnostik dan untuk tujuan-tujuan pengembangan, (5) Untuk setiap dimensi kinerja yang dipertimbangkan, karyawan diminta untuk menyediakan contoh-contoh dua tipe perilaku utama, yaitu kinerja pelaksanaan tugas dan kontribusi terhadap sistem perbaikan kualitas, (6) Para pekerja harus dinilai secara absolut, bukan dengan standar kinerja relatif, (7) Tanggung-jawab penilaian harus secara terus-menerus diserahkan kepada manajer.

III.FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIDAK-EFEKTIFAN FUNGSI PENILAIAN KINERJA

Sekali lagi ingin kita pertegas, bahwa ketidak-efektifan proses penilaian kinerja akan berpengaruh terhadap organisasi dan individu-individu dalam organisasi. Dari sudut pandang individu, penilaian kinerja yang tidak adil dan tidak akurat akan menumbuhkan perasaan tidak nyaman atau tidak puas, yang pada gilirannya akan menurunkan kinerja karyawan. Di samping itu, mereka akan menemukan secara jelas bahwa masa depan dan karir mereka, sedikit sekali ditentukan oleh kinerja mereka saat ini.

Di pihak organisasi, penilaian kinerja yang tidak efektif akan menjadi batu sandungan bagi kemajuan dan perkembangan organisasi. Penilaian kinerja yang tidak adil akan menyebabkan organisasi kehilangan asset-asset SDM-nya, yang merasa diperlakukan secara tidak adil. Akhirnya, organisasi akan kehilangan daya saing dan kompetensi-kompetensinya, terutama kompetensi sumberdaya manusianya.

Menurut Anthony et al. (1999), Penyebab-penyebab ketidak-efektifan penilaian kinerja, merupakan permasalahan-permasalahan yang terletak pada sistem penilaian kinerja yang tidak baik, yang terdiri dari 5 masalah utama, seperti yang diperlihatkan gambar 2.

Gambar 2. Permasalahan-permasalahan utama sistem penilaian kinerja.

  1. Sistem Penilaian yang didefinisikan dengan buruk
  2. Sistem komunikasi penilaian yang buruk
  3. Sistem penilaian yang tidak sesuai
  4. Pendukung sistem penilaian yang buruk
  5. Sistem penilaian yang tidak dimonitoring

Sumber : Anthony, William P., Perrewe, Pamela L., & Kacmar, K. Michele. 1999. Human Resource Management : A Strategic Approach. Orlando. The Dryden Press.

Permasalahan-permasalahan sistem penilaian yang tidak baik ini, terdiri dari : (1) sistem penilaian tidak didefinisikan dengan baik atau tidak didefinisikan sama sekali, (2) sistem komunikasi penilaian tidak baik, (3) sistem penilaian tidak sesuai dengan praktik penilaian yang dilakukan, (4) sistem penilaian tidak didukung top manajemen atau karyawan atau keduanya, dan (5) sistem penilaian tidak dimonitoring. Penyebab-penyebab yang lainnya adalah tujuan penilaian seringkali tidak ditentukan secara jelas dan kegiatan penilaian dianggap hanya sebagai kegiatan ritual tahunan (Noe et al. : 2000). Dengan demikian kita dapat mengidentifikasikan 7 hal yang menyebabkan fungsi penilaian kinerja dalam organisasi tidak efektif, seperti yang terlihat pada gambar 3.

Tujuan penilaian tidak jelas. Penyebab ketidak-efektifan fungsi penilaian yang pertama adalah ketidak-jelasan tujuan penilaian. Penilaian kinerja dapat ditujukan untuk tujuan strategis, administratif atau pengembangan. Tujuan strategis dimaksudkan untuk memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Tujuan administratif adalah untuk kepentingan-kepentingan administratif, seperti promosi, kenaikan gaji, dan lain sebagainya. Sedangkan tujuan yang bersifat pengembangan adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam pelaksanaan pekerjaan mereka (Noe et al. : 2000). Masing-masing tujuan ini memiliki penekanan sendiri-sendiri. Tujuan administratif, misalnya, lebih menekankan akurasi dan keadilan hasil penilaian, sementara tujuan yang bersifat pengembangan lebih menekankan kualitas dan proses umpan-balik penilaian, untuk menghasilkan perubahan perilaku kerja karyawan. Ketidak-jelasan dalam mendefinisikan tujuan, menyebabkan kegiatan penilaian kinerja hanya menghabiskan tenaga, waktu dan biaya dengan sia-sia.

Gambar 3. Penyebab ketidak-efektifan fungsi penialaian kinerja.

Tujuan penilaian tidak jelas

Pendefinisan sistem yang buruk

Sistem penilaian tidak didukung .

Sistem penilaian tidak tepat

Penilaian hanya sebagai ritual tahunan

Fungsi penilaian kinerja tidak efektif

Sistem komunikasi penilaian yang buruk

Sistem penilaian tidak dimonitoring

Sumber : Anthony, William P., Perrewe, Pamela L., & Kacmar, K. Michele. 1999. Human Resource Management : A Strategic Approach. Orlando. The Dryden Press; Noe, Raymond A., Hollenbeck, John R., Gerhart, Barry., & Wright, Patrick M. 2000. Human Resource Management : Gaining A Competitive Advantage. United States. McGraw-Hill.

Pendefinisian sistem yang buruk. Pendefinisian sistem yang buruk berarti sistem dirancang atau dimodifikasi tanpa memperhatikan tujuan dan strategi organisasi. Kenyataan ini yang menyebabkan penilaian kinerja dalam organisasi menjadi tidak efektif, di mana organisasi mengabaikan keterkaitan (link) antara kebijakan penialaian kinerja dengan strategi-strategi dan tujuan-tujuan organisasi. Noe et al. (2000), mengatakan bahwa sistem penilaian kinerja merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem manajemen kinerja, yang harus mendukung tujuan strategis organisasi.

Sistem penilaian yang tidak didukung dengan baik. Sistem penilaian yang tidak didukung, berarti tidak adanya keterlibatan dan keterikatan (komitmen) top manajemen, individu-individu yang dinilai, maupun personalia pelaksana penilaian dalam kegiatan penilaian kinerja. Tanpa dukungan dari Top manajemen, maka rancangan dan praktik-praktik penilaian kinerja tidak memberikan kontribusi terhadap kinerja organisasi, karena manajemen tidak akan menggunakan hasil penilaian tersebut untuk kebijakan-kebijakan organisasi. Sebaliknya, jika sistem penilaian tidak diterima dan didukung oleh para karyawan dan personalia pelaksana penilaian, maka mereka tidak akan berusaha keras untuk menjadikan kegiatan penilaian tersebut berhasil (Anthony et al. : 1999).

Sistem penilaian tidak tepat. Ketidak-cocokan sistem penilaian, berarti praktik penilaian tidak sesuai dengan sistem yang diterapkan, yang menyebabkan terjadinya kesalahan-kesalahan praktik dalam proses penilaian. Menurut Hubbartt (1995), beberapa kesalahan-kesalahan praktik yang sering terjadi dalam penilaian kinerja adalah kegiatan penilaian kinerja tidak konsisten dalam menetapkan peringkat, kegagalan dalam penentuan sasaran kinerja dan ketidak-mampuan menangani karyawan yang berkinerja rendah.

Kesalahan praktik yang lain adalah tidak adanya umpan-balik dan jarang melakukan diskusi atas hasil penilaian. Tanpa adanya umpan-balik yang diterima, hasil penilaian tidak menghasilkan perubahan perilaku dan kinerja pada karyawan yang dinilai. Bukti-bukti empiris (Davis dan Landa : 1999), misalnya, menunjukkan bahwa hanya 42% dari 2.004 pekerja asal Kanada yang dijadikan sampel pada penelitiannya yang mengatakan bahwa hasil penilaian atas kinerja mereka dilaporkan secara berkala. Dan hanya 39% responden yang menyatakan bahwa hasil review kinerja yang mereka terima membantu meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan pekerjaan mereka.

Kesalahan persepsi dalam proses penilaian adalah kesalahan praktik lain yang lainnya, yang menyebabkan tidak efektifnya fungsi penilaian kinerja. Antonioni (1996); Anthony et al. (1999); dan Noe et al. (2000), mengidentifikasi setidaknya 6 macam kesalahan persepsi yang biasa terjadi, seperti yang terdapat pada gambar 4.

Hallo Effect

Stereotyping

Atributions

Recency Effect

Liniency/Stricness Error

Central Tendency Error

Gambar 4. Kesalahan-kesalahan persepsi dalam penilaian kinerja.

Sumber : Noe, Raymond A., Hollenbeck, John R., Gerhart, Barry., & Wright, Patrick M. 2000. Human Resource Management : Gaining A Competitive Advantage. United States. McGraw-Hill.

Penilaian hanya sebagai ritual tahunan. Penyebab ketidak-efektifan kegiatan penialaian kinerja yang ke-lima, adalah kegiatan ini hanya dipandang sebagai sebuah kegiatan ritual tahunan. Para manajer hanya melengkapi (mengisi) formulir penilaian dengan cepat dan menggunakannya untuk mendaftar semua informasi negatif yang mereka kumpulkan atas seorang karyawan selama setahun yang lalu. Para manajer ini tidak menghendaki adanya konfrontasi dan tidak mengetahui bagaimana cara menyajikan hasil evaluasi negatif yang mereka dapatkan. Beberapa manajer bahkan menghabiskan sedikit mungkin waktu untuk memberikan umpan-balik pada karyawan (Noe et al. : 2000). Padahal kegiatan penilaian merupakan sebuah proses, bukan hanya sebuah kejadian (event) tertentu. Agar proses ini menjadi lebih mudah, perlu diingat bahwa penilaian lebih dari sekedar mengisi formulir (Hadden : 1999).

Sistem komunikasi penilaian yang jelek. Sistem komunikasi penilaian yang jelek artinya sistem penilaian tidak dikomunikasikan (disosialisasi) dengan baik kepada setiap orang yang terlibat dalam proses penilaian. Buruknya komunikasi sistem penilaian menyebabkan para penilai dan individu-individu yang dinilai memiliki persepsi yang berbeda tentang tujuan dan pentingnya kegiatan penilaian kinerja yang dilakukan (Anthony et al. : 1999). Perbedaan persepsi ini akan mengurangi penerimaan karyawan terhadap proses dan hasil penilaian, sehingga keterlibatan mereka dalam kegiatan penilaian menjadi rendah.

Sistem penilaian tidak dimonitoring. Sedangkan sistem yang tidak dimonitoring akan menghasilkan permasalahan yang serius, yang menyebabkan tidak adanya tindakan-tindakan perbaikan atas kesalahan yang terjadi selama proses penilaian (Anthony et al. : 1999).

IV.MEMPERBANDINGKAN PENILAIAN KINERJA YANG EFEKTIF, YANG TIDAK AFAKTIF DAN YANG MENGACU KUALITAS.

Sepuluh kiat yang dikemukakan Longenecker (1999) dan 7 kiat yang diajukan Gorphade dan Chen (1995) dapat kita perbandingkan dengan karakteristik-karakteristik fungsi penilaian kinerja yang tidak efektif, seperti yang ditunjukkan Tabel 1. Sistem penilaian kinerja yang tidak efektif diindikasikan oleh ketidak-jelasan tujuan, pendefisian sistem yang buruk dan sistem penilaian yang tidak didukung. Sistem penilaian kinerja yang efektif ditandai dengan penetapan tujuan penilaian dengan jelas, pelibatan karyawan/manajer, penggunaan prosedur dan instrumen yang baik dan mudah digunakan, serta penyelenggaraan pelatihan atas personalia pelaksana penilaian. Sedangkan sistem penilaian kinerja yang mengacu pada kualitas memiliki karakteristik-karakteristik : tujuan penilaian untuk meningkatkan kinerja karyawan dan melibatkan semua pihak dalam modifikasi sistem penilaian.

Penilaian Kinerja yang tidak efektif

Penilaian kinerja yang efektif (Longenecker :1999)

Penilaian kinerja yang mengacu kualitas (Ghorpade dan Chen: 1992)

Tujuan penilaian tidak jelas.

Pendefinisian sistem yang buruk

Sistem penilaian tidak didukung dengan baik

Tujuan penilaian jelas,

Keterlibatan karyawan/manajer,

Prosedur dan istrumen yang baik dan mudah digunakan,

Pelatihan personalian pelak-sana penilaian

Tujuan penilaian adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan

Melibatkan semua pihak yang terlibat dalam modifiaksi system

Sistem tidak sesuai

Penilaian hanya seba-gai ritual tahunan

Perencanaanpenilaian yang baik, Pelatihan dan bim-bingan yang terus-menerus,

Personalia pelatihan yang termotivasi

Fokus penilaian pada perilaku

Penekanan pada tugas dan perbaikan sistem secara seimbang

Penilaian dengan standar absolut

Sistem komunikasi penilaian buruk

Sistem penilaian tidak dimonitoring

Dukungan TopManajemen

Keterkaitan penilaian kinerja dengan tujuan organisasi

Sistem peninjauan dan perbaikan yang terus-menerus

Evaluasi sistem penilai-an .Tanggung-jawab penilaian pada manajer.

Tabel 1. Penilaian kinerja yang tidak efektif, yang efektif dan yang mengacu pada kualitas.

Tidak tepatnya sistem penilaian kinerja dan pandangan bahwa penilaian kinerja hanya sebagai acara ritual tahunan merupakan ciri-ciri praktik penilaian kinerja yang tidak efektif. Perencanaan penilaian, pelatihan dan bimbingan yang terus-menerus, dan memotivasi personalia pelaksana penilaian adalah ciri-ciri praktik penilaian kinerja yang efektif. Sementara memfokuskan penilaian pada aspek perilaku, menekankan perbaikan pelaksanaan pekerjaan dan kontribusi terhadap pengembangan sistem secara seimbang serta melakukan penilaian dengan standar absolut merupakan ciri-ciri praktik penilaian kinerja yang mengacu pada kualitas.

Begitu juga, sistem pendukung penilaian yang tidak efektif memiliki karakteristik-karakteristik buruknya sistem komunikasi penilaian dan sistem yang tidak dimonitoring. Sistem penilaian kinerja yang efektif ditandai dengan adanya dukungan top manajemen, keterkaitan kegiatan penilaian kinerja dengan tujuan strategis organisasi serta peninjauan sistem secara terus-menerus. Sedangkan sistem pendukung penilaian kinerja yang mengacu pada kualitas ditandai dengan melakukan evaluasi sistem penilaian dan menyerahkan tanggung-jawab penilaian kepada manajer.

V. SIMPULAN DAN IMPLIKASI.

Organisasi perlu menata ulang pandangan dan perhatiannya terhadap fungsi penilain kinerja, dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan fungsi tersebut hanya menjadi beban. Dengan memahami faktor-faktor penyebab kesalahan dalam fungsi penilaian kinerja, diharapkan organisasi mampu melakukan perbaikan kinerja dan mengarahkan anggota-anggotanya untuk mengembangkan perilaku kerja yang efektif.

Rethinking terhadap fungsi penilaian kinerja juga perlu dilakukan untuk memberikan bobot yang sesuai atas pentingnya sistem penilaian, praktik-praktik penilaian dan sistem pendukung penilaian, sehingga fungsi penilaian kinerja mampu memperbaiki kinerja individual dalam organisasi dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Sejalan dengan itu, adanya tuntutan-tuntutan perubahan lingkungan yang semakin menekankan budaya kualitas, mengharuskan organisasi untuk merancang sistem penilaian kinerja yang selaras dengan usaha-usaha perbaikan kualitas.

Sistem penilaian kinerja yang efektif dan yang mengacu pada kualitas melibatkan upaya-upaya untuk merancang sistem yang baik, praktik-praktik yang baik dan sistem pendukung yang baik pula. Mewujudkan fungsi penilaian kinerja yang efektif dan mengacu kepada kualitas pertama kali harus dimulai dengan memahami faktor-faktor yang menyebabkan ketidak-efektifan penilaian kinerja. Hal ini mengindikasikan bahwa fungsi penilaian kinerja yang efektif, sekaligus juga merupakan sistem penilaian kinerja yang mengacu pada kualitas.

REFERENSI :

Antonioni, D. 1996. Design an effective 360-degree appraisal feedback process. Organization Dynamic. Autumn: 24-38.

Anthony, William P., Perrewe, Pamela L., & Kacmar, K. Michele. 1999. Human Resource Management : A Strategic Approach. Orlando. The Dryden Press.

Davis, Tom & Landa, Michael. 1999. A contrary look at employee performance appraisal. Canadian Manager, 24 (3) : 18-21.

Flowers, Lamont A., Tudor, Thomas R., & Trumble, Robert R. 1997. Computer Assisted Performance Appraisal system. Journal of Compensation and Benefits, 12 (6) : 34-35.

Ghorpade,J., & Chen,M. M. 1995. Creating quality-driven performance appraisal system. Academy of Management Executive, 9 (1): 32-33.

Grote, Dick. 2000. Performance appraisal reappraised. Harvard Business Review, 78 (1) : 21.

Hadden, Richard. 1999. Performance evaluation are more than filling out a form. Business Journal Serving Jacksonville & Northeast Florida, 14 (52) : 25.

Hubbartt, William, S. 1995. Bring Performance Appraisal training to life. Human Resource Magazine, 40 (3): 168.

Longenecker, Clinton O. 1999. Creating effective performance appraisal. Industrial Management, 41 (5) : 18-23.

Longenecker, C. O. & Gioia, D. A. 1992. Executive appraisal Paradox. Academy of Management Executive, 6 (2): 18-28.

Martin, Peter. 1995. Performance Appraisal. Management Accounting Magazine, 73 (3): 67.

Noe, Raymond A., Hollenbeck, John R., Gerhart, Barry., & Wright, Patrick M. 2000. Human Resource Management : Gaining A Competitive Advantage. United States. McGraw-Hill.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi