Mengelola Stres Kerja

FOKUS EKONOMI, AGUSTUS 2004
MENGELOLA STRES KERJA
Oleh : Eko Sasono
Universitas Pandanaran Semarang

ABSTRAK
Ada tiga kategori sumber potensial stres yaitu faktor lingkungan (ketidakpastian ekonomi, politik, teknologi), faktor organisasional (tuntutan tugas, peran dan hubungan antar pribadi; struktur, kepemimpinan dan tahap hidup organisasi), faktor individu (masalah keluarga, ekonomi dan kepribadian). Apakah faktor-faktor ini mengarah ke stres yang aktual bergantung pada perbedaan individual seperti pengalaman kerja dan kepribadian. Bila stres dialami oleh seorang individu, gejalanya dapat muncul sebagai keluaran fisiologis (sakit kepala, tekanan darah tinggi, penyakit jantung), psikologis (kecemasan, murung, berkurangnya kepuasan kerja), dan perilaku (produktivitas, kemangkiran, tingkat keluarnya karyawan).
Dalam mengelola stres ada 2 pendekatan yang bisa diterapkan yaitu pendekatan individu dan organisasional. Pendekatan individual mencakup pelaksanaan teknik manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan relaksasi dan perluasan jaringan dukungan sosial. Pendekatan organisasional mencakup perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja, penempatan tujuan yang realistis, perancangan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi organisasi dan pelaksanaan program kesejahteraan.

Kata kunci : sumber potensial stres, gejala stres, mengelola stres.

PENDAHULUAN
Dewasa ini tempat kerja yang berubah dan bersaing menambah tingkat stres di kalangan para pekerja dan juga manajer. Misalnya, sebuah survei atas pekerja Amerika Serikat menemukan bahwa 46 persen merasakan pekerjaan mereka sebagai penuh dengan stres dan 34 persen berpikir serius untuk keluar dari pekerjaan mereka 12 bulan sebelumnya karena stres di tempat kerja. (Schellhardt : 1996). Di Asia, semakin banyak manager memperlihatkan tanda-tanda kelelahan dan kehabisan tenaga yang kronis, dan terus bertambah keprihatinan di kalangan eksekutif senior di Asia bahwa manager yang kehabisan tenaga dapat berarti kehancuran perusahaan. (Abdoolcarim : 1995)
Banyak eksekutif yang maju pesat justru dibawah tekanan dan menikmati ketegangan yang datang dari persaingan dan prestasi. Tetapi orang dapat kehabisan tenaga dan itu jelas semakin banyak terjadi di kalangan sejumlah manager Asia. Mereka memperlihatkan tanda-tanda kelelahan kronis seperti kemurungan, kelesuan, perilaku yang aneh, penyakit fisik ringan dan masalah keluarga yang semakin menumpuk.
Fokus Ekonomi – Vol.3 – No.2 – Agustus 2004
Kebanyakan kita sadar bahwa stres karyawan semakin menjadi masalah dalam organisasi. Kita mendengar tentang karyawan yang membunuh rekan kerja dan supervisornya, selanjutnya kita tahu bahwa penyebab utamanya adalah ketegangan hubungan kerja. Teman-teman mengatakan kepada kita bahwa mereka stres karena muatan kerja yang besar dan harus bekerja lebih lama karena perampingan pada perusahaan mereka. Kita membaca survei dimana para pemberi kerja mengeluh tentang stres yang tercipta dalam usaha mengimbangi kerja dan tanggung jawab keluarga.
STRES KERJA DAN MANAJEMENNYA
Stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. (Schuler : 1980)
Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial. Perhatikan misalnya kinerja yang unggul yang ditunjukkan oleh seorang atlit atau pemanggung dalam situasi-situasi yang "mencekam". Individu semacam itu sering menggunakan stres secara positif untuk meningkatkan kinerja mendekati maksimum mereka.
Apa yang menyebabkan stres ? Apakah konsekuensi-konsekuensinya bagi karyawan individual ? Mengapa serangkaian kondisi yang sama yang menciptakan stres untuk seseorang tampaknya hanya sedikit berdampak atau bahkan tidak sama sekali bagi orang lain ? Gambar 1 memberikan suatu model yang dapat membantu menjawab pertanyaan seperti ini.
Gambar 1.
Sumber potensial
Konsekuensi
Suatu Model Stres

Faktor lingkungan
Ketidakpastian ekonomi
Ketidakpastian politik
Ketidakpastian teknologi

Perbedaan individu
Persepsi
Pengalaman pekerjaan
Dukungan sosial
Keyakinan akan tempat kedudukan kontrol
Sikap permusuhan

Gejala fisiologis
Sakit kepala
Tekanan darah tinggi
Penyakit jantung




Gejala psikologis
Kecemasan
Murung
Berkurangnya kepuasan kerja

Faktor organisasi
Tuntutan tugas
Tuntutan peran
Tuntutan hubungan antarpribadi
Struktur organisasi
Kepemimpinan organisasi
Tahap hidup organisasi





Stres yang dialami

Gejala perilaku
Produktivitas
Kemangkiran
Tingkat keluarnya karyawan

Faktor individu
Masalah keluarga
Masalah ekonomi
Kepribadian






Sumber : Saduran dari C.L. Cooper dan R. Payne, Stress at Work (London : Wiley, 1978); dan Parasuraman dan Alutto, "Sources and Outcomes of Stress in Organizational Settings," h. 330-350, (1978).


Sumber Potensial Stres
Sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1 ada tiga kategori sumber potensial stres : lingkungan, organisasional dan individual.
Faktor Lingkungan. Seperti ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur suatu organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para karyawan dalam organisasi tersebut. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila ekonomi itu mengerut, orang menjadi makin mencemaskan keamanan mereka. Ketidakpastian politik seperti ancaman sparatisme dan perubahan politik dapat menyebabkan stres. Ketidakpastian teknologi merupakan tipe ketiga yang dapat menyebabkan stres. Karena inovasi-inovasi baru dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang karyawan menjadi ketinggalan dalam periode waktu yang sangat singkat, komputer, robot, otomatisasi dan ragam-ragam lain dari inovasi teknologi merupakan ancaman bagi banyak orang dan menyebabkan mereka stres.
Faktor Organisasi. Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, seorang bos yang menuntut dan tidak peka serta rekan sekerja yang tidak menyenangkan merupakan beberapa contoh. Kita telah mengkategorikan faktor-faktor ini di sekitar tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi dan tingkat hidup organisasi.
Tuntutan tugas merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu (otonomi, karagaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak kerja fisik. Lini perakitan dapat memberi tekanan pada orang bila kecepatannya dirasakan sebagai berlebihan. Makin banyak kesalingtergantungan antara tugas seorang dengan tugas orang lain, kehadiran stres makin potensial. Sebaliknya otonomi cenderung mengurangi stres. Pekerjaan di tempat dengan suhu, kebisingan atau kondisi kerja lain yang berbahaya atau sangat tidak diinginkan dapat meningkatkan kecemasan. Demikian juga bekerja dalam suatu kamar yang berjubel atau dalam suatu lokasi yang terbuka sehingga terus menerus terjadi gangguan.
Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali dirujukkan atau dipuaskan. Peran yang kelebihan beban terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran muncul bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan.
Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar khususnya diantara para karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi.
Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada seorang karyawan merupakan suatu contoh dari variabel struktural yang dapat merupakan sumber potensial dari stres.
Kepemimpinan organisasi menggambarkan gaya manajerial dari eksekutif senior organisasi. Beberapa eksekutif senior menciptakan suatu budaya yang dicirikan oleh ketegangan, rasa takut dan kecemasan. Mereka membangun tekanan yang tidak realistis untuk berkinerja dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang sangat ketat dan secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat "mengikuti".
Organisasi berjalan melalui suatu siklus. Didirikan, tumbuh, menjadi dewasa dan akhir-akhirnya merosot. Suatu tahap kehidupan organisasi menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda untuk para karyawan. Tahap pendirian dan kemerosotan sangat menimbulkan stres yang pertama dicirikan oleh besarnya kegairahan dan ketidakpastian sedangkan yang kedua lazimnya menuntut pengurangan, pemberhentian dan serangkaian ketidakpastian yang tidak berbeda. Stres cenderung paling kecil dalam tahap kedewasaan dimana ketidakpastian berada pada titik terendah.
Faktor Individual. Kategori ini mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan seperti persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap hubungan pribadi dan keluarga sebagai sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kesulitan disiplin pada anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi para karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
Masalah ekonomi yang diciptakan oleh individu yang terlalu merentangkan sumber daya keuangan mereka merupakan suatu perangkat kesulitan pribadi lain yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu perhatian mereka terhadap kerja.
Perbedaan Individual
Ada orang yang berkembang dibawah situasi penuh stres, orang lain dilumpuhkan oleh situasi itu. Apakah yang membedakan orang dalam hal kemampuan mereka menangani stres ? Apakah variabel perbedaan individual yang memperlunak hubungan antara penyebab stres potensial dan stres yang dialami ? Sekurang-kurangnya ada lima variabel – persepsi, pengalaman kerja, dukungan sosial, keyakinan akan tempat kedudukan kendali, dan permusuhan – telah ditentukan sebagai pelunak yang relevan.
Persepsi. Karyawan bereaksi untuk menanggapi persepsi mereka terhadap realitas bukannya realitas itu sendiri. Oleh karena itu persepsi akan memperlunak hubungan antara suatu kondisi stres potensial dan reaksi seorang karyawan terhadap kondisi itu. Rasa takut seseorang bahwa ia akan kehilangan pekerjaan karena perusahaannya melakukan PHK massal dapat dipersepsikan oleh seseorang lain sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh pesangon yang besar dan memulai bisnisnya sendiri. Sama halnya apa yang dipersepsikan satu karyawan sebagai suatu lingkungan kerja yang efisien dan menantang dapat dipandang oleh yang lain sebagai mengancam dan menuntut. Jadi potensial stres dalam faktor lingkungan, organisasional dan individual tidaklah dalam kondisi objektifnya melainkan terletak dalam penafsiran seorang karyawan terhadap faktor-faktor itu.
Pengalaman Kerja. Dikatakan orang bahwa pengalaman merupakan guru yang sangat baik. Pengalaman juga dapat merupakan pengurang stres yang sangat baik. Pengalaman pada pekerjaan cenderung berkaitan secara negatif dengan stres kerja.
Dukungan Sosial. Makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa dukungan sosial – yaitu hubungan kolegal dengan rekan sekerja atau supervisor – dapat menyanggah dampak stres. Logika yang mendasari variabel pelunak ini adalah bahwa dukungan sosial bertindak suatu pereda yang mengurangi efek negatif bahkan dari pekerjaan-pekerjaan berkepegangan tinggi. Bagi individu yang kolega kerjanya tidak membantu atau bahkan aktif bermusuhan, dukungan sosial dapat ditemukan diluar pekerjaan itu. Keterlibatan dengan keluarga, teman dan komunitas dapat memberikan dukungan – khususnya bagi mereka yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi – yang tidak diperoleh dari tempat kerja dan ini dapat membuat penyebab stres pekerjaan lebih dapat ditolerir.
Keyakinan Akan Tempat Kedudukan Kendali (Locus of Control). Tempat kedudukan kendali merupakan suatu atribut kepribadian. Mereka dengan tempat kedudukan kendali internal yakin bahwa mereka mengendalikan tujuan akhir mereka sendiri. Mereka dengan tempat kedudukan kendali eksternal yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan luar. Bukti menunjukkan bahwa kaum internal mempersepsikan pekerjaan mereka sebagai kurang mengandung stres dibanding kaum eksternal. Jadi kaum eksternal yang lebih besar kemungkinan merasa tidak berdaya dalam situasi penuh stres dan juga lebih besar kemungkinan mengalami stres.
Permusuhan. Kepribadian tipe A merupakan variabel pelunak yang paling sering digunakan sehubungan dengan stres. Kepribadian tipe A dicirikan oleh perasaan kronis atas keterdesakan waktu dan oleh suatu dorongan kompetitif yang berlebihan. Seorang individu tipe A terlibat secara agresif dalam suatu perjuangan yang tidak henti-henti dan kronis untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat dan kalau perlu dengan melawan upaya-upaya dari sesuatu atau orang-orang lain yang menentangnya. Diyakini kaum tipe A lebih besar kemungkinan mengalami stres di dalam dan di luar pekerjaannya.

Konsekuensi Stres
Stres muncul dalam sejumlah cara yang dikelompokkan dalam tiga kategori umum : gejala fisiologis, psikologis dan perilaku.
Gejala Fisiologis. Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menyebabkan tekanan jantung.
Gejala Psikologis. Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Memang itulah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres itu. Tetapi stres muncul dalam keadaan psikologis lain misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda. Terbukti bahwa bila orang ditempatkan dalam pekerjaan yang mempunyai tuntutan ganda dan berkonflik atau dimana kurang adanya kejelasan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab pemikul pekerjaan, stres dan ketidakpuasan akan meningkat.
Gejala Perilaku. Gejala stres yang dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi, tingkat keluarnya karyawan juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur. Stres pada tingkat rendah sampai sedang merangsang tumbuh dan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi. Pada saat itulah individu sering melakukan tugasnya dengan lebih baik, lebih intensif atau lebih cepat. Tetapi terlalu banyak stres menempatkan tutuntan yang tidak dapat dicapai atau kendala pada seseorang yang mengakibatkan kinerja menjadi lebih rendah.

Mengelola Stres
Dari titik pandang organisasi, manajemen mungkin tidak perduli bila karyawan mengalami tingkat stres yang rendah sampai sedang. Alasannya adalah bahwa tingkat semacam itu dapat bersifat fungsional dan mendorong ke kinerja karyawan yang lebih tinggi. Tetapi tingkat stres yang tinggi atau tingkat rendah tetapi berkepanjangan dapat mendorong ke kinerja karyawan yang menurun dan karenanya menuntut tindakan dari manajemen. Ada dua pendekatan yang bisa dipakai dalam mengelola stres yaitu pendekatan individual dan pendekatan organisasional.
Pendekatan Individual. Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif mencakup pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan relaksasi dan perluasan jaringan dukungan sosial.
Banyak orang mengelola waktunya secara buruk. Hal-hal yang harus mereka selesaikan dalam hari atau pekan tertentu seharusnya selesai jika mereka mengelola waktu dengan baik. Jadi suatu pemahaman dan pemanfaatan dari prinsip-prinsip dasar pengelolaan waktu dapat membantu individu untuk mengatasi dengan lebih baik ketegangan yang diciptakan oleh tuntutan pekerjaan. Beberapa prinsip pengelolaan waktu yang lebih dikenal adalah membuat daftar harian dari kegiatan yang mau diselesaikan, memprioritaskan kegiatan menurut kepentingan dan urgensinya, menjadwalkan kegiatan menurut peringkat prioritas.
Latihan fisik non kompetitif seperti aerobik, berjalan, jogging, berenang dan bersepeda telah lama direkomendasikan oleh para dokter sebagai suatu cara untuk menangani tingkat stres yang berlebihan.
Individu dapat melatih diri untuk mengurangi ketegangan lewat teknik pengenduran seperti meditasi dan hipnotis. Sasarannya adalah mencapai suatu keadaan relaksasi yang dalam, dimana orang merasa santai secara fisik, agak terpisah dari lingkungan sekitar dan melepaskan diri dari sensasi tubuh.
Mempunyai teman, keluarga atau rekan sekerja untuk diajak bicara memberikan suatu saluran keluar bila tingkat stres menjadi berlebihan. Oleh karena itu memperluas jaringan dukungan sosial bisa merupakan suatu cara untuk pengurangan ketegangan. Dukungan sosial melunakkan hubungan antara stres dan hilangnya semangat. Artinya dukungan yang tinggi mengurangi kemungkinan bahwa stres kerja yang berat akan mengakibatkan hilangnya semangat kerja.
Pendekatan Organisasional. Beberapa faktor yang menyebabkan stres – terutama tuntutan tugas dan peran, dan struktur organisasi – dikendalikan oleh manajemen. Dengan demikian faktor-faktor ini dapat dimodifikasi atau diubah. Strategi yang mungkin diinginkan oleh manajemen untuk dipertimbangkan antara lain : perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja, penggunaan penempatan tujuan yang realistis, perancangan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi organisasi, dan pelaksanaan program kesejahteraan perusahaan.
Respons individu terhadap situasi stres berbeda-beda. Individu dengan sedikit pengalaman atau ruang kendali eksternal cenderung lebih rawan stres. Keputusan seleksi dan penempatan hendaknya mempertimbangkan fakta ini.
Individu-individu berkinerja dengan lebih baik bila mereka mempunyai tujuan yang spesifik dan menantang dan menerima umpan balik mengenai kemajuan mereka yang tepat ke arah tujuan ini. Penggunaan tujuan dapat mengurangi stres maupun memberi motivasi.
Merancang ulang pekerjaan untuk memberi kepada karyawan lebih banyak tanggung jawab, lebih banyak kerja yang bermakna, lebih banyak otonomi dan umpan balik yang meningkat dapat mengurangi stres karena faktor-faktor ini memberikan kepada karyawan itu kendali yang lebih besar terhadap kegiatan kerja dan mengurangi ketergantungan pada orang lain. Desain pekerjaan yang tepat untuk karyawan dengan kebutuhan pertumbuhan yang rendah mungkin berupa pengurangan tanggung jawab dan peningkatan spesialisasi. Jika individu lebih menyukai struktur dan rutin, maka mengurangi keragaman keterampilan seharusnya juga mengurangi ketidakpastian dan tingkat stress.
Stres peran kebanyakan bersifat merusak karena karyawan merasa tidak pasti mengenai tujuan, harapan, bagaimana mereka akan dinilai. Dengan memberikan kepada karyawan suatu suara dalam keputusan-keputusan yang secara langsung mempengaruhi kinerja mereka, manajemen dapat meningkatkan kendali karyawan dan mengurangi stres peran ini. Maka para manager hendaknya mempertimbangkan peningkatan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan.
Meningkatkan komunikasi organisasional yang formal dengan para karyawan mengurangi ketidakpastian karena mengurangi ambiguitas peran dan konflik peran. Oleh karena pentingnya peran persepsi dalam memperlunak hubungan stres – respons itu, manajemen juga dapat menggunakan komunikasi yang efektif sebagai cara untuk membentuk persepsi karyawan.
Program kesejahteraan memusatkan perhatian pada keseluruhan kondisi fisik dan mental karyawan. Misalnya, program-program ini secara khusus mengadakan lokakarya untuk membantu orang berhenti merokok, mengendalikan penggunaan alkohol, mengurangi bobot tubuh, makan dengan lebih baik dan mengembangkan suatu program latihan yang teratur. Pengandaian yang mendasari kebanyakan program kesejahteraan adalah bahwa para karyawan perlu memikul tanggung jawab pribadi untuk kesehatan fisik dan mental mereka. Organisasi sekedar merupakan wahana untuk memudahkan tujuan akhir ini.
PENUTUP
Eksistensi stres kerja tidak dengan sendirinya menyiratkan kinerja yang lebih rendah. Bukti menunjukkan bahwa stres dapat berpengaruh positif atau negatif pada kinerja karyawan. Bagi banyak orang kuantitas stres yang rendah sampai sedang, memungkinkan mereka melakukan pekerjaannya dengan lebih baik, dengan meningkatkan intensitas kerja, kewaspadaan dan kemampuan bereaksi. Tetapi tingkat stres yang tinggi atau bahkan tingkat rendah yang berkepanjangan, akhirnya akan meminta korban dan kinerja akan merosot. Dampak stres pada kepuasan jauh lebih langsung. Ketegangan yang dikaitkan dengan pekerjaan cenderung mengurangi kepuasan kerja umum. Meskipun stres tingkat rendah sampai sedang mungkin memperbaiki kinerja, para karyawan merasakan bahwa stres membuat tidak puas.

DAFTAR PUSTAKA
Abdoolcarim, Z. Agustus 1995. "Executive Stress a Company Killer". Asian Business. Tahun 1995. p. 22-26
Cooper, C.L. and Marshall, J. 1976. "Occupational Sources of Stress : A Review of The Literature Relating to Coronary Heart Disease and Mental III Health". Journal of Occupational Psychology Vol. 49 No. 1 Tahun 1976. p. 11-28.
Fox, M.L; Dwyer, DJ; and DC Ganster. April 1993. "Effects of Stressful Job Demands and Control of Physilogical and Attitudinal Outcomes in a Hospital Setting". Academy of Manageemnt Journal Tahun 1993, p. 289-318.
Hackman, J.R. and Oldham, G.R. April 1975. "Development of The Job Diagnostic Survey". Journal of Applied Psychology Tahun 1975. p. 159-170.
Kahn, R.L. and Byosiere, P. 1992. Stress in Organizations. Palo Alto, CA : Consulting Psychologists Press.
Motowidlo, S.J.; Packard JS; and MR Manning. November 1987. "Occupational Stress : Its Causes and Consequences for Job Performance". Journal of Applied Psychology Tahun 1987, p. 619-620.
Schellhardt, T.D. Februari 1996. "The Pressure’s On", Wall Street Journal. Tahun 1996. p. R4
Schuler, R.S. April 1980. "Definition and Conceptualization of Stress in Organizations". Organizational Behavior and Human Performance Tahun 1980. p. 189.
Sullivan, S.E. and Bhagat R.S. Juni 1992. "Organizational Stress, Job Satisfaction and Job Performance : Where Do We Go From Here ?". Journal of Management Tahun 1992. p. 361-364.
Xie, J.L. and Johns, G. Desember 1990. "Job Scope and Stress : Can Job Scope be Too High ?". Academy of Management Journal. Tahun 1990. p. 859-869.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi