JURNAL BISNIS DAN EKONOMI, SEPTEMER 2003

KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI PENGARUH

PERSEPSI KEADILAN ORGANISASIONAL TERHADAP KEINGINAN BERPINDAH

Oleh : Fahrudin Js Pareke,Syamsul Bachri dan *Sih Darmi Astuti*

Dosen Tetap Universitas Bengkulu dan Dosen Tetap * STIE Stikubank Semarang*

ABSTRACT

The stream of researches on Organizational Behavior provided the empirical findings about the effects of distributive and procedural justice on job satisfaction, as well as job satisfaction on intent to leave. However, to date, there is no effort to test the effects of distributive and procedural justice on intent to leave, as well as the mediating role of job satisfaction on the effects distributive and procedural justice on intent to leave. Current research was conducted to investigate those mediating role of job satisfaction. One-hundred-and-thirty-four employees from a public service organization located in Bengkulu province are participated voluntarily as the respondents. Mediated Regression Analysis (MRA) was employed to test the hypotheses, using Statistical Product and Service Solution (SPSS.10). for windows. As predicted, distributive and procedural justice negatively affected employee’s intent to leave. The effects of distributive and procedural justice on intent to leave were mediated by job satisfaction.

Keywords: Distributive Justice, Procedural Justice, Job Satisfaction, Intent to Leave

I. Pendahuluan

Pentingnya aspek perilaku-perilaku kerja karyawan dalam menetapkan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan dalam bidang Manajemen Sumberdaya Manusia (MSDM) telah menjadi subjek penelitian dan perdebatan yang menarik minat para peneliti dan akademisi. Para peneliti telah mengkonseptualisasikan berbagai bentuk reaksi yang dirasakan individu-individu dalam organisasi, antara lain partisipasi (Burke et al., 1978; Cawley et al., 1998), Kepuasan (Nathan et al., 1991; Dobbin et al., 1993; Dipboye dan Pontbriand, 1981; Taylor et al, 1998; pareke, 2002a), ketidak-puasan (Skarlicki dan Folger, 1997), penerimaan (Roberts dan Reed, 1996; Brett dan Atwater, 2001), kepercayaan (Mayer dan Davis, 1999), komitmen (Pearce dan Porter, 1986; Tang dan Sarsfield-Baldwin, 1996), kinerja dan absensi (Lam, et al., 2002). Tiga konstruk perilaku kerja karyawan yang banyak mendapat perhatian para peneliti adalah keadilan organisasional, kepuasan kerja dan keinginan berpindah.

Persepsi tentang aspek-aspek keadilan dalam kehidupan organisasi merupakan bentuk reaksi karyawan yang berhubungan dengan penilaian tentang kewajaran dan kelayakan yang terdapat dalam kehidupan organisasi. Menurut Bierhoff et al. (dalam Gilliland, 1993) dan Folger dan Konovsky (1989), perdebatan tentang teori keadilan organisasional pada mulanya lebih menekankan pada aspek keadilan distributif, namun akhir-akhir ini perspektif keadilan prosedural semakin banyak mendapat perhatian para peneliti. Konsep tentang keadilan organisasional tersebut dikembangkan dari literatur-literatur equity theory (Korsgaard et al., 1995; Cowherd dan Levine, 1992; Skarlicki dan Folger, 1997; Schminke et al., 1997). Berdasarkan equity theory, keadilan organisasional merujuk pada persepsi karyawan terhadap kewajaran dan keseimbangan antara masukan-masukan yang mereka berikan dengan hasil-hasil yang mereka terima serta persepsi karyawan tentang wajar atau tidak wajarnya proses-proses yang digunakan untuk mendistribusikan hasil-hasil organisasi tersebut.

Bentuk reaksi karyawan lainnya yang banyak mendapat perhatian di kalangan peneliti adalah kepuasan kerja yang dirasakan karyawan. Kepuasan kerja sangat penting artinya baik bagi karyawan maupun bagi perusahaan. Karenanya, bidang ini sangat menarik perhatian para akademisi maupun para praktisi perusahaan. Kepuasan kerja merupakan salah satu bentuk perilaku kerja karyawan, yang didefinisikan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau sisi hasil emosional yang positif atas penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang (Locke, dalam Vanderberg dan Lance [1992]). Kepuasan kerja seseorang ditentukan oleh perbedaan antara semua yang diharapkan dengan semua yang dirasakan dari pekerjaannya atau semua yang diterimanya secara aktual.

Begitu juga, kajian tentang keinginan berpindah di kalangan karyawan telah menarik perhatian banyak kalangan, dan menempati posisi yang sangat penting dalam struktur kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan MSDM, baik dalam perspektif teoritis maupun praktis. Memahami hal-hal yang menjadi pendorong timbulnya keinginan berpindah dan bagaimana cara mengendalikannya, menghasilkan perdebatan panjang dari perspektif teoritis. Sementara pada perspektif praktis, keterampilan dan keahlian serta kebijakan-kebijakan yang dapat diterapkan untuk menekan keinginan berpindah di kalangan karyawan menjadi sangat dibutuhkan. Kemampuan para praktisi dalam hal mengendalikan perilaku keinginan berpindah di perusahaannya, berimplikasi sangat kuat terhadap kemampuan perusahaan tersebut untuk mempertahankan karyawan-karyawan yang memiliki keterampilan dan keahlian, dan dapat menghemat biaya praktik-praktik MSDM seperti perekrutan, seleksi, penempatan kembali, pelatihan dan pengembangan dan lain sebagainya (Winkler dan Janger, 1998).

Sebagian besar peneliti menyimpulkan bahwa keadilan distributif dan prosedural secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja (McFarlin dan Sweeney, 1992; Tang dan Sarfield-Baldwin, 1996; Fields et al., 2000). Namun penelitian di bidang ini belum menghasilkan bukti-bukti bahwa keadilan distributif dan prosedural mampu mempengaruhi keinginan karyawan untuk berpindah dari organisasinya. Padahal para peneliti telah menyimpulkan bahwa persepsi karyawan tentang keadilan distributif dan prosedural secara positif mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasinya (Pareke, 2002a; McFarlin dan Sweeney, 1992; Mosholder et al., 1998; Tang dan Sarfield-Baldwin, 1996). Karenanya, permasalahan yang timbul adalah apakah keadilan distributif dan prosedural juga mempengaruhi keinginan berpindah karyawan, dan apakah hubungan antara persepsi keadilan distributif dan prosedural tersebut dipengaruhi oleh kepuasan kerja karyawan.

Permasalahan berikutnya adalah bahwa penelitian-penelitian tentang keinginan berpindah cenderung memfokuskan pada sektor tertentu, seperti pada tenaga penjualan (Brown dan Paterson, 1993), tenaga medis (Hackett et al., 1994) dan kelompok manajemen (Good et al., 1996). Kesimpulan-kesimpulan dan temuan-temuan yang dihasilkan tersebut, tidak bisa digeneralisasikan secara langsung pada kelompok lainnya. Karenanya, pengembangan pokok-pokok pengetahuan memerlukan replikasi-replikasi pada sektor yang berbeda-beda (Becker dan Gerhart, 1996).

Oleh Karena itu, penelitian ini bertujuan, pertama, untuk melakukan pengujian lebih lanjut terhadap pengaruh keadilan distributif dan prosedural terhadap kepuasan kerja karyawan dan keinginan mereka untuk berpindah dari organisasinya saat ini. Dan kedua, untuk menguji apakah hubungan antara keadilan distributif dan prosedural dengan keinginan berpindah dimediasi oleh kepuasan kerja karyawan.

II. Kerangka Kerja Konseptual dan Hipotesis

2.1. Keadilan Distributif, Kepuasan Kerja, dan Keinginan Berpindah

Keadilan distributif dan prosedural dikembangkan dari literatur-literatur equity theory (Korsgaard et al., 1995; Cowherd dan Levine, 1992; Skarlicki dan Folger, 1997; Schminke et al., 1997). Keadilan distributif didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang keadilan pendistribusian sumberdaya-sumberdaya organisasi, sedangkan keadilan prosedural berhubungan dengan keadilan dan kelayakan prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengalokasikan keputusan-keputusan dalam organisasi (Conlon, 1993; Fryxell, 1992; Aquino, 1999). Meskipun konsep tentang keadilan distributif dan keadilan prosedural terpisah antara satu dengan yang lainnya (Cowherd dan Levine, 1992; Hartman et al., 1999), penelitian di bidang perilaku kerja karyawan cenderung melibatkan kedua konstruk tersebut sebagai variabel-variabel yang mempengaruhi reaksi karyawan (Tang dan Sarsfield-Baldwin, 1996; McFarlin dan Sweeney, 1992; Korsgaard dan Roberson, 1995; Greinberger, 1999).

Literatur-literatur tentang teori keadilan distributif menyatakan bahwa individu-individu dalam organisasi akan mengevaluasi distribusi hasil-hasil organisasi, dengan memperhatikan beberapa aturan distributif, yang paling sering digunakan adalah hak menurut keadilan atau kewajaran (Cohen, dalam Gilliland, 1993). Teori kewajaran (equity theory), mengatakan bahwa manusia dalam hubungan-hubungan sosial mereka, berkeyakinan bahwa imbalan-imbalan organisasional harus didistribusikan sesuai dengan tingkat kontribusi individual (Cowherd dan Levine, 1992). Berdasarkan equity theory, teori tentang keadilan distributif berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap kewajaran dan keseimbangan antara masukan-masukan (misalnya usaha yang dilakukan dan skill) yang mereka berikan dengan hasil-hasil (misalnya gaji) yang mereka terima. Pada saat individu-individu dalam organisasi mempersepsikan bahwa rasio masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan-imbalan yang mereka terima seimbang, mereka merasakan adanya kewajaran (equity). Di sisi lain, ketidak-seimbangan rasio antara masukan dan imbalan menggiring mereka pada persepsi akan adanya ketidak-wajaran (Cowherd dan Levine, 1992).

Menurut Witt dan Nye (1992), sebagian besar penelitian di bidang kepuasan kerja karyawan didasarkan pada dua asumsi dasar. Pertama, kepuasan kerja merupakan determinan potensial untuk memprediksi tingkat absensi, perpindahan (turnover), kinerja dan perilaku di luar kerja (extra-role behavior). Kedua, bahwa antesenden-antesenden utama sikap-sikap kerja karyawan dapat dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki manajemen perusahaan. Bukti-bukti empiris menyajikan kesimpulan bahwa kepuasan kerja seseorang secara positif mempengaruhi komitmen organisasional (Clugston, 2000; Levy dan Williams, 1998; Lum et al., 1998; Russ dan McNelly, 1995; Vanderberg dan Lance, 1992), ketidak-hadiran (Golberg dan Waldman, 2000), kepuasan hidup (Judge dan Watanabe, 1993) motivasi (Igalens dan Roussel, 1999), dan keinginan berpindah (Golberg dan Waldman, 2000; Clugston, 2000; Russ dan McNelly, 1995).

Penelitian tentang hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah di kalangan karyawan juga cenderung menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Clugston (2000) dan Hackett et al. (1994) menyimpulkan bahwa kepuasan kerja secara negatif mempengaruhi keinginan berpindah. Namun Good et al. (1996) tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dan keinginan berpindah. Sedangkan Lum et al. (1998) menemukan bahwa kepuasan kerja secara positif berhubungan dengan keinginan karyawan untuk berpindah dari organisasinya saat ini, dan hubungan ini dimediasi oleh komitmen organisasional.

Oleh karena itu, hipotesis yang diuji adalah:

Hipotesis 1a : Keadilan distributif secara negatif mempengaruhi keinginan berpindah.

Hipotesis 1b : Pengaruh Keadilan distributif terhadap keinginan berpindah dimediasi oleh kepuasan kerja.

2.2. Keadilan Prosedural, Kepuasan Kerja, dan Keinginan Berpindah

Teori tentang keadilan prosedural berkaitan dengan prosedur-prosedur yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil-hasil dan sumberdaya-sumberdaya organisasi kepada para anggotanya. Para peneliti umumnya mengajukan dua penjelasan teoritis mengenai proses-proses psikologis yang mendasari pengaruh-pengaruh keadilan prosedural, yaitu: Kontrol proses atau instrumental dan perhatian-perhatian relasional atau komponen-komponen struktural (Taylor et al., 1995; dan Gilliland, 1993). Perspektif kontrol instrumental atau proses berpendapat bahwa prosedur-prosedur yang digunakan oleh organisasi akan dipersepsikan lebih adil manakala individu-individu yang terpengaruh oleh suatu keputusan memiliki kesempatan-kesempatan untuk mempengaruhi proses-proses penetapan keputusan atau menawarkan masukan (Thibaut dan Walker, dalam Taylor et al. [1995]). Sedangkan Perspektif komponen-komponen struktural mengatakan bahwa keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan prosedural dipenuhi atau dilanggar (leventhal, dalam Gilliland [1993]). Aturan-aturan prosedural tersebut memiliki implikasi yang sangat penting, karena ia dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi. Jadi, individu-individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural, manakala aturan-aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya, apabila aturan-aturan prosedural tersebut dilanggar, individu-individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya ketidak-adilan. Karenanya, keputusan-keputusan harus dibuat secara konsisten, tanpa bias-bias pribadi, dengan melibatkan sebanyak mungkin informasi yang akurat, dengan kepentingan-kepentingan individu-individu yang terpengaruh terwakili dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai etis mereka, dan dengan suatu hasil yang dapat dimodifikasi (Gilliland, 1993).

Perpindahan karyawan dari suatu organisasi dapat diprediksi melalui berbagai faktor, salah satunya adalah keinginan berpindah yang berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri. Good et al. (1996) mendefinisikan keinginan berpindah sebagai keinginan atau kecenderungan (intention) seseorang untuk secara aktual berpindah (turnover) dari suatu organisasi. Beberapa peneliti menggunakan konstruk keinginan berpindah untuk menjelaskan perilaku berpindah. Brown dan Peterson (1993) misalnya, menggunakan konstruk keinginan berpindah sebagai proxy yang mewakili perpindahan karyawan secara aktual. Sementara beberapa peneliti lainnya menempatkan konstruk keinginan berpindah sebagai prediktor perpindahan karyawan secara aktual (Lum et al., 1998; Good et al., 1996; Jaros, 1995).

Kepuasan kerja dan komitmen organisasional merupakan dua faktor yang menimbulkan keinginan berpindah pada karyawan (Clugston, 2000; Russ dan McNelly, 1995; Lee et al., 1992; Hom et al., 1992; Gerhart, 1990), di samping faktor-faktor lainnya seperti kinerja (Williams dan Livinstone, 1994; Zenger, 1992), kepuasan hasil dan kepuasan pada penyelia (Aquino et al., 1997), serta konflik peran dan ambiguitas peran (Johnston et al., 1990 dan Wonder et al., 1982). Kepuasan kerja secara negatif mempengaruhi keinginan karyawan untuk berpindah dari organisasinya saat ini. Karyawan yang memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi juga cenderung tidak menunjukkan keinginan berpindah. Karenanya, penelitian ini akan menguji hipotesis:

Hipotesis 2a: Keadilan prosedural secara negatif mempengaruhi keinginan berpindah.

Hipotesis 2b: Pengaruh Keadilan Prosedural terhadap keinginan berpindah dimediasi oleh kepuasan kerja.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yang merupakan tanggapan para responden terhadap 19 item pertanyaan kuesioner penelitian. Sampel penelitian adalah 155 karyawan yang bekerja pada sebuah lembaga milik pemerintah yang berkedudukan di propinsi Bengkulu dengan total karyawan sebanyak 640 orang. Sampel diambil secara acak, proporsional terhadap jumlah staf pada masing-masing bagian. 15,26% responden pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki, dan 23.79% dengan tingkat pendidikan S1 (sarjana). Responden rata-rata berusia 15,36 tahun, dengan rata-rata masa kerja selama 7.85 tahun.

Data dikumpulkan dengan menggunakan metode survey. Kuesioner diantar langsung kepada responden atau didistribusikan melalui bagian tata usaha masing-masing bagian di mana responden ditempatkan. Dari 155 kuesioner yang sebarkan hanya 137 yang kembali, menghasilkan tingkat tanggapan (respond rate) sebesar 88,39%. Namun hanya 134 kuesioner yang dimasukkan ke dalam analisis lebih lanjut. 3 kuesioner tidak diikut-sertakan ke dalam analisis karena ketidak-lengkapan responden dalam memberikan tanggapannya. Kerahasiaan responden dijamin atas data-data yang telah diberikannya.

3.2. Pengukuran variable

Keadilan Organisasional. Variabel persepsi keadilan distributif diukur dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Colquitt (2001). Responden diminta untuk merespon 5 item pernyataan yang menggambarkan persepsi responden tentang sejauh mana perbandingan relatif antara imbalan-imbalan yang mereka terima dari perusahaan dengan tanggung-jawab, tekanan dan ketegangan, pendidikan dan pelatihan, usaha-usaha, serta pekerjaan yang dihadapi responden. Item-item pernyataan di antaranya adalah, "Imbalan yang saya terima merefleksikan usaha yang saya kerahkan dalam tugas-tugas saya; Imbalan yang saya terima layak untuk tugas-tugas yang telah saya selesaikan." Untuk memperkirakan persepsi karyawan tentang keadilan prosedural, digunakan 7 item pernyataan, yang mengukur persepsi responden tentang sejauh mana prosedur-prosedur organisasional adalah adil, akurat, bebas dari bias, dan mewakili kinerja mereka yang sebenarnya. Item-item pertanyaan di antaranya adalah, "Prosedur-prosedur yang dijalankan bebar-benar bebas dari bias; prosedur-prosedur tersebut diterapkan secara konsisten".

Kepuasan Kerja. Untuk menaksir tingkat kepuasan yang didapat responden dari pekerjaannya, digunakan 4 item pertanyaan yang diadopsi dari penelitian Lindhlom (2000). Item pertanyaan untuk variabel ini, di antaranya adalah: "Saya melakukan sesuatu yang berharga dalam pekerjaan saya". Responden diminta untuk menanggapi pernyataan-pernyataan tersebut dengan 5 point skala likert, 5 = sangat setuju, hingga 1 = sangat tidak setuju.

Keinginan Berpindah. Variabel ini diukur dengan menggunakan 3 item pertanyaan yang diadopsi dari penelitian Camman et al. (1979). Item pertanyaan untuk variabel ini, di antaranya adalah: "Saya merasa bahwa saya dapat meninggalkan pekerjaan saya sekarang". Responden diminta untuk menanggapi pernyataan-pernyataan tersebut dengan 5 point skala likert, 5 = sangat setuju, hingga 1 = sangat tidak setuju.

3.3. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan tiga langkah pendekatan regresi termediasi (mediated regression approach). Analisis ini juga digunakan oleh Dyne et al. (1994) untuk menguji peran variabel hubungan perjanjian dua-arah (two-way covenantal relationship) terhadap hubungan antara faktor-faktor personal, situasional dan posisional dengan organizational citzenship behavior (OCB).

Pada langkah pertama, kepuasan kerja diregres terhadap keadilan distributif dan keadilan prosedural sebagai variabel independen. Kedua, keinginan berpindah sebagai variabel dependen diregres terhadap keadilan distributif dan keadilan prosedural variabel independen. Terakhir, variabel dependen diregres secara simultan terhadap variabel independen dan variabel pemediasi. Peran mediasi terindikasi apabila kondisi-kondisi berikut ini terpenuhi: variabel independen harus mempengaruhi variabel pemediasi pada persamaan pertama; variabel independen harus mempengaruhi variabel dependen pada persamaan kedua; variabel pemediasi harus mempengaruhi variabel dependen pada persamaan ketiga; dan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen harus lebih rendah pada persamaan ketiga dibandingkan pada persamaan kedua (Baron dan Kenny, dalam Dyne et al. [1994]). Mediasi penuh akan terjadi apabila variabel independen tidak memiliki pengaruh ketika variabel pemediasi dikontrol (controlled), dan mediasi parsial terjadi jika pengaruh variabel independen lebih kecil namun tetap signifikan, ketika variabel pemediasi dikontrol.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Reliabilitas dan Statistik Deskriptif

Tabel 1, menunjukkan perhitungan koefisien Cronbach’s Alpha, means, standard deviasi dan korelasi antar variabel-variabel penelitian. Semua variabel dalam penelitian ini menunjukkan tingkat reliabilitas yang memuaskan (angka yang terdapat di dalam tanda kurung), berkisar antara 0,6563 hingga 0,9144. Untuk Variabel keadilan distributif, a = 0,9144. Hasil ini mengindikasikan bahwa item-item pertanyaan dalam variabel tersebut memiliki reliabilitas yang memuaskan, dan konsisten dengan yang dihasilkan oleh penelitian Pareke (2002b) dan Tang dan Sarfield-Baldwin (1996). Demikian pula untuk item-item pertanyaan dalam variabel keadilan prosedural, a = 0,8429. Variabel kepuasan pada penilaian kinerja juga memiliki tingkat reliabilitas yang baik, a = 0,7750. Sedangkan koefisien Cronbach’s Alpha untuk variabel keinginan berpindah cenderung rendah, namun masih dapat diterima a = 0,6563.

Pengujian reliabilitas terhadap item-item pertanyaan ini dilakukan untuk mengetahui kehandalan konsistensi interitem, yang mencerminkan kekonsistenan responden dalam menjawab seluruh item pertanyaan, dengan menggunakan cronbach alpha. Responden mungkin saja tidak konsisten dalam menjawab item-item pertanyaan karena perbedaan persepsi, dan mungkin juga disebabkan kekurang-pahaman mereka. Meskipun beberapa peneliti merekomendasikan bahwa reliabilitas seharusnya tidak kurang dari 0,8, namun reliabilitas di atas 0,7 masih dapat diterima (Nunally, dalam Ko et al. [1997]). Menurut Sekaran (2000), koefisien cronbach’s alpha kurang dari 0,6 mengindikasikan bahwa reliabilitas item-item pertanyaan buruk, range 0,7 dapat diterima, dan lebih dari 0,8 adalah baik.

Tabel 1,

Koefisien Cronbach’s Alphaa, Means, Standard Deviasi, dan Korelasi antar Seluruh Variabelb

Variabel

Means

s.d.

1

2

3

4

  1. Keadilan Distributif

15,26

4,92

(,9144)

  1. Keadilan Prosedural

23,79

4,80

,538**

,000

(,8429)

  1. Kepuasan Kerja

15,36

2,54

,285**

,001

,545**

,000

(,7750)

  1. Keinginan Berpindah

7,85

2,16

-,285**

,003

-,231**

,007

-,297**

,000

(,6563)

a Koefisien Cronbach’s Alpha ditunjukkan angka dalam tanda kurung

b N = 134

** Korelasi signifikan pada tingkat r <>

Dari tabel 1, juga diketahui bahwa means untuk keadilan distributif (15,26; s.d. 4,92), dan keadilan prosedural (23,79; s.d. 4,80) cenderung moderat, sedangkan untuk kepuasan kerja (15,36; s.d. 2,54) dan keinginan berpindah (7,85; s.d. 2,16) cenderung tinggi. Korelasi antar variabel-variabel penelitian terlihat menunjukkan arah seperti yang diharapkan, dengan tingkat korelasi yang moderat. Korelasi antar variabel-variabel berkisar antara –0,297 hingga 0,545 dengan tingkat signifikansi r <>

4.2. Pengujian Hipotesis

Hasil Analisis Regresi termediasi (Mediated Reggression Analysis) pada tabel 2, memberikan dukungan terhadap hipotesis-hipotesis yang diajukan. Keadilan distributif secara negatif dan signifikan mempengaruhi keinginan berpindah (b = -0,285; . r <> Kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keadilan distributif terhadap keinginan berpindah. Nilai b untuk masing-masing variabel independen pada setiap persamaan regressi, signifikan pada tingkat r <>; dan nilai b variabel keadilan distributif pada persamaan ketiga (-0,189) lebih kecil dibandingan pada persamaan kedua (-0,258), namun tetap signifikan pada tingkat r <>

Hasil analisis juga mununjukkan dukungan terhadap hipotesis 2a, Keadilan prosedural secara negatif mempengaruhi keinginan berpindah (b = -0,243; r <> Hipotesis 2b juga mendapat dukungan, kepuasan kerja secara penuh memediasi pengaruh keadilan prosedural terhadap keinginan berpindah. Nilai b untuk variabel independen pada persamaan pertama (0,545) signifikan pada tingkat r <>; pada persamaan kedua (-0,231) signifikan pada tingkat r <>; dan nilai pada persamaan ketiga (0,243) signifikan pada tingkat r = -0.05. Nilai b variabel keadilan prosedural pada persamaan ketiga tidak signifikan (-,099; r <>).

Tabel 2,

Analisis Regresi Termediasi untuk Variabel Kepuasan Kerjaa

Variabel

Keinginan Berpindah

Keadilan Distributif

Langkah 1

,285**

Langkah 2

-,285**

Langkah 3

-,243**

Langkah 3

-,189*

R2

,121

F

9,006***

Keadilan Prosedural

Langkah 1

.545***

Langkah 2

-,231**

Langkah 3

-,243*

Langkah 3

-,099

R2

,095

F

6,865**

a N = 134

* Signifikan pada tingkat r <>

** Signifikan pada tingkatr <>

*** Signifikan pada tingkatr <>

4.3. Pembahasan

Gilliland (1993) berpendapat bahwa karyawan yang mempersepsikan adanya ketidak-seimbangan antara masukan-masukan yang mereka berikan kepada organisasi tempat mereka bekerja dengan hasil-hasil atau balas jasa (reward) yang diberikan organisasi, dan adanya kejanggalan-kejanggalan dalam penerapan prosedur-prosedur organisasional, akan menciptakan emosi negatif, yang pada gilirannya akan memotivasi karyawan untuk mengubah perilaku, sikap dan kepuasan mereka. Ketika para karyawan mempersepsikan adanya ketidak-adilan, baik dalam aspek distributif maupun prosedural, maka mereka akan berusaha untuk mengurangi kekecewaan mereka dengan beberapa cara (Cowherd dan Levine, 1992). Pertama, mereka mungkin akan mengubah baik persepsi mereka mengenai masukan-masukan yang telah diberikan, maupun mengenai imbalan-imbalan yang telah mereka terima. Kedua, mereka akan berusaha untuk mengubah masukan-masukan aktual yang mereka berikan dan imbalan-imbalan dan yang mereka terima, misalnya dengan cara menurunkan tingkat usaha yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas-tugas kerja, atau menuntut kenaikan gaji. Ketiga, para karyawan dapat mengakhiri kekecewaan mereka dengan cara berpindah dari organisasi mereka saat ini, dan bergabung dengan organisasi lain yang dapat memenuhi harapan-harapan mereka.

Penelitian ini memberikan bukti-bukti empiris terhadap pandangan-pandangan dan kesimpulan-kesimpulan teoritis di atas. Dukungan terhadap hipotesis 1a mengindikasikan bahwa ketika karyawan mempersepsikan adanya keadilan distributif, maka ia akan cenderung memiliki keingina berpindah yang rendah, atau sebaliknya. Hipotesis 1b memperkirakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh perpesi keadilan distributif terhadap keinginan untuk berpindah dari organisasinya saat ini. Hipotesis ini mendapat dukungan, pengaruh keadilan distributif terhadap keinginan berpindah dimediasi secara parsial oleh kepuasan kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila para karyawan mempersepsikan bahwa pendistribusian hasil-hasil dan sumberdaya-sumberdaya dalam organisasi mereka dilakukan secara adil, maka akan cenderung meningkatkan kepuasan kerja mereka, yang pada gilirannya akan menurunkan keinginan mereka untuk berpindah dari organisasi tempat mereka bekerja saat ini. Hasil ini sejalan dengan temuan-temuan penelitian terdahulu tentang pengaruh keadilan distributif terhadap kepuasan kerja karyawan (di antaranya: Lam, et al., 2002; Fields et al., 2000; Tang dan Sarfiel-Badwin, 1996; Mc Farlin dan Sweeney, 1992).

Hasil penelitian ini memberikan dukungan terhadap kesimpulan-kesimpulan penelitian terdahulu. Konsisten dengan kesimpulan Good et al. (1996), yang menemukan bahwa kepuasan kerja merupakan determinan penting bagi keinginan berpindah pada karyawan. Seseorang yang merasakan adanya kepuasan kerja akan cenderung tidak ingin berpindah dari pekerjaannya saat ini. Kesimpulan yang sama juga dikemukakan oleh Hackett et al. (1994), terdapat hubungan negatif antara kepuasan kerja dan keinginan berpindah. Penelitian ini juga memperluas temuan Lum et al. (1998), dengan kesimpulan bahwa kepuasan kerja memediasi hubungan antara keadilan distributif dan keinginan berpindah.

Dukungan terhadap hipotesis 2a mengisyaratkan bahwa karyawan yang merasakan adanya keadilan prosedural akan cenderung memiliki keinginan berpindah yang rendah, dan sebaliknya. Hasil analisis pada tabel 2 juga memberikan dukungan kuat terhadap hipotesis 2b, kepuasan kerja secara penuh memediasi pengaruh keadilan prosedural terhadap keinginan berpindah. Kelayakan penerapan prosedur-prosedur organisasional dan kemungkinan karyawan dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan akan cenderung meningkatkan kepuasan kerja mereka, yang pada gilirannya akan menurunkan keinginan mereka untuk berpindah dari organisasi tempat mereka bekerja saat ini.

Sejalan dengan temuan-temuan penelitian terdahulu (Mosholder et al., 1998; Fields et al., 2000; Tang dan Sarfiel-Badwin, 1996; McFarlin dan Sweeney, 1992), hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa persepsi karyawan tentang keadilan prosedural berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil penelitian ini juga memberikan dukungan terhadap kesimpulan-kesimpulan penelitian Good et al. (1996), yang menemukan bahwa kepuasan kerja merupakan determinan penting bagi keinginan berpindah pada karyawan. Seseorang yang merasakan adanya kepuasan kerja akan cenderung tidak ingin berpindah dari pekerjaannya saat ini. Kesimpulan yang sama juga dikemukakan oleh Hackett et al. (1994) dan Lum et al. (1998), terdapat hubungan negatif antara kepuasan kerja dan keinginan berpindah.

V. SIMPULAN

Simpulan yang dapat ditarik melalui penelitian ini, adalah: pertama, keadilan distributif secara negatif mempengaruhi keinginan berpindah. Pengaruh keadilan distributif terhadap keinginan berpindah tersebut dimediasi oleh kepuasan kerja. Hasil analisis menggunakan MRA menunjukkan bahwa terjadi mediasi parsial dalam pengaruh keadilan distributif terhadap keinginan berpindah. Kesimpulan ini mengindikasikan bahwa karyawan yang merasakan adanya keadilan dalam pendistribusian sumberdaya-sumberdaya organisasi cenderung merasakan kepuasan kerja, yang pada gilirannya, menurunkan tingkat keinginannya untuk berpindah dari organisasinya saat ini.

Kedua, keadilan prosedural secara negatif mempengaruhi keinginan berpindah. Pengaruh keadilan prosedural terhadap keinginan berpindah tersebut dimediasi oleh kepuasan kerja. Hasil analisis menggunakan MRA menunjukkan bahwa terjadi mediasi parsial pada pengaruh keadilan distributif terhadap keinginan berpindah. Hasil ini mengisyaratkan bahwa individu yang merasakan adanya kelayakan dan konsistensi dalam penerapan prosedur-prosedur organisasional dan mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses-proses pengambilan keputusan dalam organisasi cenderung merasakan adanya kepuasan kerja, yang pada gilirannya, menurunkan tingkat keinginannya untuk berpindah dari organisasinya saat ini.

VI. IMPLIKASI

Temuan-temuan penelitian ini menyajikan implikasi-implikasi penting bagi praktik-praktik MSDM dalam organisasi. Khususnya, upaya-upaya untuk mengendalikan dan menurunkan tingkat perpindahan (turnover) karyawan dapat dimulai dengan menurunkan tingkat keinginan berpindah (intent to leave) mereka. Untuk tujuan tersebut, aspek-aspek keadilan distributif maupun prosedural perlu mendapat perhatian serius. Mengupayakan adanya keadilan, baik dalam aspek distributif maupun prosedural, merupakan langkah awal bagi upaya-upaya untuk menciptakan dan menumbuhkan kepuasan kerja serta menurunkan tingkat keinginan berpindah karyawan. Selanjutnya, hasil temuan penelitian ini menyarankan pengembangan model lebih lanjut, dengan menambahkan variabel-variabel lainnya seperti kepuasan gaji, komitmen organisasional, partisipasi, dan kinerja sebagai variabel pemediasi, dan menambahkan variabel ketidak-hadiran sebagai variabel dependen.

DAFTAR PUSTAKA :

Aquino, K., Lewis, M. U., Bradfield, M. 1999. Justice constructs, negative affectivity, and employee deviance: a proposed model and empirical test. Journal of Organizational Behavior, 20: 1073-1091.

Aquino, K., Griffeth, R. W., Allen., D. G., & Hom, P. W. 1997. Integrating justice contructs into the turnover process: a test of referent cognitions model. Academy of Management Journal, 40 (5): 1208-1227.

Becker, B., & Gerhart, B. 1996. The impact of human resource management on organization performance: Progress and Prospect. Academy of Management Journal, 39 (4): 779-801.

Brett, J. F., & Atwater L. E. 2001. 360o Feedback: accuracy, reactions, and perceptions of usefulness. Journal of Applied Psychology, 86 (5): 930-942.

Brown, S. P., Peterson, R. A. 1993. Antecendent and consequences of salespeople job satisfaction: Meta-Analysis and assessment of causaleffects. Journal of Marketing Research, 30 (1): 63-77.

Burke, R. J., Weitzel, W., & Weir, T. 1978. Characteristics of effective employee performance review and development interview: replication and extension. Personnel psychology, 31: 903-919.

Camman, C., Fishman, M., Jenkins, D., & Klesh, J. 1979. The Michigan organizational assessment questionaire. University of Michigan, Unpublished Manuscript.

Cawley, B. D., Keeping, L. M., & Levy, P. E. 1998. Participation in performance appraisal process and employee reactions: a meta-analytic review of field investigations. Journal of Applied Psychology, 83 (4): 615-633.

Clugston, M. 2000. The mediating effects of multidimensional commitment on job satisfaction and intent to leave. Journal of Organizational Behavior, 21 (4): 477-486.

Coquitt, J. A. 2001. On dimensionality of organizational justice: a construct validation of a measure. Journal of Applied Psychology, 86 (3): 386-400.

Conlon, D. E. 1993. Some test of the self-interest and group-value models of procedural justice: Evidence from an organizational appeal procedure. Academy of Management Journal, 36 (5): 1109-1124.

Cowherd, D. M., & Levine, D. I. 1992. Product quality and pay equity between lower-level employees and top management: an investigative of distributive justice theory. Administrative Science Quarterly, 37: 302- 320.

Dipboye , R. L., & de Pontbriand, R. 1981. Correlates employee reactions to performance appraisals and appraisal systems. Journal of Applied Psychology, 66 (2): 248-251.

Dobbins, G. H., Platz, S. J., & Houston, J. 1993. Relationship between trust in appraisal and appraisal effectiveness: a field study. Journal of Business and Psychology, 7 (3): 309-322.

Dyne, L. V., Graham, J. W., & Dienesch, R. M. 1994. Organizational citizenship behavior: construct redefinition, measurement, and validation. Academy of Management Journal. 37 (4): 765-802.

Fields, D., Pang, M., & Chiu, C. 2000. Distributive and procedural justice as predictor of employee outcomes in Hong Kong. Journal of Organizational Behavior, 21: 547-562.

Folger, R. & Konovsky, M. A. 1989. Effect of distributive and procedural justice on reaction to pay raise decisions. Academy of Management Journal, 32 (1): 115-130.

Fryxell, G. E. 1992. Perceptions of justice afforded by formal grievance systems as predictors of a belief in a just workplace. Journal of Business Ethics, 11: 635-647.

Gerhart, B. 1990. Voluntary turnover and alternative job oppornities. Journal of Applied Psychology, 75 (5): 467-476.

Gilliland, S.W. 1993. The perceived fairness of selection system: an organizational justice perspective. Academy of Management Review, 18 (4): 694-794.

Golberg, C. B., & Waldman, D. A. 2000. Modelling employee absenteeism: testing alternative measures mediating effects based on job satisfaction. Journal of Organizational Behavior, 21 (6): 665-676.

Good, L. K., Page, T. J., & Young, C. E. 1996. Assesing hierarchical differences in job-related attitudes and turnover among retail managers. Journal of the Academy of Marketing Science, 24 (2): 148-156

Grienberger, I. V., Rutte, C. G., & van Knippenber, F. M. 1997. Influence of social comparisons of outcomes and procedures on fairness judgments. Journal of Applied Psychology, 82 (6): 913-919.

Hackett, R. D., Bycio, P., Hausdorf, P. A. 1994. Further assessment of Meyer and Allen (1991) three component of organizational commitment. Journal of Applied Psychology, 79 (1): 15-23.

Hartman, S. J., Yrle, A. C., & Galle, Jr. W. P. 1999. Procedural and distributive justice: examining equity in a university setting. Journal of Business ethics, 20: 337-351.

Hom, P. W., Canarikas-Walker, F., Prussia, J. E., & Griffeth, R. W. 1992. A meta-analytic structural equations analysis of a model of employee turnover. Journal of Applied Psychology, 77 (6): 890-909.

Igalens, J., & Rouessel, P. 1999. A study of the relationships between compensation package, work motivation and job satisfaction. Journal of Organizational Behavior, 20: 1003-1999.

Jaros, J. 1995. An assessment of Meyer and Allen’s (1991) three componen model of organizational commitment and turnover intentions. Best Paper Proceedings, 317-321.

Johnston, M. W., Parrasuraman, A., Futrell, C. M., & Black, W. C. 1990. A longitudinal assessment of the impact of selected organizational influences on salespeople’s organizational commitment during early employment. Journal of Marketing Research, 27 (3): 333-344.

Judge, T. A., Watanabe, S. 1994. Another look at the job satisfaction – live satisfaction relationship. Journal of Applied Psychology, 78 (6): 939-948.

Ko, J. W., Price, J. l., Mueller, C. W. 1997. Assessment of Meyer and Allen’s three-component model of organizational commitment in South Korea. Journal of Applied Psychology, 82 (6): 961-973.

Korsgaard, M. A., & Roberson, L. 1995. Procedural justice in performance appraisal: the role of instrumental and non-instrumental voice in performance appraisal discussions. Journal of Management, 21 (4): 657-669.

Korsgaard, M. A., Schweiger, D. M., & Sapienza, H. J. 1995. Building commitment, attachment, and trust in strategic decision-making teams: the role of procedural justice. Academy of Management Journal, 38 (1): 60-84.

Lam, S. S. K., Schabroeck, J., & Aryee, S. 2002. Relationship between organizational justice and emplyee work outcomes: a cross-national study. Journal of Organizational Behavior, 23: 1-18.

Lee, T. W., Ashfortd, S. J., Walsh, J. P., & Mowday, R. T. 1992. Commitment propensity, organizational commitment, and voluntary turnover: a longitudinal study of organizational entry processes. Journal of Management, 18 (1): 15-32.

Levy, P. E., & Williams, J. R. 1998. The role of perceived system knowlwdge in predicting appraisal reactions, job satisfaction and organizational commitment. Journal of Organizational Behavior, 19 : 53-65.

Lindhlom, N. (2000). National culture and performance management in MNC subsidiaries. International Studies of Management & Organization, 29 (4): 45-66.

Lum, L., Kervin, J., Clark, K., Reid, F., & Sirola, W. 1998. Explaining nursing turnover intent: job satisfaction, pay satisfaction, or organizational commitment. Journal of Organizational Behavior, 19: 305-320.

Mayer, R. C., & Davis, J. H. 1999. The effect of performance appraisal on trust for management: a field quasi-experiment. Journal of Applied Psychology, 84 (1): 123-136.

McFarlin, D. B., & Sweeney, P. D. 1992. Distributive and procedural justice as predictor of satisfaction with personal and organizational outcomes. Academy of Management Journal, 35 (3): 626-637.

Mossholder, K. W., Bennett, N., & Martin, C. L. 1998. A multilevel analysis of procedural justice context. Journal of Organizational Behavior, 19: 131-141.

Nathan, B. R., Mohrman jr, A. M., & Milliman, J. 1991. Interpersonal relations as a context for the effect of appraisal interviews on performance and satisfaction: a longitudinal study. Academy of Management Journal, 34 (2): 352-369.

Pareke, F. Js. 2002a. Keadilan distributif dan keadilan prosedural sebagai determinan kepuasan pada penilaian kinerja dan komitmen organisasional. Tesis Program Magisten Sains Universitas Gadjah Mada, Tidak dipublikasikan.

2002b. Persepsi Keadilan Organisasional Dalam Penilaian Kinerja: Sebuah Penelitian Empiris. Journal Bisnis dan Ekonomi, 9 (2): 183-199.

Pearce, J. L., & Porter, L. W. 1986. Employee responses to formal performance appraisal feedback. Journal of Applied Psychology, 71(2): 211-218.

Roberts, G. E., & Reed, T. 1996. Performance appraisal participation, goal setting and feedback. Review of public personnel administration, fall: 29-60.

Russ, F. A., & McNelly, K. M. 1995. Link among satisfaction, commitment, and turnover intents: the moderating effect of experience, gender, and performance. Journal of Business Research, 34: 57-65.

Schminke, M., Ambrose, M. L., & Noel, T. W. 1997. The effect of ethical frameworks on perception of organizational justice. Academy of Management Journal, 40 (5): 1190-1207.

Sekaran, U. 2000. Research Methods For Business. John Willey & Sons, Inc. United Stated of America.

Skarlicki, D. P., & Folger, R. 1997. Retaliation in the workplace: The role of distributive, procedural, and interactional justice. Journal of Applied Psychology, 82 (3): 434-443.

Tang, T. L., & Sarsfield-Baldwin, L. J. 1996. Distributive and Procedural justice as related to satisfaction and commitment. SAM Advanced Management Journal, (?): 25-31.

Taylor, M. S., Masterson, S. S., Renard, M. K., & Tracy, K. B. 1998. Manager’s reactions to procedurally just performance management systems. Academy of Management Journal, 41 (5): 568-579.

Taylor, M. S., Tracy, K. B., Renard, M. K., Harrison, J. K., & Carroll, S. J. 1995. Due process in performance appraisal: a quasi-experimental in procedural justice. Administrative Science Quarterly, 40: 495-523.

Vanderberg, R. J., & Lance, C. E. 1994. Examining the causal orderof job satisfaction and organizational commitment. Journal of Management, 18 (1): 153-167.

William, C. R., Livingstone, L. P. 1994. Another look at the relationship between performance and voluntary turnover. Academy of Management Journal, ? (2): 269-298.

Winkler, K., & Janger, I. 1998. New employee assimilation. Excutive Excellence, June: 15-16.

Witt, L. A., & Nye, L. G. 1992. Gender and the relationship between perceived fairness of pay or promotion and job satisfaction. Journal of Applied Psychology, 78 (5): 744-780.

Wunder, R. S., Dougherty, T. W., & Welsh, M. A. 1982. A causal model of role stress and employee turnover. Academy of Management Proceedings, 297-301.

Zenger, T. R. 1992. Why do employers only reward extreme performance? Relationships among performance, apy, and turnover. Administrative Science Quarterly, 37: 198-219.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi