SKRIPSI : pemakaian imperatif bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di SDN Blimbing 3 Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dwibahasa yang berbahasa pertama bahasa daerah dan berbahasa kedua bahasa Indonesia. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyatakan ide, gagasan, keinginan, perasaan dan pengalamannya kepada orang lain. Dengan bahasa semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahasa merupakan suatu sistem yang mampu menjembatani perasaan dan pikiran manusia serta menjadi pengantar setiap kepentingan dan kebutuhan manusia satu dengan yang lainnya.

Wujud konkret fungsi sebagai alat komunikasi bahasa dipakai dalam interaksi di sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu msengembangkan potensinya. Sekolah sebagai tempat pengajaran bahasa itu berlangsung merupakan wilayah sosial pemakaian bahasa (societal domain) yang mempunyai corak tersendiri. Ia merupakan masyarakat tutur (speech community) yang berbeda dengan masyarakat tutur yang lain, lengkap dengan perbedaan penutur (speaker) dan perbendaharaan tuturnya (speech reportoire) (Suwito, 1992:99).

Penggunaan bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar merupakan ragam bahasa lisan yang memiliki gaya tuturan yang khas, yang mempunyai maksud-maksud tertentu tergantung konteks tuturan dan perlunya konteks situasi dalam memahami tuturan tersebut sehingga dapat melahirkan persepsi yang berbeda-beda. Dalam kaitannya dengan komunikasi di kelas siswa harus mampu menangkap maksud dari guru atau sebaliknya, sehingga tidak terjadi “salah persepsi”. Hal ini berarti yang terpenting dalam komunikasi tidak hanya bentuk-bentuk bahasa, makna kalimat yang tersurat dalam bahasa (ilokusi), tetapi juga apa yang “terselubung” dalam satu tindak bahasa yaitu apa yang menjadi efek atau akibat yang ditimbulkan oleh seorang penutur kepada lawan tuturnya.

Dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi, tugas atau memberi reaksi terhadap kontribusi yang dilakukan oleh siswa, meskipun bahasa sehari-hari yang digunakan oleh siswa dan guru adalah bahasa Jawa. Tindakan yang dilakukan guru sebenarnya memiliki tujuan untuk membiasakan siswa menggunakan bahasa Indonesia saat berada di dalam lingkup sekolah. Selain itu, tindakan tersebut dapat digunakan untuk mendukung kelancaran belajar siswa di sekolah-sekolah selanjutnya. Penggunaan bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar kadangkala masih mendapat pengaruh dari kosakata daerah siswa dan guru. Pengaruh tersebut dapat dimaklumi karena kadangkala siswa belum seluruhnya memahami kosakata tertentu dalam bahasa Indonesia.

Guru merupakan sosok yang menjadi panutan di masyarakat, terutama di sekolah. Segala sesuatu yang dilakukan dan dituturkan guru, secara langsung atau tidak langsung akan ditiru oleh siswa. Siswa mempelajari bahasa orang lain dengan meniru tuturan yang didengarnya, terutama apa yang didengar dari gurunya di sekolah.

Siswa kadang-kadang tidak dapat memahami penjelasan guru karena materi pelajaran yang baru atau asing bagi siswa, guru akan menjelaskan dalam bahasa Jawa. Hal ini disebabkan kemampuan siswa untuk menyerap penjelasan guru berbeda-beda. Ada siswa yang cepat memahami penjelasan guru, tetapi ada juga yang lambat. Jika demikian, guru akan menjelaskan secara perlahan-lahan sampai mereka benar-benar paham.

Guru diharapkan mendayagunakan segala kemampuan yang dimilikinya. Salah satu kemampuan itu adalah kemampuan guru dalam memaksimalkan kemahiran berbahasa. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang kontrol serta “power” atas siswanya. Hal ini dapat diidentifikasikan dari dominasinya tuturan yang berasal dari guru dibandingkan tuturan-tuturan dari siswa saat pembelajaran sedang berlangsung.

Salah satu bentuk tuturan yang dimanfaatkan oleh para guru untuk pengaturan serta pemberian tanggapan terhadap tindakan dari siswa adalah bentuk tuturan yang mengandung makna atau maksud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia. Pemanfaatan itu berkisar antara imperatif yang memiliki kadar tuturan paling lembut sampai imperatif yang memiliki kadar tuturan yang keras. Perbedaan bentuk serta kadar tuturan ini sangat dipengaruhi oleh konteks situasi. Dominannya pemanfaatan imperatif bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di sekolah dasar sangat dipengaruhi usia. Mereka masih membutuhkan lebih banyak kontrol serta pengawasan dalam bentuk perintah dari gurunya.

Selama proses belajar mengajar sedang berlangsung tidak setiap saat guru menggunakan bentuk imperatif langsung. Adakalanya mereka menggunakan bentuk imperatif tidak langsung yaitu, kontruksi deklaratif dan interogatif. Kedua kontruksi ini digunakan sebagai bentuk penghalusan. Penafsiran terhadap makna atau maksud penggunaan bentuk imperatif tidak langsung harus memperhatikan konteks yang melengkapi tuturan itu. Meskipun guru menggunakan kedua bentuk tersebut, tetapi siswa memerlukan “alat bantu” tertentu sehingga mereka dapat menafsirkan makna di balik kedua bentuk tersebut. Alat bantu tersebut adalah munculnya isyarat para linguistik tertentu yang menyertai guru saat menuturkan kedua bentuk tersebut.

Melihat gaya tuturan dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah yang kompleks dan perlunya konteks situasi dalam memahami tuturan, maka perlu meninjau secara pragmatik. Ditinjau secara pragmatik, melihat makna secara keseluruhan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah sangatlah penting. “Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya (force) ujaran” (Asim Gunarwan, 1994:84). Pragmatik tidak hanya mengkaji bahasa yang dituturkan tetapi juga mungkin makna dan maksud yang terkandung dalam tuturan tersebut tergantung seberapa besar kekuatan tuturan/ujaran tersebut. Pemakaian bahasa selalu terikat pada konteks dan situasi yang melingkupinya. Demikian halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia di sekolah khususnya pada kegiatan belajar mengajar yang tidak terlepas dari fungsi dan tujuan bahasa.

Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji pemakaian imperatif bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di SDN Blimbing 3 Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen dengan tinjauan pragmatik.

B. Pembatasan Masalah

Untuk mencegah kekaburan masalah dan untuk mengarahkan penelitian ini agar lebih intensif dan efisien sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka sangat diperlukan adanya pembatasan masalah.

Sehubungan dengan hal itu, maka dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan pada wujud pragmatik imperatif dan kesantunan pragmatik imperatif bahasa Indonesia yang dituturkan guru dalam proses belajar mengajar di SDN Blimbing 3 Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen.

C. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini tidak melebar dan menyimpang dari tujuan penelitian, maka perlu adanya perumusan masalah yang jelas. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana wujud pragmatik imperatif bahasa Indonesia yang dituturkan oleh guru dalam proses belajar mengajar?

2. Bagaimana wujud kesantunan pragmatik imperatif bahasa Indonesia yang dituturkan oleh para guru dalam proses belajar mengajar?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian haruslah jelas mengingat penelitian harus mempunyai tujuan tertentu dengan sasaran terarah. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan wujud pragmatik imperatif yang dituturkan oleh guru dalam proses belajar mengajar.

2. Menjelaskan wujud kesantunan pragmatik imperatif yang dituturkan oleh guru dalam proses belajar mengajar.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan supaya bisa memberikan manfaat, baik manfaat teoretis maupun manfaat praktis. Edi Subroto menyatakan “perumusan manfaat penelitian sering diperlukan dan biasanya juga dikaitkan dengan masalah yang lebih bersifat praktis” (Edi Subroto, 1992:91). Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat memberi pemecahan masalah yang bersifat praktis selain memberi sumbangan ke arah pengembangan ilmu.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan bahasa bidang linguistik, khususnya kajian pragmatik dan dapat digunakan sebagai salah satu bentuk alternatif bertutur dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian penelitian ini diharapkan pula dapat diimplikasikan kepada siswa sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan lancar, sehingga pembelajaran dapat dicapai maksimal.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penguraian di dalam suatu penelitian maka dipelukan sistematika penulisan. Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori, yang terdiri dari imperatif, fungsi bahasa, pragmatik, tindak tutur, jenis-jenis tindak tutur, teori kesantunan bahasa, dan teori praanggapan, implikatur, entailment.

Bab III Metode penelitian. Metode dalam penelitian ini terdiri dari jenis penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik penyajian data.

Bab IV Analisis data, berisi serangkaian proses pengolahan data yang menjabarkan data-data yang sudah terkumpul, dikelompokkan sesuai dengan kepentingan dan dianalisis untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang muncul sebelumnya.

Bab V Penutup, merupakan penutup dari semua masalah-masalah yang telah dibicarakan dan berisi tentang simpulan dan saran.

Pada bagian akhir skripsi ini dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi