Peran pondok pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber Wonosobo dalam pendidikan dan dakwah islam tahun 1962-1994
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Menurut hasil seminar “Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963, Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau sekitar abad VII sampai VIII Masehi. Daerah pertama yang didatangi Islam adalah pesisir pantai Sumatera, dan kerajaan Islam pertama berada di Aceh. Bertolak dari hasil seminar tersebut di atas, diperkirakan sekitar Abad VII-VIII Masehi telah tumbuh pusat-pusat pendidikan di Indonesia.
Pada tahap awal, pendidikan Islam ditandai dengan adanya hubungan yang erat antara mubaligh dengan masyarakat sekitar. Selanjutnya sesuai dengan arus dinamika perkembangan Islam, terbentuklah masyarakat muslim. Dengan terbentuknya masyarakat muslim, maka mulailah rumah ibadah (masjid) dijadikan tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Dalam perkembangan berikutnya, lahirlah lembaga pendidikan Islam di luar masjid. Lembaga ini di Jawa disebut pesantren, di Aceh disebut dengan rangkang dan dayah, di Sumatera Barat disebut dengan surau. Di lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut, maka terkonsentrasilah pengkajian ilmu-ilmu agama lewat kitab-kitab klasik.
Adapun istilah pondok diambil dari bahasa Arab Al-funduq yang berarti penginapan atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, jadi istilah pondok pesantren dapat diartikan dengan asrama atau tempat tinggal santri dan kyai, yang mengadakan kegiatan belajar-mengajar agama Islam.
Pesantren pertama kali berdiri pada masa Walisongo, Syaikh Malik Ibrahim atau dikenal dengan sebutan Syaikh Maghribi dianggap sebagai pendiri pesantren pertama di tanah Jawa. Pada periode berikutnya, berdirinya pondok pesantren tidak lepas dari kehadiran seorang kyai. Kyai merupakan tokoh sentral dalam suatu pesantren, maju mundurnya pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma seorang kyai.
Orientasi pesantren adalah memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Diharapkan seorang santri yang keluar dari pesantren telah memahami beraneka ragam mata pelajaran agama, dengan kemampuan merujuk kepada kitab-kitab klasik. Untuk mengajarkan kitab-kitab klasik, seorang kyai menggunakan metode tradisional, yaitu dengan metode wetonan, sorogan, dan hafalan.
Pada masa kolonial, Belanda menjalankan kebijakan pendidikan yang diskriminatif, sehingga masyarakat pribumi sangat sulit untuk mobilitas vertikal lewat pendidikan. Belanda melarang pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah umum, dengan alasan untuk menjaga kenetralan. Akibat dari kebijakan pendidikan Belanda, maka timbul dikotomi keilmuan dalam pendidikan Islam. Pesantren menjadi tidak berkembang, sebagai akibat kebijakan pendidikan yang dikeluarkan kolonial Belanda. Akibat kebijakan pendidikan kolonial Belanda ini, mendorong lahirnya organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam, yang salah satu sasarannya adalah dalam bidang pendidikan.
Pada awal abad XX, timbul upaya pembaharuan sistem pendidikan Islam di Indonesia, baik dari segi metode yang diajarkan maupun materinya. Dari segi metode tidak lagi semata-mata memakai sistem sorogan dan wetonan, tetapi sistem klasikal juga telah mulai diperkenalkan. Dari segi materi pelajaran, mulai diperkenalkan mata pelajaran umum pada lembaga-lembaga pendidikan Islam. Realisasi dari ide pembaharuan tersebut adalah munculnya usaha mendirikan madrasah.
Secara faktual ada tiga tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat, yang meliputi: Pertama, Pondok Pesantren Tradisional yaitu pondok pesantren yang masih mempertahankan bentuk aslinya, dengan mengajarkan kitab-kitab klasik yang ditulis oleh ulama abad XV. Kedua, Pondok Pesantren Modern merupakan pondok pesantren yang meninggalkan sistem belajar secara tradisional. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara nasional. Perbedaannya dengan sekolah dan madrasah terletak pada porsi pendidikan agama dan bahasa Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal. Ketiga, Pondok Pesantren Komprehensif merupakan pondok pesantren yang menggabungkan antara sistem pendidikan tradisional dan modern.
Salah satu pondok pesantren yang termasuk dalam Pondok Pesantren Komprehensif adalah Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah Kalibeber. Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah Kalibeber berada di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah Kalibeber merupakan pondok pesantren tertua yang berada di Kabupaten Wonosobo. Pesantren yang didirikan oleh KH. Muntaha bin Nida Muhammad tahun 1832, itu mula-mula hanya berupa pondok yang masih sangat sederhana.
Pondok pesantren peninggalan KH. Muntaha (wafat 1860), ini berturut-turut diteruskan oleh KH. Abdurrahim (wafat 1916), kemudian diteruskan oleh KH. Asy’ari (wafat 1949). Sejak tahun 1950, kepemimpinan pondok pesantren diteruskan oleh KH. Muntaha Al-Hafidz yang secara genealogis adalah putra dari KH. Asy’ari bin KH. Abdurrahim bin KH. Muntaha.
Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah pada masa awalnya merupakan pesantren sederhana yang menampung beberapa santri saja, yang ingin belajar tentang baca tulis Al-Qur’an, ilmu fiqh, dan tauhid. Sejak pesantren dipimpin oleh KH. Muntaha Al-Hafidz, tahun 1950, berbagai langkah inovatif dan pengembangan mulai dilakukan. KH. Muntaha Al-Hafidz memiliki pedoman “Melestarikan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”. KH. Muntaha Al-Hafidz masih mempertahankan sistem pendidikan yang mengkaji Al-Qur’an (dengan Tahfidzul Qur’an) dan kajian Kitab Kuning.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, mengandung makna bahwa titik pusat pengembangan keilmuan di lembaga ini adalah ilmu-ilmu agama. Pemahaman fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan terletak pada kesiapan pesantren dalam menyiapkan diri untuk ikut serta dalam pembangunan di bidang pendidikan, dengan jalan adanya perubahan sistem pendidikan yang sesuai dengan kemajuan zaman. Hal ini terlihat dari sebagian pesantren yang mulai mengajarkan ilmu-ilmu umum (ilmu sosial, humaniora, dan ilmu-ilmu kealaman), sebagai penunjang dari ilmu agama. Kalaupun sekarang ini ada pesantren yang membuka sekolah-sekolah umum, itu dapat diterima sebagai dinamika dari dunia pesantren.
Seperti yang terjadi pada Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah tahun 1962, KH. Muntaha Al-Hafidz juga mulai mengembangkan konsep modernisasi pendidikan pesantren. Pengembangan konsep modernisasi pendidikan yang dilakukan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah, yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah formal yang menggunakan sistem gabungan antara sistem Diknas (Pendidikan Nasional) dengan sistem Ketakhassusan.
KH. Muntaha Al-Hafidz mempunyai keinginan agar para santrinya tidak hanya menguasai ilmu agama saja, tetapi juga menguasai ilmu-ilmu pengetahuan umum (ilmu sosial,dan ilmu kealaman) dan juga ketrampilan berbahasa (Arab dan Inggris). KH. Muntaha Al-Hafidz berharap para santri lulusannya memiliki akhlak yang baik sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist, dan juga mampu bersaing dalam lingkungan pekerjaan.
Pengertian pondok pesantren sebagai lembaga dakwah dalam masyarakat, yaitu suatu kegiatan untuk menumbuhkan kesadaran beragama dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen sebagai seorang muslim. Sebenarnya secara mendasar seluruh kegiatan pesantren baik di dalam maupun di luar pondok adalah suatu bentuk kegiatan dakwah, sebab pada hakekatnya pesantren berdiri tidak lepas dari tujuan agama secara total. Keberadaan pesantren di tengah masyarakat merupakan suatu lembaga yang bertujuan untuk menegakkan kalimat Allah, dalam pengertian penyebaran ajaran Islam agar pemeluknya memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan sebenarnya.
Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah merupakan lembaga pendidikan Islam, yang salah satu fungsinya adalah sebagai lembaga dakwah Islam. Wujud nyata kegiatan yang dikembangkan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah sebagai lembaga dakwah Islam, antara lain: mengadakan pengajian kataman Qur’an, pengajian umum “Selasa Wage”, pengajian bulan Ramadhan, dan pengajian pada peringatan hari-hari besar agama Islam. Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber juga membentuk Korp Dakwah Santri (Kodasa), yang merupakan wadah bagi aktivitas para santrinya dalam dakwah Islam. Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber juga berhasil membuat Al-Qur’an Akbar, dalam rangka dakwah Islam.
Dari pemaparan tersebut di atas, maka menarik untuk diteliti bagaimana peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber dalam pendidikan dan dakwah Islam tahun 1962-1994.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan dan karakteristik Pondok Pesantren di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan dan sistem pendidikan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber?
3. Bagaimana peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber dalam pendidikan dan dakwah Islam tahun 1962-1994?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana perkembangan dan karakteristik Pondok Pesantren di Indonesia.
2. Mengetahui bagaimana perkembangan dan sistem pendidikan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber.
3. Mengetahui bagaimana peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber dalam pendidikan dan dakwah Islam tahun 1962-1994 ?
D. Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian dapat dijelaskan melalui penulisan hasil penelitian secara deskriptif analitis, berdasarkan data-data yang relevan dengan inti permasalahan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk:
- Akademis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penelitian sejarah keagamaan, khususnya sejarah Islam Indonesia.
- Aplikatif, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang kajian sejarah pendidikan Islam, khususnya yang menyangkut Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber, Wonosobo.
E. Kajian Pustaka
Kepustakaan merupakan bahan-bahan yang dapat dijadikan acuan dan berhubungan dengan pokok permasalahan yang ditulis. Adapun buku-buku yang dijadikan acuan dalam penelitian ini, antara lain: karangan Haidar Putra Daulay yang berjudul Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah (2001). Dalam buku ini dijelaskan bahwa Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal pendidikan Islam itu ditandai dengan adanya hubungan yang erat antara mubaligh dengan masyarakat sekitar lewat kontak informal. Selanjutnya sesuai arus dinamika perkembangan Islam terbentuk pulalah masyarakat Muslim. Dengan terbentuknya masyarakat Muslim maka mulailah rumah ibadah (masjid) dijadikan tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam.
Dalam perkembangan berikutnya lahirlah lembaga pendidikan di luar masjid. Lembaga ini di Jawa disebut pesantren, di Aceh disebut rangkang dan dayah, di Sumatera Barat disebut surau. Di lembaga-lembaga pendidikan ini terkonsentrasilah pelajaran yang mengajarkan ilmu-ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, dengan menggunakan metode sorogan, wetonan, dan hafalan. Sesuai dengan perkembangan jaman, sebagian pesantren telah menginovasi diri, sehingga terjadilah pembaharuan-pembaharuan di dunia pesantren baik ditinjau dari segi isi atau materi yang diajarkan maupun dari metode pengajaran.
Dalam buku ini juga dijabarkan secara jelas tentang seputar tiga lembaga pendidikan, yaitu: pesantren, sekolah, dan madrasah. Setelah memasuki abad XX, di kalangan dunia Islam termasuk Indonesia telah dimasuki semangat pembaharuan, yang digambarkan sebagai kebangkitan, pembaharuan, dan pencerahan. Ide pembaharuan itu juga memasuki dunia pendidikan.
M. Bahri Ghazali dalam bukunya Pesantren Berwawasan Lingkungan (2001) membahas tentang karakterisrik dan fungsi pondok pesantren. M. Bahri Ghazali membagi pondok pesantren menjadi tiga tipe, yaitu: pondok pesantren yang bersifat tradisional, pondok pesantren modern, dan pondok pesantren komprehensif. Ketiga tipe pondok pesantren tersebut memberikan gambaran bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah, dan lembaga pendidikan masyarakat.
Dalam buku ini juga dibahas mengenai karakteristik atau unsur-unsur yang dimiliki oleh pesantren, yaitu: kyai, santri, masjid, pondok atau asrama, dan pengajaran ilmu-ilmu agama Islam. Dalam perkembangannya, pesantren bukan hanya terbatas sebagai lembaga pendidikan keagamaan saja, tetapi juga sebagai lembaga pengembangan masyarakat. Pesantren terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman, begitu juga dengan fungsi pesantren yang dapat dibagi menjadi: pesantren sebagai lembaga pendidikan, sebagai lembaga dakwah, sebagai lembaga sosial masyarakat.
Deliar Noer dalam bukunya Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900 – 1942 (1982) menjabarkan tentang pertumbuhan gerakan modern Islam dalam bidang sosial, politik, dan pendidikan. Pertumbuhan pemikiran dan kegiatan pembaharuan tersebut pada umumnya dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gerakan pendidikan dan sosial di satu pihak, dan gerakan politik di pihak lain.
Golongan modern Islam tidak berhasil membangun satu macam sistem pendidikan. Sistem pendidikan Indonesia yang dualistis, seperti dicerminkan oleh adanya sistem Barat dan sistem pesantren. Dualisme ini terdapat baik pada tingkat rendah maupun menengah, disamping dalam jenis pelajaran, juga dalam buku-buku pelajaran yang dipakai dan dalam staf pengajar.
Buku yang lain yaitu karangan Husni Rahim, yang berjudul Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (2001). Posisi pendidikan Islam dapat diidentifikasi sedikitnya dalam tiga pengertian. Pertama, Pendidikan Islam adalah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti: pesantren, pengajian, dan madrasah diniyah. Kedua, Pendidikan Islam adalah muatan atau materi pendidikan agama Islam dalam kurikulum pendidikan nasional. Ketiga, Pendidikan Islam merupakan ciri khas dari lembaga pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh Departemen Agama dalam bentuk madrasah, dan oleh organisasi serta yayasan keagamaan Islam dalam bentuk sekolah-sekolah Islam.
Visi pendidikan Islam masa depan adalah terciptanya sistem pendidikan yang Islami, populis, berorientasi mutu dan kebhinekaan. Pendidikan Islam dilaksanakan dengan mengejawantahkan nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan dan perilaku semua komponen pendidikan, mulai dari pimpinan sampai dengan siswa. Dalam buku ini juga diuraikan latar belakang dan sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebagai wawasan untuk melakukan perubahan.
Buku lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Biografi KH. Muntaha Al-Hafidz Ulama Multidimensi (2004) karangan Elis Suyono dan Samsul Munir Amin. Dalam buku ini, di awal dijabarkan mengenai riwayat pendidikan, kepribadian, dan pedoman serta pandangan hidup KH. Muntaha Al-Hafidz. Pada bab berikutnya membahas tentang peran KH. Muntaha dalam perjuangan kemerdekaan. KH. Muntaha ikut berjuang dalam Barisan Muslim Temanggung (BMT). Tokoh dari pesantren yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan RI di wilayah Kedu, antara lain KH. Subkhi Parakan yang terkenal dengan “Bambu Runcing”.
KH. Muntaha Al-Hafidz merupakan penerus Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah generasi keempat, sejak tahun 1950. Dibawah kepemimpinan KH. Muntaha Al-Hafidz, Pesantren mengalami kemajuan yang pesat baik dalam bidang pendidikan maupun dalam dakwah Islam. KH. Muntaha Al-Hafidz memiliki pedoman “Melestarikan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”.
Pada tahun 1956, KH. Muntaha Al-Hafidz dipercaya menjabat sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo. KH. Muntaha Al-Hafidz juga diangkat sebagai anggota konstituante RI di Bandung, mewakili Nahdhatul Ulama wilayah Jawa Tengah. KH. Muntaha Al-Hafidz juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) masa kerja 1998-2003.
Setelah Nahdhatul Ulama (NU) menyatakan kembali ke khittah 1926 pada Muktamar XXVII di Situbondo Jawa Timur tahun 1984, orientasi politik KH. Muntaha Al-Hafidz juga diubah. Dari berbagai pengalaman perjuangan politik dan fisik, akhirnya KH. Muntaha Al-Hafidz menyimpulkan bahwa ”Perjuangan yang relevan dengan tujuan untuk memajukan umat Islam adalah lewat pendidikan dan mempererat kerjasama dengan Pemerintah”.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah mencari kebenaran dari asas-asas gejala alam, masyarakat atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu yang bersangkutan agar sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah kritis, yaitu proses menyeleksi dan menganalisa secara kritis terhadap data-data yang didapat dari berbagai macam sumber. Adapun hal-hal yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mencakup lingkup spasial dan temporal. Lingkup spasial merupakan lingkup yang membatasi tempat dimana akan diadakan penelitian. Lingkup temporal akan membatasi waktu atau periode tertentu dalam penelitian. Lingkup spasial dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah yang terdapat di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Lingkup temporal meliputi periode 1962 – 1994. Alasan menentukan tahun 1962-1994 adalah tahun 1962 KH. Muntaha Al-Hafidz mulai melakukan modernisasi pendidikan di pesantrennya dan sampai tahun 1994, yaitu batas waktu untuk mengetahui perkembangan yang dilakukan Ponpes Al-Asy’ariyyah dalam rangka modernisasi pendidikan dan juga saat Al-Qur'an Akbar selesai dibuat, dalam rangka dakwah Islam. Dengan adanya pembatasan lingkup spasial dan temporal ini diharapkan dapat menghasilkan suatu kajian yang terjaga ke-objektifitasnya.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Dokumen
Sumber-sumber penulisan sejarah adalah dokumen-dokumen tertulis yang dapat berupa surat-surat, laporan-laporan, surat kabar serta arsip-arsip. Dokumen berfungsi untuk menguji dan memberikan gambaran kepada teori, sehingga akan memberikan fakta untuk memperoleh pengertian sejarah tentang fenomena yang unik.
Sumber dokumen dalam penelitian ini, diperoleh dari: kesekretariatan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber, Kantor Departemen Agama Wonosobo, bagian Tata Usaha (MTs. Ma’arif Kalibeber, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jawa Tengah, SMP Takhassus, dan SMA Takhassus Kalibeber). Dokumen yang didapat dari Ponpes Al-Asy’ariyyah, antara lain: dokumen Visi, Misi, dan Tujuan Ponpes Al-Asy’ariyyah Kalibeber,dan dokumen Qonun / Tata Tertib Pokok Ponpes Al- Asy’ariyyah Kalibeber.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian, dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan. Wawancara ini dapat melengkapi informasi yang kurang jelas dari suatu dokumen, sekaligus sebagai alat penguji kebenaran dan kaabsahan data.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah model wawancara terstruktur, yaitu sebelum melakukan wawancara kepada narasumber, terlebih dahulu menyiapkan alat bantu dan juga materi pertanyaan yang ingin disampaikan. Wawancara dilakukan di beberapa lembaga atau instansi dan nara sumber yang terkait dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada Habibullah Idris dan A. Faqih Muntaha. Wawancara juga dilakukan kepada: Pengurus Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah, Santri dan alumni Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah, guru dan karyawan (SMP Takhassus, SMA Takhassus, dan MTs. Ma’arif), pengurus IIQ periode 1994 dan periode sekarang, Kepala Departemen Agama Wonosobo, tokoh masyarakat Kalibeber, wali murid alumni (SMP Takhassus, SMA Takhassus, dan MTs. Ma’arif).
c. Studi Pustaka
Untuk melengkapi data digunakan buku-buku literatur yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah referensi yang berupa buku-buku yang berhubungan dengan sejarah keagamaan, khususnya sejarah keagamaan Islam dan pengembangannya. Dalam penelitian ini, buku-buku literatur diperoleh dari : Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Monumen Pers Surakarta, Perpustakaan Umum Wonosobo, dan Perpustakaan Universitas Sains Al-Qur’an Kalibeber.
3. Teknik Analisa
Dalam penelitian ini, data dianalisa secara historis, yaitu dengan melihat urutan peristiwa secara kronologis sesuai dengan periode dalam sejarah. Analisa dilakukan setelah data terkumpul, baik data yang diperoleh dari hasil wawancara, sumber dokumen, maupun dari buku-buku literatur. Data yang telah terkumpul lalu diseleksi, dianalisa dan diinterpretasikan isinya sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga menghasilkan suatu historiografi yang berbentuk dekriptif-analitis.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang singkat, tetapi menyeluruh dalam skripsi ini. Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi yang berjudul “ Peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber Dalam Pendidikan dan Dakwah Islam Tahun 1962-1994” ini adalah sebagai berikut: Bab 1. Pendahuluan, terdiri atas: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang meliputi: lokasi penelitian; teknik pengumpulan data yang mencakup: studi dokumen, wawancara, dan studi pustaka; teknik analisa; dan sistematika skripsi ini.
Bab II.Perkembangan dan karakteristik Pondok Pesantren di Indonesia, meliputi: A. Proses Islamisasi di Indonesia, B. Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia yang terdiri atas: pengertian pondok pesantren; awal pertumbuhan pondok pesantren di Indonesia; pondok pesantren pada masa penjajahan Belanda; pondok pesantren pada masa penjajahan Jepang; pondok pesantren pada masa kemerdekaan RI, C. Karakteristik dan Fungsi Pondok Pesantren yang terdiri atas: tipologi pondok pesantren; karakteristik pondok pesantren; sistem pendidikan pondok pesantren; dan fungsi pondok pesantren.
Bab III. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber, meliputi: A. Kondisi Umum Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber yang terdiri atas: letak geografis; tinjauan sejarah Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber, struktur organisasi; keadaan ustad dan santri, B. Kondisi Khusus Pondok Pesanren Al-Asy’ariyyah Kalibeber yang terdiri atas: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber; Pelaksanaan sistem menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber.
Bab IV. Peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber Dalam Pendidikan dan Dakwah Islam Tahun 1962-1994, meliputi: A. Peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber Dalam Pendidikan yang terdiri atas: mendirikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Ma’arif; Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ); SMP dan SMA Takhassus Al- Qur’an, B. Peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber Dalam Dakwah Islam yang terdiri atas: Pengajian umum Selasa Wage; Korp Dakwah Santri (Kodasa); dan pembuatan Al-Qur’an akbar.
Bab V. Simpulan, yang merupakan hasil temuan penelitian dan merupakan jawaban dari rumusan masalah.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Menurut hasil seminar “Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963, Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau sekitar abad VII sampai VIII Masehi. Daerah pertama yang didatangi Islam adalah pesisir pantai Sumatera, dan kerajaan Islam pertama berada di Aceh. Bertolak dari hasil seminar tersebut di atas, diperkirakan sekitar Abad VII-VIII Masehi telah tumbuh pusat-pusat pendidikan di Indonesia.
Pada tahap awal, pendidikan Islam ditandai dengan adanya hubungan yang erat antara mubaligh dengan masyarakat sekitar. Selanjutnya sesuai dengan arus dinamika perkembangan Islam, terbentuklah masyarakat muslim. Dengan terbentuknya masyarakat muslim, maka mulailah rumah ibadah (masjid) dijadikan tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Dalam perkembangan berikutnya, lahirlah lembaga pendidikan Islam di luar masjid. Lembaga ini di Jawa disebut pesantren, di Aceh disebut dengan rangkang dan dayah, di Sumatera Barat disebut dengan surau. Di lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut, maka terkonsentrasilah pengkajian ilmu-ilmu agama lewat kitab-kitab klasik.
Adapun istilah pondok diambil dari bahasa Arab Al-funduq yang berarti penginapan atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, jadi istilah pondok pesantren dapat diartikan dengan asrama atau tempat tinggal santri dan kyai, yang mengadakan kegiatan belajar-mengajar agama Islam.
Pesantren pertama kali berdiri pada masa Walisongo, Syaikh Malik Ibrahim atau dikenal dengan sebutan Syaikh Maghribi dianggap sebagai pendiri pesantren pertama di tanah Jawa. Pada periode berikutnya, berdirinya pondok pesantren tidak lepas dari kehadiran seorang kyai. Kyai merupakan tokoh sentral dalam suatu pesantren, maju mundurnya pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma seorang kyai.
Orientasi pesantren adalah memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Diharapkan seorang santri yang keluar dari pesantren telah memahami beraneka ragam mata pelajaran agama, dengan kemampuan merujuk kepada kitab-kitab klasik. Untuk mengajarkan kitab-kitab klasik, seorang kyai menggunakan metode tradisional, yaitu dengan metode wetonan, sorogan, dan hafalan.
Pada masa kolonial, Belanda menjalankan kebijakan pendidikan yang diskriminatif, sehingga masyarakat pribumi sangat sulit untuk mobilitas vertikal lewat pendidikan. Belanda melarang pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah umum, dengan alasan untuk menjaga kenetralan. Akibat dari kebijakan pendidikan Belanda, maka timbul dikotomi keilmuan dalam pendidikan Islam. Pesantren menjadi tidak berkembang, sebagai akibat kebijakan pendidikan yang dikeluarkan kolonial Belanda. Akibat kebijakan pendidikan kolonial Belanda ini, mendorong lahirnya organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam, yang salah satu sasarannya adalah dalam bidang pendidikan.
Pada awal abad XX, timbul upaya pembaharuan sistem pendidikan Islam di Indonesia, baik dari segi metode yang diajarkan maupun materinya. Dari segi metode tidak lagi semata-mata memakai sistem sorogan dan wetonan, tetapi sistem klasikal juga telah mulai diperkenalkan. Dari segi materi pelajaran, mulai diperkenalkan mata pelajaran umum pada lembaga-lembaga pendidikan Islam. Realisasi dari ide pembaharuan tersebut adalah munculnya usaha mendirikan madrasah.
Secara faktual ada tiga tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat, yang meliputi: Pertama, Pondok Pesantren Tradisional yaitu pondok pesantren yang masih mempertahankan bentuk aslinya, dengan mengajarkan kitab-kitab klasik yang ditulis oleh ulama abad XV. Kedua, Pondok Pesantren Modern merupakan pondok pesantren yang meninggalkan sistem belajar secara tradisional. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara nasional. Perbedaannya dengan sekolah dan madrasah terletak pada porsi pendidikan agama dan bahasa Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal. Ketiga, Pondok Pesantren Komprehensif merupakan pondok pesantren yang menggabungkan antara sistem pendidikan tradisional dan modern.
Salah satu pondok pesantren yang termasuk dalam Pondok Pesantren Komprehensif adalah Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah Kalibeber. Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah Kalibeber berada di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah Kalibeber merupakan pondok pesantren tertua yang berada di Kabupaten Wonosobo. Pesantren yang didirikan oleh KH. Muntaha bin Nida Muhammad tahun 1832, itu mula-mula hanya berupa pondok yang masih sangat sederhana.
Pondok pesantren peninggalan KH. Muntaha (wafat 1860), ini berturut-turut diteruskan oleh KH. Abdurrahim (wafat 1916), kemudian diteruskan oleh KH. Asy’ari (wafat 1949). Sejak tahun 1950, kepemimpinan pondok pesantren diteruskan oleh KH. Muntaha Al-Hafidz yang secara genealogis adalah putra dari KH. Asy’ari bin KH. Abdurrahim bin KH. Muntaha.
Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah pada masa awalnya merupakan pesantren sederhana yang menampung beberapa santri saja, yang ingin belajar tentang baca tulis Al-Qur’an, ilmu fiqh, dan tauhid. Sejak pesantren dipimpin oleh KH. Muntaha Al-Hafidz, tahun 1950, berbagai langkah inovatif dan pengembangan mulai dilakukan. KH. Muntaha Al-Hafidz memiliki pedoman “Melestarikan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”. KH. Muntaha Al-Hafidz masih mempertahankan sistem pendidikan yang mengkaji Al-Qur’an (dengan Tahfidzul Qur’an) dan kajian Kitab Kuning.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, mengandung makna bahwa titik pusat pengembangan keilmuan di lembaga ini adalah ilmu-ilmu agama. Pemahaman fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan terletak pada kesiapan pesantren dalam menyiapkan diri untuk ikut serta dalam pembangunan di bidang pendidikan, dengan jalan adanya perubahan sistem pendidikan yang sesuai dengan kemajuan zaman. Hal ini terlihat dari sebagian pesantren yang mulai mengajarkan ilmu-ilmu umum (ilmu sosial, humaniora, dan ilmu-ilmu kealaman), sebagai penunjang dari ilmu agama. Kalaupun sekarang ini ada pesantren yang membuka sekolah-sekolah umum, itu dapat diterima sebagai dinamika dari dunia pesantren.
Seperti yang terjadi pada Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah tahun 1962, KH. Muntaha Al-Hafidz juga mulai mengembangkan konsep modernisasi pendidikan pesantren. Pengembangan konsep modernisasi pendidikan yang dilakukan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah, yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah formal yang menggunakan sistem gabungan antara sistem Diknas (Pendidikan Nasional) dengan sistem Ketakhassusan.
KH. Muntaha Al-Hafidz mempunyai keinginan agar para santrinya tidak hanya menguasai ilmu agama saja, tetapi juga menguasai ilmu-ilmu pengetahuan umum (ilmu sosial,dan ilmu kealaman) dan juga ketrampilan berbahasa (Arab dan Inggris). KH. Muntaha Al-Hafidz berharap para santri lulusannya memiliki akhlak yang baik sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist, dan juga mampu bersaing dalam lingkungan pekerjaan.
Pengertian pondok pesantren sebagai lembaga dakwah dalam masyarakat, yaitu suatu kegiatan untuk menumbuhkan kesadaran beragama dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen sebagai seorang muslim. Sebenarnya secara mendasar seluruh kegiatan pesantren baik di dalam maupun di luar pondok adalah suatu bentuk kegiatan dakwah, sebab pada hakekatnya pesantren berdiri tidak lepas dari tujuan agama secara total. Keberadaan pesantren di tengah masyarakat merupakan suatu lembaga yang bertujuan untuk menegakkan kalimat Allah, dalam pengertian penyebaran ajaran Islam agar pemeluknya memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan sebenarnya.
Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah merupakan lembaga pendidikan Islam, yang salah satu fungsinya adalah sebagai lembaga dakwah Islam. Wujud nyata kegiatan yang dikembangkan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah sebagai lembaga dakwah Islam, antara lain: mengadakan pengajian kataman Qur’an, pengajian umum “Selasa Wage”, pengajian bulan Ramadhan, dan pengajian pada peringatan hari-hari besar agama Islam. Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber juga membentuk Korp Dakwah Santri (Kodasa), yang merupakan wadah bagi aktivitas para santrinya dalam dakwah Islam. Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber juga berhasil membuat Al-Qur’an Akbar, dalam rangka dakwah Islam.
Dari pemaparan tersebut di atas, maka menarik untuk diteliti bagaimana peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber dalam pendidikan dan dakwah Islam tahun 1962-1994.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan dan karakteristik Pondok Pesantren di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan dan sistem pendidikan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber?
3. Bagaimana peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber dalam pendidikan dan dakwah Islam tahun 1962-1994?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana perkembangan dan karakteristik Pondok Pesantren di Indonesia.
2. Mengetahui bagaimana perkembangan dan sistem pendidikan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber.
3. Mengetahui bagaimana peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber dalam pendidikan dan dakwah Islam tahun 1962-1994 ?
D. Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian dapat dijelaskan melalui penulisan hasil penelitian secara deskriptif analitis, berdasarkan data-data yang relevan dengan inti permasalahan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk:
- Akademis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penelitian sejarah keagamaan, khususnya sejarah Islam Indonesia.
- Aplikatif, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang kajian sejarah pendidikan Islam, khususnya yang menyangkut Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber, Wonosobo.
E. Kajian Pustaka
Kepustakaan merupakan bahan-bahan yang dapat dijadikan acuan dan berhubungan dengan pokok permasalahan yang ditulis. Adapun buku-buku yang dijadikan acuan dalam penelitian ini, antara lain: karangan Haidar Putra Daulay yang berjudul Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah (2001). Dalam buku ini dijelaskan bahwa Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal pendidikan Islam itu ditandai dengan adanya hubungan yang erat antara mubaligh dengan masyarakat sekitar lewat kontak informal. Selanjutnya sesuai arus dinamika perkembangan Islam terbentuk pulalah masyarakat Muslim. Dengan terbentuknya masyarakat Muslim maka mulailah rumah ibadah (masjid) dijadikan tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam.
Dalam perkembangan berikutnya lahirlah lembaga pendidikan di luar masjid. Lembaga ini di Jawa disebut pesantren, di Aceh disebut rangkang dan dayah, di Sumatera Barat disebut surau. Di lembaga-lembaga pendidikan ini terkonsentrasilah pelajaran yang mengajarkan ilmu-ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, dengan menggunakan metode sorogan, wetonan, dan hafalan. Sesuai dengan perkembangan jaman, sebagian pesantren telah menginovasi diri, sehingga terjadilah pembaharuan-pembaharuan di dunia pesantren baik ditinjau dari segi isi atau materi yang diajarkan maupun dari metode pengajaran.
Dalam buku ini juga dijabarkan secara jelas tentang seputar tiga lembaga pendidikan, yaitu: pesantren, sekolah, dan madrasah. Setelah memasuki abad XX, di kalangan dunia Islam termasuk Indonesia telah dimasuki semangat pembaharuan, yang digambarkan sebagai kebangkitan, pembaharuan, dan pencerahan. Ide pembaharuan itu juga memasuki dunia pendidikan.
M. Bahri Ghazali dalam bukunya Pesantren Berwawasan Lingkungan (2001) membahas tentang karakterisrik dan fungsi pondok pesantren. M. Bahri Ghazali membagi pondok pesantren menjadi tiga tipe, yaitu: pondok pesantren yang bersifat tradisional, pondok pesantren modern, dan pondok pesantren komprehensif. Ketiga tipe pondok pesantren tersebut memberikan gambaran bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah, dan lembaga pendidikan masyarakat.
Dalam buku ini juga dibahas mengenai karakteristik atau unsur-unsur yang dimiliki oleh pesantren, yaitu: kyai, santri, masjid, pondok atau asrama, dan pengajaran ilmu-ilmu agama Islam. Dalam perkembangannya, pesantren bukan hanya terbatas sebagai lembaga pendidikan keagamaan saja, tetapi juga sebagai lembaga pengembangan masyarakat. Pesantren terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman, begitu juga dengan fungsi pesantren yang dapat dibagi menjadi: pesantren sebagai lembaga pendidikan, sebagai lembaga dakwah, sebagai lembaga sosial masyarakat.
Deliar Noer dalam bukunya Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900 – 1942 (1982) menjabarkan tentang pertumbuhan gerakan modern Islam dalam bidang sosial, politik, dan pendidikan. Pertumbuhan pemikiran dan kegiatan pembaharuan tersebut pada umumnya dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gerakan pendidikan dan sosial di satu pihak, dan gerakan politik di pihak lain.
Golongan modern Islam tidak berhasil membangun satu macam sistem pendidikan. Sistem pendidikan Indonesia yang dualistis, seperti dicerminkan oleh adanya sistem Barat dan sistem pesantren. Dualisme ini terdapat baik pada tingkat rendah maupun menengah, disamping dalam jenis pelajaran, juga dalam buku-buku pelajaran yang dipakai dan dalam staf pengajar.
Buku yang lain yaitu karangan Husni Rahim, yang berjudul Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (2001). Posisi pendidikan Islam dapat diidentifikasi sedikitnya dalam tiga pengertian. Pertama, Pendidikan Islam adalah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti: pesantren, pengajian, dan madrasah diniyah. Kedua, Pendidikan Islam adalah muatan atau materi pendidikan agama Islam dalam kurikulum pendidikan nasional. Ketiga, Pendidikan Islam merupakan ciri khas dari lembaga pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh Departemen Agama dalam bentuk madrasah, dan oleh organisasi serta yayasan keagamaan Islam dalam bentuk sekolah-sekolah Islam.
Visi pendidikan Islam masa depan adalah terciptanya sistem pendidikan yang Islami, populis, berorientasi mutu dan kebhinekaan. Pendidikan Islam dilaksanakan dengan mengejawantahkan nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan dan perilaku semua komponen pendidikan, mulai dari pimpinan sampai dengan siswa. Dalam buku ini juga diuraikan latar belakang dan sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebagai wawasan untuk melakukan perubahan.
Buku lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Biografi KH. Muntaha Al-Hafidz Ulama Multidimensi (2004) karangan Elis Suyono dan Samsul Munir Amin. Dalam buku ini, di awal dijabarkan mengenai riwayat pendidikan, kepribadian, dan pedoman serta pandangan hidup KH. Muntaha Al-Hafidz. Pada bab berikutnya membahas tentang peran KH. Muntaha dalam perjuangan kemerdekaan. KH. Muntaha ikut berjuang dalam Barisan Muslim Temanggung (BMT). Tokoh dari pesantren yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan RI di wilayah Kedu, antara lain KH. Subkhi Parakan yang terkenal dengan “Bambu Runcing”.
KH. Muntaha Al-Hafidz merupakan penerus Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah generasi keempat, sejak tahun 1950. Dibawah kepemimpinan KH. Muntaha Al-Hafidz, Pesantren mengalami kemajuan yang pesat baik dalam bidang pendidikan maupun dalam dakwah Islam. KH. Muntaha Al-Hafidz memiliki pedoman “Melestarikan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”.
Pada tahun 1956, KH. Muntaha Al-Hafidz dipercaya menjabat sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo. KH. Muntaha Al-Hafidz juga diangkat sebagai anggota konstituante RI di Bandung, mewakili Nahdhatul Ulama wilayah Jawa Tengah. KH. Muntaha Al-Hafidz juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) masa kerja 1998-2003.
Setelah Nahdhatul Ulama (NU) menyatakan kembali ke khittah 1926 pada Muktamar XXVII di Situbondo Jawa Timur tahun 1984, orientasi politik KH. Muntaha Al-Hafidz juga diubah. Dari berbagai pengalaman perjuangan politik dan fisik, akhirnya KH. Muntaha Al-Hafidz menyimpulkan bahwa ”Perjuangan yang relevan dengan tujuan untuk memajukan umat Islam adalah lewat pendidikan dan mempererat kerjasama dengan Pemerintah”.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah mencari kebenaran dari asas-asas gejala alam, masyarakat atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu yang bersangkutan agar sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah kritis, yaitu proses menyeleksi dan menganalisa secara kritis terhadap data-data yang didapat dari berbagai macam sumber. Adapun hal-hal yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mencakup lingkup spasial dan temporal. Lingkup spasial merupakan lingkup yang membatasi tempat dimana akan diadakan penelitian. Lingkup temporal akan membatasi waktu atau periode tertentu dalam penelitian. Lingkup spasial dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah yang terdapat di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Lingkup temporal meliputi periode 1962 – 1994. Alasan menentukan tahun 1962-1994 adalah tahun 1962 KH. Muntaha Al-Hafidz mulai melakukan modernisasi pendidikan di pesantrennya dan sampai tahun 1994, yaitu batas waktu untuk mengetahui perkembangan yang dilakukan Ponpes Al-Asy’ariyyah dalam rangka modernisasi pendidikan dan juga saat Al-Qur'an Akbar selesai dibuat, dalam rangka dakwah Islam. Dengan adanya pembatasan lingkup spasial dan temporal ini diharapkan dapat menghasilkan suatu kajian yang terjaga ke-objektifitasnya.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Dokumen
Sumber-sumber penulisan sejarah adalah dokumen-dokumen tertulis yang dapat berupa surat-surat, laporan-laporan, surat kabar serta arsip-arsip. Dokumen berfungsi untuk menguji dan memberikan gambaran kepada teori, sehingga akan memberikan fakta untuk memperoleh pengertian sejarah tentang fenomena yang unik.
Sumber dokumen dalam penelitian ini, diperoleh dari: kesekretariatan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber, Kantor Departemen Agama Wonosobo, bagian Tata Usaha (MTs. Ma’arif Kalibeber, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jawa Tengah, SMP Takhassus, dan SMA Takhassus Kalibeber). Dokumen yang didapat dari Ponpes Al-Asy’ariyyah, antara lain: dokumen Visi, Misi, dan Tujuan Ponpes Al-Asy’ariyyah Kalibeber,dan dokumen Qonun / Tata Tertib Pokok Ponpes Al- Asy’ariyyah Kalibeber.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian, dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan. Wawancara ini dapat melengkapi informasi yang kurang jelas dari suatu dokumen, sekaligus sebagai alat penguji kebenaran dan kaabsahan data.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah model wawancara terstruktur, yaitu sebelum melakukan wawancara kepada narasumber, terlebih dahulu menyiapkan alat bantu dan juga materi pertanyaan yang ingin disampaikan. Wawancara dilakukan di beberapa lembaga atau instansi dan nara sumber yang terkait dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada Habibullah Idris dan A. Faqih Muntaha. Wawancara juga dilakukan kepada: Pengurus Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah, Santri dan alumni Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah, guru dan karyawan (SMP Takhassus, SMA Takhassus, dan MTs. Ma’arif), pengurus IIQ periode 1994 dan periode sekarang, Kepala Departemen Agama Wonosobo, tokoh masyarakat Kalibeber, wali murid alumni (SMP Takhassus, SMA Takhassus, dan MTs. Ma’arif).
c. Studi Pustaka
Untuk melengkapi data digunakan buku-buku literatur yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah referensi yang berupa buku-buku yang berhubungan dengan sejarah keagamaan, khususnya sejarah keagamaan Islam dan pengembangannya. Dalam penelitian ini, buku-buku literatur diperoleh dari : Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Monumen Pers Surakarta, Perpustakaan Umum Wonosobo, dan Perpustakaan Universitas Sains Al-Qur’an Kalibeber.
3. Teknik Analisa
Dalam penelitian ini, data dianalisa secara historis, yaitu dengan melihat urutan peristiwa secara kronologis sesuai dengan periode dalam sejarah. Analisa dilakukan setelah data terkumpul, baik data yang diperoleh dari hasil wawancara, sumber dokumen, maupun dari buku-buku literatur. Data yang telah terkumpul lalu diseleksi, dianalisa dan diinterpretasikan isinya sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga menghasilkan suatu historiografi yang berbentuk dekriptif-analitis.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang singkat, tetapi menyeluruh dalam skripsi ini. Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi yang berjudul “ Peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber Dalam Pendidikan dan Dakwah Islam Tahun 1962-1994” ini adalah sebagai berikut: Bab 1. Pendahuluan, terdiri atas: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang meliputi: lokasi penelitian; teknik pengumpulan data yang mencakup: studi dokumen, wawancara, dan studi pustaka; teknik analisa; dan sistematika skripsi ini.
Bab II.Perkembangan dan karakteristik Pondok Pesantren di Indonesia, meliputi: A. Proses Islamisasi di Indonesia, B. Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia yang terdiri atas: pengertian pondok pesantren; awal pertumbuhan pondok pesantren di Indonesia; pondok pesantren pada masa penjajahan Belanda; pondok pesantren pada masa penjajahan Jepang; pondok pesantren pada masa kemerdekaan RI, C. Karakteristik dan Fungsi Pondok Pesantren yang terdiri atas: tipologi pondok pesantren; karakteristik pondok pesantren; sistem pendidikan pondok pesantren; dan fungsi pondok pesantren.
Bab III. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber, meliputi: A. Kondisi Umum Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber yang terdiri atas: letak geografis; tinjauan sejarah Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber, struktur organisasi; keadaan ustad dan santri, B. Kondisi Khusus Pondok Pesanren Al-Asy’ariyyah Kalibeber yang terdiri atas: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber; Pelaksanaan sistem menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber.
Bab IV. Peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber Dalam Pendidikan dan Dakwah Islam Tahun 1962-1994, meliputi: A. Peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber Dalam Pendidikan yang terdiri atas: mendirikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Ma’arif; Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ); SMP dan SMA Takhassus Al- Qur’an, B. Peran Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber Dalam Dakwah Islam yang terdiri atas: Pengajian umum Selasa Wage; Korp Dakwah Santri (Kodasa); dan pembuatan Al-Qur’an akbar.
Bab V. Simpulan, yang merupakan hasil temuan penelitian dan merupakan jawaban dari rumusan masalah.
Komentar