PERANAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PENGEMBANGAN KEENERGIAN DI INDONESIA

OLEH:
Prof. Dr. SAMAUN SAMADIKUN
KETUA LIPI
PENYUNTING
Dr. Ir. SYARIFUDDIN ISMAIL
HASIL-HASIL KONFERENSI ENERGI III
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG, 5-6 JULI 1990
PROGRAM PENELITIAN DAN STUDI ENERGI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
I. PENDAHULUAN
1. Judul Yang diberikan kepada saya “PERANAN ILMU PENGETAHUAN DALAM
PENGEMBANGAN KEENERGIAN DI INDONESIA” mempunyai cakupan bahasan yang
sungguh sangat luas, karenanya tentu dapat pula disepakati bersama bahwa saya menyoroti
sebagian saja dari isyu yang diajukan itu. Kontribusinya dari pembicara-pembicara yang
lain tentulah akan saling melengkapi.
2. Kiranya sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dengan makin melajunya pembangunan
nasional, yang umumnya merupakan kegiatan fisik, maka berarti pula makin meningkatnya
kebutuhan energi setiap tahun. Ini adalah konsekuensi hokum alam/fisika, yaitu usaha dapat
dilaksanakan dengan membelanjakan sejumlah energi yang setara. Dengan makin
meningkatnya industrialisasi maka makin banyak energi dibutuhkan.
3. Masalah pembangunan nasional khususnya pembangunan ekonomi di Indonesia pada
umumnya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan Negara-negara berkembang lainnya,
dan biasanya menjadi tambah rumit dibandingkan dengan pembangunan sejenis di ngaranegara
maju. Kerumitan masalah pembangunan ini disebabkan oleh dua kendala utama
yang umumnya tidak menjadi masalah negara maju.
4. Kendala pertama berkaitan dengan system produksi yang umumnya manual, yang berarti
produktivitas yang rendah dan karenanya juga pendapatan yang rendah. Faktor yang lain
adalah bila mekanisasi diterapkan dalam industri maka akan diperlukan pasar yang besar.
Penggantian system manual dengan mekanisasi memungkinkan produktivitas yang tinggi
dan dari kacamata energi dapat dikategorikan sebagai substitusi antar bahan bakar (Interfuel
Substitution). Namun substitusi pada sistem produksi itu menyebabkan masalah lain, yaitu
penyempitan kesempatan kerja, yang bagi Indonesia dengan jumlah penduduknya yang
besar, merupakan persoalan serius.
5. Dari segi lain, pengembangan pasar akan memerlukan infrastruktur yang lebih baik,
khususnya sistem transportasi yang baik, murah, dan terintegrasi dengan baik. Dengan
demikian sistem pasar dapat terintegrasi dengan baik pula. Dalam pada itu kita ketahui
bahwa ciri pasar negara berkembang adalah derajat aktivitasnya yang rendah karena daya
beli yang rendah. Karena itu sistem transportasi yang merambah ke seluruh penjuru dan
murah makin menjadi prasyarat. Di sektor transportasi pun mekanisasi merupakan bentuk
substitusi antar bahanbakar.
6. Mekanisasi di sektor industri maupun transportasi memerlukan bentuk energi tertentu
misalnya batubara, minyak/gas bumi, atau listrik. Peningkatan aktivitas di kedua sektor
tersebut, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencolok, mengakibatkan
meningkatnya permintaan energi komersial secara mencolok pula. Pada gilirannya, suatu
transformasi struktural/tatanan terjadi, dan peningkatan kandungan energi pada proses itu
menyebabkan bahwa pembangunan nasional khususnya sangat sensitif terhadap harga energi
dan ketersediaannya.
7. Sudah menjadi jelas sekarang bahwa pembangunan nasional memerlukan tersedianya energi
dalam jumlah yang cukup, dari sumber yang serasi serta dengan mutu dan harga yang
memadai. Ini merupakan salah satu persyaratan utama bagi berhasilnya usaha pembangunan
nasional. Laju tumbuh permintaan energi komersial pertahun selama repelita I s/d V bagi
Indonesia adalah sangat impresif, untuk kelistrikan rata-rata di atas 10%; Namun perlu pula
diketahui bahwa konsumsi energi perkapita penduduk Indonesia masih termasuk yang
terendah di kalangan ASEAN, demikian juga dengan besarnya konsumsi listrik perkapita.
8. Meningkatnya permintaan energi setiap tahun itu bagi Indonesia telah mengharuskan
ditetapkannya berbagai kebijakan nasional di bidang energi, dibarengi dengan perlu
dilaksanakannya usaha bersama dan terpadu oleh seluruh sektor kegiatan ekonomi. Hal ini
perlu karena energi adalah masalah yang menyangkut segala aspek kegiatan itu, dan adalah
masalah nasional yang harus diselesaikan secara terpadu. Pola kebijakan energi nasional
(1981) yang meliputi program indeksasi, substitusi, diversifikasi dan konservasi energi yang
telah diolah oleh badan koordinasi nasional di bidang energi. (BAKOREN) kiranya sudah
diketahui umum, dan tidak perlu dielaborasi lebih lanjut. Langkah-langkah umum kebijakan
baru di bidang energi (1989) diarahkan kepada pola usaha intensifikasi, diversifikasi dan
konservasi energi.
2. PENGEMBANGAN KEENERGIAN
1. Peradapan kuno umumnya berkembang dan berpusat pada tempat-tempat yang strategis
dalam dua aspek: sumber energi yang melimpah dan kemudahan transportasi. Kedua hal itu
meliputi hutan (dan ladang pertanian) dan sungai/pantai, mengingat sumber energi yang
dikuasai pada waktu itu adalah kayubakar, sedangkan moda transportasi adalah perahu/
kapal (kemudian kuda atau binatang lain untuk di darat). Perkembangan perkotaan kuno
dan modern sedemikian sehingga sumber energi tradisional makin berkurang sedangkan
pusat-pusat hunian cenderung menetap dan meluas. Kenyataan yang banyak didapati sekarang
adalah terjadinya ketakserasian (Mismatch) dalam arti pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
berada jauh dari tempat-tempat di mana sumber energi berada. Hal inipun berlaku bagi
Indonesia, di mana pusat industri/ekonomi dan pusat beban berada di kota-kota besar
khususnya di Jawa, sedangkan sumber-sumber daya energi berada di pedalaman Sumatra,
Kalimantan, dan lain-lain. Mismatch ini kiranya akan terbawa terus di masa depan, walaupun
sebagian pusat pertumbuhan ekonomi dapat diusahakan di kawasan sumberdaya energi
tertentu. Memang menarik untuk melihat kemungkinan pengembangan pusat-pusat industri
di tempat di mana sumberdaya energi tersedia dengan melimpah, tetapi kiranya kita sepakat
bahwa pengembangan kawasan industri tidak hanya pabriknya saja tetapi juga akan
menyangkut segala infrastruktur lainnya, serta manusia yang menjadi pelaksananya. Ini semua
akan membutuhkan investasi yang tidak kecil.
2. Perkembangan keenergian di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari besarnya persediaan/
cadangan sumberdaya dan cara pemanfaatannya sebagai produk akhir yang dipakai dalam
industri atau kegiatan produktif lainnya serta tekanan berupa jumlah absolut berbagai jenis
energi dan meningkatnya kebutuhan energi sebagai permintaan tahunan yang harus dipenuhi.
Keseluruhannya itu harus diproyeksikan dan direncanakan dengan cermat, sehingga
perencanaan strategis diperlukan untuk memadukan suplai dan permintaan dalam jangka
panjang secara serasi.
3. Semua itu, demi kelangsungan kehidupan nasional, memerlukan program pengelolaan
sumberdaya energi di samping pengelolaan permintaan energi sehingga dicapai penggunaan
energi yang efisien dan rasional.
4. Berdasarkan berbagai pertimbangan maka sekarang dan di masa depan sumber-sumber energi di luar minyak bumi akan makin banyak digunakan di dalam industri kita. Bagaimanapun
minyak bumi adalah komoditi strategis bagi kita dan perlu kita utamakan sebagai penghasil
devisa. Minyak adalah komoditi yang paling supel dalam transaksi perdagangan international.
Dalam konteks ini, batubara dan gas bumi dan derivatnya akan menjadi sumber energi
domestik yang makin penting kedudukannya. Dalam pada itu potensi hidro di Sumatra,
Kalimantan, dan Irian Jaya kiranya masih akan terlalu jauh dari pusat-pusat beban, dan
karenanya belum akan dimanfaatkan secara optimal.
5. Berbagai sumberdaya energi potensial lainnya antara lain adalah panas bumi, radiasi surya
(langsung dan tidak langsung misalnya dalam bentuk angin dan energi termal lautan),
biomassa, gambut. Sumberdaya energi berupa panas bumi cukup melimpah di Indonesia;
khususnya untuk Jawa potensi panas bumi menarik untuk digunakan secara besar-besaran
karena potensinya sangat besar, sekitar 15.000 MW, sedangkan teknologinya sudah terbukti
di berbagai tempat di dunia.
Walaupun Indonesia berada pada katulistiwa, kualitas energi suryanya secara teknis tidaklah
cukup baik, karena banyaknya hari berawan rata-rata setiap tahunnya. Baik untuk konversi
langsung menjadi listrik dengan sistem fotovoltaik maupun untuk disadap panas
kandungannya, radiasi yang banyak mengandung komponen difus itu kurang
menguntungkan. Di samping itu radiasi surya secara teknis sifatnya intermiten dan kerapatan
energinya adalah sangat encer.
6. Biomassa, terutama kayubakar, karena murah masih akan menjadi sumber energi utama di
daerah pedesaan. Mengingat jumlah penduduk yang besar dan laju pertambahannya yang
relatif tinggi, akan terjadi ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan kayubakar
dan ini menimbulkan masalah lain, yaitu degradasi lingkungan hidup. Masalah lain mengenai
biomassa adalah transaksinya umumnya tidak dalam jalur komersial sehingga lebih sulit
untuk diatur. Sampai awal 1980-an diperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya
kontribusi konsumsi kayubakar/energi non-komersial secara absolut sebanding dengan
sumber energi komersial.
7. Sumber energi alternatif lainnya seperti gambut yang melimpah di Kalimantan, kecuali untuk
penggunaan skala kecil pengembangannya akan diharapkan pada masalah matching antara
beban dan sumber yang tidak serasi. Mengenai nuklir, sumberdaya yang tersedia di indonesia
berupa cadangan uranium diperkirakan kecil dan apabila kita “GO NUCLEAR”, kita harus
mengikuti hukum pasar yang berlaku internasional.
8. Energi juga sangat penting dalam produksi kebutuhan dasar manusia terutama dalam usaha
swasembada pangan, walaupun ini dicapai secara tidak langsung. Irigasi dengan pemompaan
air dan penggunaan pupuk dan pestisida menyangkut biaya energi tinggi.
9. Pengembangan keenergian kiranya juga perlu mempertimbangkan tentang besarnya cadangan
di samping pemenuhan kebutuhan energi secara optimal antara lain terhadap kenyataan
bahwa sumber energi komersial pada saat ini mendasarkan kepada sumberdaya yang tidak
terbatas, yang pada suatu saat nanti akan ‘habis’, sedangkan pengembangan sumberdaya
energi baru dan terbarukan masih menghadapi berbagai hambatan.
3. PERANAN IPTEK
1. Ilmu pengetahuan dan teknologi (lPTEK) memegang peranan sangat penting dalam
pembangunan nasional mengingat kemampuannya memberikan rasionalitas terhadap
kegiatan-kegiatan yang sangat kompleks dalam waktu yang sangat terbatas. Dalam pada itu
perkembangan IPTEK di dunia juga berlangsung sangat cepat, yang akan berpengaruh pula
terhadap perkembangannya di Indonesia.
2. Perkembangan IPTEK di bidang energi dipengaruhi oleh beberapa hal yang menjadi isyu
international dewasa ini dan akan berdampak besar di masa depan:
a. Sumberdaya energi alternatif, misalnya yang termasuk dalam kategori sumberdaya energi
baru dan terbarukan (SEBT);
b. Penggunaan energi secara rasional, antara lain dengan teknik pengelolaan energi dan
konservasi energi di kawasan industri dan pengguna lainnya dalam skala besar;
c. Peningkatan nilai tambah berbagai sumberdaya energi konvensional (misalnya batubara
dengan clean coal technology, easy transportation, dll. Dan LNG/LPG/CNG trade-off
dalam bidang gas bumi);
d. Penelitian frontier sumberdaya energi masa depan (energi hidrogen,
magnetohydrodynamics/MHD, teknologi fusi nuklir, dll) .
3. Pengembangan sumberdaya energi ‘baru’ tersebut perlu dukungan tenaga ahli yang tidak
sedikit jumlahnya di samping dana penelitian dan pengembangan (LlTBANG) yang tidak
kepalang tanggung. Karena itu LITBANG tersebut hanya dilaksanakan di tempat-tempat
tertentu saja di dunia ini dan makin lama makin merupakan kegiatan konsorsium ataupun
kegiatan yang sangat terintegrasi secara internasional, melewati batas-batas teritorial.
4. Pembangunan nasional memerlukan sumbangan IPTEK di bidang energi, namun dalam
skala yang cocok untuk Indonesia, yang pada jangka pendek dan menengah dapat secara
praktis diterapkan untuk mengembangkan peluang-peluang menyelesaikan permasalahan.
Permasalahan itu meliputi antara lain peningkatan produktivitas dan produksi nasional,
kesempatan kerja, deteriorasi/degradasi lingkungan hidup, kesenjangan sosial dampak
pembangunan dan pendidikan. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah sangat nyata
dan memerlukan segera sumbangan pemikiran IPTEK terapan.
5. IPTEK berkembang lepas dari permasalahan-permasalahan yang bersifat membatasi, misalnya kepentingan bangsa/nasional, preferensi ekonomi atau ras, karena sebagai manifestasi
kreativitas dan daya inovatif manusia, IPTEK umumnya bersifat universal. Penerapan IPTEK
sebaliknya sangat ditentukan oleh kepentingan-kepentingan tertentu kelompok/masyarakat
untuk tujuan dan sasaran tertentu pula dalam sesuatu kurun waktu sehingga terasa mempunyai
spesifikasi dan ‘warna’ lokal.
6. Penerapan IPTEK di Indonesia secara terorganisasi sudah cukup lama dilakukan dengan
kesadaran mengisi kebutuhan pembangunan nasional. Berbagai badan LITBANG telah
dibentuk oleh pemerintah untuk tujuan penerapan IPTEK. Perkembangan bursa IPTEK
sementara itu telah menyebabkan perlu makin ditajamkannya lingkup dan sasaran unit
penerapan IPTEK yang berada di berbagai departemen untuk lebih tanggap memenuhi
kebutuhan dan tantangan. Di samping itu dibentuk badan-badan LITBANG IPTEK lain yang
dibutuhkan untuk mengimbangi ledakan arus informasi yang terjadi di dunia IPTEK pada
dekade-dekade akhir abad keduapuluh dan dalam mengantisipasi perkembangan yang akan
terjadi pada awal abad keduapuluh satu.
7. Berbagai LITBANG IPTEK di bidang energi di Indonesia dapat dilakukan oleh pusat-pusat
LITBAHG, yang pada saat ini hampir semuanya adalah milik pemerintah. Kegiatan LITBANG tersebut memerlukan masukan sarana dan prasarana tertentu di samping pembagian cakupan tugas dan sasaran yang jelas mengingat sangat terbatasnya dana dan daya, khususnya tenaga LITBANG berkualifikasi yang relatif masih sedikit.
8. Penentuan cakupan LITBANG energi yang berdampak nasional dihadapkan kepada berbagai
pilihan dan prioritas yang perlu disepakati, agar supaya dana dan daya yang makin langka
dapat dibelanjakan secara optimum. Dalam alur pikir ini maka beberapa area LlTBANG
energi dapat disebutkan, antara lain:
- Pengembangan panas bumi untuk kelistrikan (di Jawa khususnya);
- Penggunaan batubara secara bersih/bebas polusi;
- Pemanfaatan biomassa dan limbah biomassa sebagai sumber panas dan listrik, termasuk
sistem kecil yang mandiri di daerah terpencil/beban kecil. Penyebaran teknologi konservasi
kayubakar (tungku hemat energi) memerlukan kebijakan non-teknologis;
- Konservasi energi, terutama di bidang industri dan jasa, sebagai bagian pengelolaan
sumberdaya energi secara rasional;
- Sistem transportasi barang dan penumpang yang hemat energi di kota-kota besar maupun
antar kota/daerah (darat, laut dan udara);
- Penanggulangan polusi dan deteriorasi/degradasi lingkungan hidup, terutama di sekitar
industri dan pusat listrik;
- Kebun energi/social forestry dan penghijauan tanah kritis untuk sumber energi kayubakar
(untuk daerah pedesaan);
- Metode perencanaan energi nasional/regional/sektoral dikaitkan dengan pembangunan
fisik/ekonomi;
9. Kegiatan LITBANG mengandung resiko besar dan biaya yang tinggi, namun perlu untuk
dilaksanakan. Pada saat ini hanya industri dan partisipasi swasta maka dapat diharapkan
bahwa biaya LITBANG energi dapat disahami oleh pihak swasta. Untuk itu sudah masanya
promosi dan pengaturan diterapkan, sehingga beban pemerintah akan menjadi berkurang,
sebaliknya industri berkembang secara mantap.
10. LITBANG dalam teknologi keenergian merupakan suatu kegiatan yang umumnya mahal.
Sebuah penelitian pembakaran (fluidized bed combustion) untuk memanfaatkan limbah
biomassa misalnya sekam padi, dalam skala pilot yang kecil, memerlukan dana tidak kurang
dari 250 juta rupiah, belum termasuk instalasi penggunaan panas yang dihasilkan untuk
keperluan proses atau menjadi listrik. Sebaliknya berbagai kemampuan LITBANG dapat
diterapkan untuk membantu para industriawan menghemat ongkos dengan melakukan
analisis penggunaan energi dengan biaya ringan.
11. Banyak kelemahan dan kendala yang perlu ditata khususnya kalau melihat bagaimana
kegiatan LITBANG di Indonesia dalam melayani kebutuhan yang dirasakan oleh industri
atau pengguna hasil LITBANG lainnya. Dalam banyak hal kegiatan LITBANG telah berjalan
sendiri-sendiri, terlalu kecil untuk dapat memberikan dampak, dan sebagai kreativitas hanya
memenuhi selera pribadi. Sebaliknya, industri kita bertindak lebih sebagai penyalur/broker
dan bukan produsen yang ingin mengembangkan teknologi produksinya sendiri. Situasi
seperti ini tidak akan mempertemukan pihak-pihak yang semestinya terkait sebagai satu
sistem. ‘LINKAGE’ dalam pengembangan dan penerapan IPTEK, khususnya dalam pengembangan energi masih sangat lemah, baik di antara pihak-pihak/institusi-institusi di industri, LITBANG/Pendidikan tinggi, maupun pemerintah/regulator, yang berakibat pemborosan dana dan daya yang sangat langka.
4. PENUTUP
1. Dari pembahasan di muka, maka terasakan betapa pembangunan nasional tidak dapat
dilepaskan dari kebutuhan jumlah energi yang sangat besar dan harus disediakan dalam
waktu singkat. Di samping itu laju pertumbuhan kebutuhan energi setiap tahun selama
repelita relatif sangat tinggi, yang memberikan permasalahan nasional tersendiri. Substitusi
antar bahanbakar dalam mekanisasi sektor produksi dan transportasi menyebabkan 2 hal.
Penyempitan kesempatan kerja dan kesenjangan sosial.
2. Pembangunan nasional sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan harga energi. IPTEK
dapat berperan positif dalam upaya operasionalisasi kebijakan program nasional di bidang
energi.
3. Penerapan IPTEK dalam lingkup pengembangan keenergian dapat memberikan keluarankeluaran inovatif dan kreatif berupa berbagai teknologi yang dirancang sesuai dengan
kebutuhan domestik apabila kendala-kendala yang selama ini menghambat dapat
dikendurkan. Di samping penyediaan dana dan daya LITBANG yang memadai (pada saat
ini oleh pemerintah), hubungan (LINKAGE) yang terbuka dan saling menguntungkan perlu
diserasikan di antara pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya antara industri-LITBANGPemerintah. Pihak swasta tertentu sudah mampu untuk memikul dana LITBANG yang selama ini cukup memberatkan beban pemerintah. Dalam pada itu LITBANG harus ditata sehingga betul-betul berorientasi kepada kebutuhan pembangunan nasional dengan derajat
keterpaduan tinggi.
_______________________
Penanya: Tidak menyebutkan nama
Pertanyaan:
Dilihat dari potensi dan kenyataan energi yang ada di Sumatra Selatan dalam rangka
membahas pengembangan wilayah, potensi Sumatra Selatan seperti batubara, minyak, gambut,
dsbnya., diketahui bahwa 2430 desa yang ada di Sumatra Selatan belum menikmati listrik.
Mengapa keadaannya demikian?
Apakah karena investasi hanya listrik di Jawa dengan sumbernya sama dan tidak memberikan
keuntungan bagi investor yang bekerja di Sumatra Selatan?
Mengapa daerah yang dikatakan banyak sumber secara potensial justru tidak berkembanq
seperti apa yang diharapkan?
Jawaban:
Untuk menarik kegiatan ekonomi atau industri ke suatu tempat tertentu memerlukan
Cara tertentu pula. Tanpa usaha-usaha khusus, industri tidak akan datang. Mengenai listrik,
daerah yang terpencil, di luar pulau Jawa dari segi tarif listrik disubsidi oleh Jawa meskipun
sumber energinya dari pulau Jawa. Hal ini karena yang ekonomis memang di pulau Jawa. Dieseldiesel
yang menggerakkannya perkwh mahal. Jadi membawa kegiatan ekonomi ke pusat energi
sebagai daya tariknya, juga energi sebagai bahan baku untuk industri itu sendiri.
Di sini ada dua keuntungan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPADATAN POPULASI DAN PERTUMBUHAN KERANG DARAH Anadara antiquata L. (Bivalvia: Arcidae) DI TELUK SUNGAI PISANG, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor Faktor Penyebab Ketidak-Efektifan Penilaian Kinerja