JURNAL BISNIS DAN EKONOMI, SEPTEMBER 2003

STUDI TENTANG KINERJA PASAR DAN PERILAKU KONSUMEN MINYAK

PELUMAS PERTAMINA DI JAWA TENGAH DAN JOGJAKARTA

Oleh : Mudiantono

Dosen Fak. Ek. UNDIP Semarang dan Dosen STIE Stikubank Semarang

ABSTRACT

Pertamina is one of oil producers in Indonesia. It wants to know how is its market share. This market share indicates the market performance of Pertamina. The brand of oil produced by Pertamina is MESRAN. Nowadays, most of the oil producers place the market as the competitive market. The market share and consumer behavior will be important information for them to make the marketing program.

This article is based on the research conducted by Faculty of Economics Diponegoro University in cooperation with Pertamina UPPDN IV Central Java and Jogjakarta in 2001. This research used 1,400 respondents of oil consumers. It consists of 80 % oil consumer in service station and 20 % industrial consumers. The data were analyzed by dimensional index and percentage.

The analysis showed that MESRAN still dominate the market in the region. They performed more than 50 % market oil consumers in service stations and even more than 90 % in the industrial consumers. Most of the consumer had the high loyalty in MESRAN brand. The important factors to consider MESRAN were low price, product function and quality. MESRAN was still projected to dominate in oil market in the region.

Keywords : Market performance , Market share and Consumer behavior.

I. PENDAHULUAN

Pertamina merupakan salah satu produsen minyak pelumas di Indonesia dengan merek Mesran. Pada saat ini Pertamina menghadapi mekanisme pasar yang sangat keras karena adanya pesaing yang memposisikan pasar sebagai pasar yang kompetitif. Strategi dan aktivitas pemasaran dikembangkan oleh perusahaan untuk mencapai sasaran pemasaran yang dinyatakan dalam besaran-besaran penjualan (company sales) dan porsi pasar (market share). Hal ini berarti bahwa perusahaan akan selalu mengembangkan strateginya untuk mempertahankan dan meningkatkan volume penjualannya. Pada saat yang sama perusahaan harus mampu mempertahankan atau memperkuat porsi pasar yang dimilikinya untuk menghasilkan laba bagi pertumbuhan berkelanjutan sebagai indikator kinerja pasar dan pemasarannya. Karena itu, pengetahuan mengenai porsi pasar yang dimiliki dan kekuatan relatif dari porsi pasar serta perilaku dari konsumennya adalah sangat penting untuk diketahui sebagai dasar pengembangan strategi pemasaran di masa yang akan datang.

Artikel ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan atas kerjasama antara Pertamina UPPDN IV Jateng dan DI Jogjakarta dan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro pada tahun 2001. Hasil penelitian lebih didasarkan pada perhitungan porsi pasar (market share) sebagai indikator kinerja pasar dan pertimbangan-pertimbangan konsumen di dalam mengambil keputusan untuk melakukan konsumsi minyak pelumas.

II. JUSTIFIKASI TEORITIS

Kinerja pasar (Market Performance) merupakan konsep untuk mengukur prestasi pasar suatu produk (Permadi, 1998). Setiap perusahaan berkepentingan untuk mengetahui prestasi pasar dari produk-produknya, sebagai cermin dari keberhasilan usahanya di dunia persaingan bisnis. Salah satu variabel kinerja pasar, menurut Kotabe et al (1990) adalah porsi pasar (Market Share) yang membandingkan antara volume penjualan perusahaan dengan volume penjualan industri.

Voss dan Voss (2000) lebih jauh mendefinisikan kinerja pasar sebagai usaha pengukuran tingkat kinerja yang meliputi jumlah pen-jualan, jumlah pelanggan, keuntungan dan pertumbuhan penjualan. Sedangkan Keats et al (1988) menyatakan bahwa kinerja pasar merupakan kemampuan organisasi mentransformasi diri dalam menghadapi tantangan lingkungan dengan perspektif jangka panjang.

Pengukuran kinerja pasar menjadi permasalahan dan perdebatan klasik. Hal ini bisa dipahami karena sebagai suatu konstruk, kinerja bersifat multidimensi di mana di dalamnya termuat beragam tujuan dan tipe organisasi (Bhargava, Dubelaar dan Ramaswami, 1994). Di sisi lain, Clark (2000) mengingatkan bahwa pengukuran kinerja sebaiknya disesuaikan dengan sisi mana dari kinerja yang dicoba untuk dimaksimalkan. Sebagai contoh : ukuran jumlah unit yang terjual menjadi kurang relevan ketika manajer sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan. Dalam pada itu, Bhargava, Dubelaar dan Ramaswami (1994), Clark (2000), serta Slater dan Narver (1997) menyarankan 3 kriteria pengukuran kinerja yaitu : efektivitas, efisiensi dan adapabilitas.

Efektivitas didefinisikan oleh Clark (2000) dan Slater dan Narver (1997) sebagai keberhasilan produk dan program-program yang dijalankan perusahaan dibandingkan para pesaingnya. Keberhasilan perusahaan dibandingkan pesaing dikenal sebagai tujuan umum yang ingin dicapai oleh perusahaan. Bhargava, Dubelaar dan Ramaswami (1994) menyarankan untuk memakai pertumbuhan porsi pasar sebagai cara untuk mengukur efektivitas mengingat pertumbuhan porsi pasar merefleksikan kemampuan perusahaan untuk meraih skala efisiensi dan mencapi kekuatan pasar (market power). Di samping itu, pertumbuhan porsi pasar berhubungan erat dengan kemampulabaan (profitabilitas).

Efisiensi diterjemahkan sebagai hasil program-program bisnis yang dijalankan perusahaan dalam kaitannya dengan jumlah sumberdaya yang digunakan untuk program-program biasnis tersebut (Clark, 2000; Slater dan Narver, 1997). Clark (2000) menekankan pentingnya membandingkan produktivitas pemasaran suatu perusahaan dengan produktivitas pesaing karena produktivitas yang dicapai tidak akan berarti apa-apa apabila produktivitas pesaing ternyata lebih baik.

Adaptabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk merespon perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Hal ini dicerminkan oleh keberhasilan produk yang baru diintrodusir oleh perusahaan (Slater dan narver, 1997). Semakin banyak produk baru yang berhasil di pasar menunjukkan daya adaptivitas yang tinggi dari perusahaan karena telah mampu merespon pasar melalui strategi yang dijalankannya.

Menurut Pelham (1997) kinerja pasar salah satunya akan tergantung pada efektivitas outlet. Efektivitas outlet meliputi tiga hal yaitu (1) Kualitas dari suatu produk, (2) Keberhasilan produk baru dan (3) Selalu mempertahankan pelanggan. Sementara itu, dalam penelitian Anderson, et al. (1994) dalam Sekito (1996) bahwa pelanggan yang setia merupakan aset perusahaan untuk meningkatkan kemampulabaan (profitabilitas).

Kualitas produk dipengaruhi oleh (1) penilaian konsumen secara langsung terhadap produk, (2) perbandingan terhadap kompetitor, (3) keyakinan dan rasa percaya konsumen terhadap penawaran produk dengan kualitas yang sangat baik, dan (4) rasa puas terhadap produk (Menon, Jaworski dan Kohli, 1997). Lebih jauh dikatakan bahwa persepsi konsumen terhadap kualitas produk ditentukan oleh dua variable kognitif yaitu ditentukan oleh harapan pra pembelian yang terdiri dari keyakinan atau kepercayaan konsumen terhadap produk yang akan mereka beli dan keinginan konsumen untuk membandingkan dengan produk sejenis sebelum membeli dan persepsi pada pelayanan purna-jual yang didapat dari rasa puas terhadap produk dan layanan purna-jual. Jadi, perusahaan harus dapat membuktikan kualitas produk kepada konsumen agar mereka mau membeli produk yang ditawarkan.

Studi Zethaml et al (1990) tentang persepsi konsumen terhadap kualitas menyimpulkan bahwa persepsi konsumen terhadap kualitas produk dipengaruhi secara positif oleh : (1) keyakinan pemenuhan kebutuhan, (2) kesesuaian pemakaian dengan fungsinya, (3) keseluruhan komposisi atribut produk dan ciri-ciri produk yang akan memenuhi harapan konsumen dan (4) totalitas gambaran dan ciri-ciri suatu produk yang melekat pada kemampuannya untuk memuasakan suatu kebutuhan tertentu. Lebih jauh, Menon, Jaworski dan Kohli (1997) menyatakan bahwa variabel persepsi kualitas dapat dibentuk oleh (1) penilaian fungsi (function) yaitu persepsi terhadap kualitas kinerja primer yang ada pada suatu produk, (2) kehandalan (reliability) yaitu persepsi terhadap kepercayaan pada suatu produk, dan (3) kesesuaian (conformance) yaitu persepsi konsumen pada kepuasan yang didasarkan pada pemenuhan persyaratan atau spesifikasi yang telah ditetapkan terhadap produk.

Penelitian yang dilakukan oleh Samu (1999) menunjukkan bahwa strategi pemasaran melalui aliansi periklanan akan meningkatkan ekuitas merek (brand equity). Aaker (1996) menyatakan bahwa ekuitas merek mempunyai indikator : (1) Brand awareness, berkaitan dengan kemampuan pelanggan potensial untuk memahami atau mengingat sesuatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Pelanggan dianggap memiliki tingkat kesadaran yang tinggi apabila mampu menempatkan merek produk suatu perusahaan sebagai merek teratas di dalam benaknya (top of mind). (2) Brand association yang biasanya bersamaan dengan citra perusahaan karena membantu pelanggan dalam proses mengingat kembali berbagai informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan pembelian. (3) Brand loyalty, sering dianggap sebagai inti dari ekuitas merek. Kondisi ini akan terjadi apabila pelanggan tidak tertarik pada merek lain dan tetap melakukan pembelian walaupun dihadapkan pada produk kompetitor.

III. METODE PENELITIAN

Data untuk penelitian ini diambil dari konsumen oli yang dibagi menjadi dua yaitu konsumen yang membeli oli di bengkel oli dan konsumen industri. Daerah penelitian adalah seluruh wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Besarnya sampel adalah 1.400 responden yang terbagi menjadi 80 persen responden dari bengkel oli dan 20 persen industri.

Data yang terkumpul dianalisis melalui statistik deskriptif dan statistik inferensial. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis indeks untuk menghasilkan gambaran porsi pasar dan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan potensi pasar. Dengan analisis tersebut, penelitian ini menghasilkan :

- Indeks karakteristik porsi pasar (market share)

- Besarnya porsi pasar (market share)

- Besarnya porsi pasar relatif (Relative Market Share)

- Peta potensi pasar di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogjakarta

- Indeks potensi pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kinerja Pasar

Sebelum membahas kinerja pasar dari oli Mesran akan dijelaskan dulu tentang bagaimana oli tersebut sampai ke tangan konsumen akhir. Oli untuk kendaraan bermotor dipasarkan melalui bengkel-bengkel oli, SPBU dan Graha Mesran yang didirikan oleh Pertamina untuk menjual langsung produknya. Oli ini bisa berbentuk oli untuk 4 Tak, oli 2 tak, oli untuk roda gigi dan oli untuk diesel. Sementara itu, oli untuk industri biasanya dipasarkan ke pabrik-pabrik oleh Pertamina secara langsung. Kinerja pasar yang diperoleh Pertamina melalui porsi pasarnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1

Porsi Pasar Produk Pelumas di Jawa Tengah dan

Daerah Istimewa Jogjakarta (2001)

(Dalam persentase)

4 Tak

2 Tak

Roda Gigi

Diesel

AGIP

0.26

0.42

0.03

0.09

CASTROL

1.57

2.20

0.49

0.50

EVALUBE

0.71

1.02

0.52

0.19

FEDERAL

4.21

1.37

0.15

0.06

GRAND

1.35

0.73

0.03

0.00

PENNZOIL

5.17

6.43

4.09

3.91

STP

0.21

0.25

0.70

0.38

TOP 1

4.38

3.87

4.47

3.64

SHELL

0.36

0.45

0.00

0.15

SUPREME

0.27

0.20

0.00

0.00

PERTAMINA

52.08

52.50

74.29

82.70

Sumber : Pertamina dan Fakultas Ekonomi UNDIP, 2001

Dari Tabel 1 terlihat bahwa oli produk Pertamina ini masih mempunyai porsi pasar yang paling besar di semua jenis produk oli. Bahkan, bisa dikatakan bahwa oli Mesran masih mendominasi pasar di level konsumen akhir pengguna kendaraan bermotor di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Untuk produk oli yang berbentuk 4 Tak, Pertamina mampu meraih 52.08% porsi pasar. Pennzoil, TOP 1 dan Federal mengikuti dengan jumlah yang relatif sangat kecil yaitu masing-masing sekitar 5%. Untuk oli 2 Tak, Pertamina memperoleh porsi pasar sedikit lebih banyak yaitu 52.50%. Di pasar ini, Pennzoil juga masih mengikuti dengan porsi 6.43%.

Berbeda dengan oli untuk 2 Tak dan 4 Tak, maka untuk pasar oli yang digunakan untuk Roda Gigi dan Diesel, Mesran lebih dominan. Oli produksi Pertamina masih mendominasi 74.29% untukl Roda Gigi dan 82.70% untuk Diesel. Di pasar oli untuk Roda Gigi, oli produk lain yang mengikuti adalah TOP 1 dan Pennzoil dengan masing-masing porsi 4.47% dan 4.09%. Sementara itu, untuk jenis oli untuk Diesel porsinya juga diikuti oleh oli produk TOP 1 dan Pennzoil dengan masing-masing porsinya adalah 3.64% dan 3.91%.

Untuk pasar industri, tampaknya oli produk Pertamina masing sangat dominan. Sekitar 80% perusahaan industri di Jawa tengah dan Daerah Istimewa Jogjakarta masih menggunakan oli produksi Pertamina. Porsi pasar yang demikian boleh dikatakan sebagai indikator bahwa untuk industri, Pertamina masih mempunyai sifat monopolis.

4.2. Pertimbangan Konsumen Membeli Produk

Gambaran tentang pertimbangan konsumen kendaraan bermotor di dalam memilih oli Mesran akan dianalisis melalui analisis Indeks Dimensi, seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah ini. Indeks dimensi ini mempunyai rentang 1 – 100 dengan semakin besar angkanya maka semakin tinggi pertimbangan konsumen di dalam memilih merek oli.

Pada Tebel 2 terlihat bahwa pertimbangan loyalitas merek Mesran merupakan pertimbangan yang paling tinggi di antara pertimbangan-pertimbangan yang lain (82.1). Hal ini menunjukkan bahwa konsumen di dalam memilih merek oli Mesran untuk digunakan di kendaraan bermotornya sudah ada dalam benak mereka sebelum berangkat membeli oli. Hal ini dimungkinkan karena para konsumen telah mempunyai pengalaman di dalam menggunakan merek tersebut.

Peringkat ke dua adalah para konsumen memilih merek Mesran untuk oli karena mengutamakan fungsi produk oli tersebut. Mereka sama sekali tidak memperhatikan merek apa dari oli yang dipakainya. Indeks dimensi untuk pertimbangan ini adalah 73.4.

Oli Mesran ternyata banyak dipersepsikan sebagai oli yang murah harganya. Hal ini terbukti dengan besarnya indeks dimensi untuk konsumen memilih oli Mesran dengan orientasi harga yang murah (68.7). Di samping itu, oli merek Mesran ini ternyata juga dipakai sebagai barang substitusi yang harganya murah. Indeks untuk pertimbangan ini juga cukup tinggi yaitu 66.3.

Apabila dipakai cut-off untuk indeks dimensi sebesar 60.0 dengan alasan bahwa faktor tersebut disebut sebagai dominan, maka masih ada dua alasan lagi yang menjadi pertimbangan konsumen di dalam memilih oli Mesran. Pertimbangan tersebut adalah membeli karena keyakinan dan atas saran bengkel dengan indeks masing-masing 62.5 dan 60.3. Keyakinan menjadi pertimbangan yang cukup signifikan karena kebanyakan konsumen berpendapat bahwa oli Mesran merupakan oli yang cukup baik untuk digunakan pada kendaraan bermotornya. Demikian juga pertimbangan atas saran bengkel juga tinggi karena para pengelola bengkel berpendapat bahwa kualitas oli Mesran cukup baik.

Terdapat empat pertimbangan dari konsumen yang dalam penelitian ini tidak cukup signifikan dengan indeks dimensi lebih rendah dari 60.0. Empat pertimbangan tersebut adalah konsumen berpendapatan rendah, membeli produk bergengsi, disarankan oleh ahli mesin dan import minded. Pendapatan rendah bukan pertimbangan yang signifikan karena mereka menyadari bahwa kendaraan bermotor mereka membutuhkan oli. Harga oli Mesran sudah dianggap cukup murah dengan pemakaian yang cukup lama untuk diganti lagi. Di samping itu, pemakaian oli dianggap tidak mewakili gengsi karena oli merupakan produk yang dipakai tanpa tampak dari luar. Para ahli mesin tampaknya tidak banyak menyarankan karena mereka tidak langsung mendapatkan keuntungannya kecuali pemilik bengkel. Para konsumen oli Mesran tampaknya tidak menyukai produk yang sifatnya import.

Tabel 2

Indeks Dimensi Pelanggan di Bengkel Oli

Karakter

Nilai Dimensi (%)

Indeks

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

10.0

Dimensi

Loyalitas Merek

X6

0.3

0.7

1.8

1.5

5.5

4.9

10.8

22.8

24.1

27.6

82.1

Utamakan Fungsi

X5

0.7

3.8

5.6

2.9

5.7

7.3

15.9

21.7

22.5

13.8

73.4

Orientasi Harga Murah

X1

3.1

3.4

5.5

5.5

9.0

8.7

15.6

22.6

14.5

12.1

68.7

Substitusi Berharga Mu-rah

X4

3.7

5.4

5.9

5.4

11.1

9.3

12.2

22.8

13.4

10.9

66.3

Membeli Karena Keyaki-nan

X9

1.6

2.9

5.1

6.8

19.0

17.0

18.9

16.3

7.6

4.7

62.5

Membeli Atas Saran Bengkel

X7

1.7

4.5

8.5

6.4

19.8

17.1

15.2

13.9

7.1

5.8

60.3

Berpendapatan Rendah

X3

7.0

8.3

8.7

6.1

13.6

8.4

10.4

17.3

10.9

9.3

59.5

Membeli Produk Ber-gengsi

X2

6.2

6.0

11.3

6.8

12.7

15.0

16.7

15.7

6.7

2.9

56.5

Disarankan Ahli Mesin

X8

8.4

9.6

12.4

10.8

15.4

12.7

10.0

13.3

4.1

3.4

50.9

Import Minded

X10

9.3

12.5

13.5

11.7

19.9

11.5

10.9

5.9

2.7

1.9

45.7

Sumber : Pertamina dan Fak. Ekonomi Undip, 2001

4.3. Alasan Konsumen Membeli Oli Mesran

Alasan Konsumen menggunakan oli Mesran dapat terlihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel tersebut menunjukkan adalah tiga alasan mengapa konsumen memilih oli Mesran dengan tujuh kategori alasan. Dari keseluruhan kategori alasan untuk peringkat I, maka 57.7 % konsumen menyatakan bahwa alasan utama konsumen menggunakan oli Mesran karena harganya yang murah atau terjangkau. Terdapat 21.3% konsumen menyatakan bahwa kualitas produk dapat diandalkan. Sementara itu, untuk kategori yang lain paling banyak hanya 6.0% kosumen yang menyatakannya. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa harga merupakan faktor yang paling penting bagi konsumen di dalam membeli oli.

Untuk peringkat kedua maka kualitas produk merupakan kategori yang utama bagi konsumen untuk memilih oli Mesran (38.2%). Sementara itu, terdapat 28.3% konsumen yang menyatakan harga menjadi alasan yang penting dan 16.8% konsumen menyatakan alasan ketersediaan. Pada peringkat ketiga terdapat 40.0% konsumen menyatakan ketersediaan menjadi kategori utama dan 20.7% mengacu pada kualitas produk. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa harga terjangkau, kualitas produk dan ketersediaan menjadi alasan utama bagi konsumen untuk membeli oli Mesran.

Tabel 3

Alasan Menggunakan Oli Mesran

(Dalam Persentase)

Kategori

Alasan Pertama

Alasan Kedua

Alasan Ketiga

Murah

57.7

28.3

9.6

Kualitas Produk

21.3

38.2

20.7

Mudah Didapat

6.0

16.8

40.0

Kepopuleran Merek

3.2

4.3

7.8

Fanatik

2.8

2.6

5.0

Kebiasaan

5.5

5.4

9.7

Lain-lain

3.5

9.8

7.2

Total

100

100

100

Sumber : Pertamina dan Fak. Ekonomi Undip, 2001

4.4. Pertimbangan Industri Membeli Oli.

Terdapat delapan pertimbangan industri di dalam membeli oli untuk mesin-mesin pabriknya, seperti terlihat pada Tabel 4. Dengan cut-off indeks dimensi sebesar 60.0 maka semua pertimbangan tersebut menjadi penting. Indeks untuk ke delapan pertimbangan ini tidak mempunyai selisih yang besar dengan rentang antara 65.9 sampai dengan 78.1. Peringkat pertama adalah kesesuaian spesifikasi teknologi yang dipakai untuk mesin yang kemudian diikuti oleh pertimbangan mutu, utamakan fungsi, kontinuitas pasokan, rekomendasi supplier mesin, referensi ahli teknik, substitusi berharga murah dan orientasi harga murah.

Melihat indeks yang di atas 60.0 maka tampaknya oli produksi Pertamina memang secara signifikan menjadi oli yang dapat diandalkan untuk konsumsi industri. Sudah sepatutnya kalau di pasar ini Pertamina mempunyai sifat monopolis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa oli Pertamina ini menguasai 93.9% porsi pasar industri.

Tabel 4

Indeks Dimensi Pelanggan di Pasar Industri

Karakter

Nilai Dimensi (%)

Indeks

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

10.0

Dimensi

Kesesuaian Teknis

X5

0.0

0.7

1.0

0.7

7.8

7.5

17.7

30.6

19.4

14.6

78.1

Pertimbangan Mutu

X2

0.7

0.3

1.0

1.3

6.1

8.1

20.9

25.3

23.6

12.8

77.8

Utamakan Fungsi

X4

1.4

1.0

4.1

3.0

7.1

5.7

11.8

23.3

25.0

17.5

76.6

Kontinuitas Pasokan

X8

0.5

0.9

1.9

0.5

3.2

7.1

19.9

27.0

21.8

14.2

76.2

Rekomendasi Supplier

X7

2.8

1.7

4.5

4.1

8.3

12.1

18.6

24.1

13.4

10.3

69.7

Referensi Ahli Teknis

X6

6.7

3.7

4.7

3.4

7.1

10.8

12.8

18.9

18.5

13.5

68.4

Substitusi Berharga Murah

X3

2.0

4.7

7.4

6.1

9.8

9.4

13.5

23.2

12.5

11.4

67.0

Orientasi Harga Murah

X1

1.7

7.1

8.8

6.4

7.7

6.4

16.8

20.9

13.5

10.8

65.9

Sumber : Pertamina dan Fak. Ekonomi Undip, 2001

4.5. Kesetiaan Merek

Hasil penelitian konsumen di bengkel oli menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen oli Mesran (62.6%) tidak pernah berganti merek, sedangkan sisanya yang 37.4% pernah berganti merek. Dari 37.4% konsumen yang telah berganti merek ini dapat dilihat pada tabel 5. Dari Tabel 5 terlihat bahwa ada 10 merek yang pernah ditinggalkan oleh konsumen oli di Jawa Tengah dan DI Jogjakarta. Dari 10 merek tersebut ternyata juga terdapat merek Mesran yang ditinggalkan oleh konsumen selama 6 bulan terakhir. Disusul kemudian oleh TOP 1, Pennzoil, Federal dan Castrol. Sementara untuk merek yang lain relatif kecil.

Terdapat sembilan alasan utama responden untuk berpindah merek. Tiga alasan utama

Untuk pindah merek adalah coba-coba (36.8%), kualitas produk (19.1%) dan murah (11.4%). Alasan yang lain adalah kecocokan, ingin membandingkan, anjuran bengkel, jatah penyalur, persediaan habis dan lainnya.

Tabel 5

Merek yang Ditinggalkan dalam 6 Bulan Terakhir

(Dalam Persentase)

Keterangan

Mesran

8.6

Top 1

8.2

Pennzoil

5.9

Federal

2.5

Castrol

1.4

STP

0.9

Grand

0.8

Shell

0.7

Caltex

0.5

Motul

0.5

Sumber : Pertamina dan Fak. Ekonomi UNDIP, 2001

4.6. Prospek Penjualan

Pada sub-bab ini akan dikemukakan pandangan responden terhadap produk-produk oli yang diproyeksikan paling laku di tahun-tahun mendatang. Perkiraan ini dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6

Perkiraan Responden Bengkel Oli Atas

Prospek Produk Paling Laku

Keterangan

Merek

Persentase

Oli Paling Laku Pertama

Mesran

Federal

TOP 1

85.4

3.8

3.6

Oli Paling Laku Kedua

Pennzoil

TOP 1

Federal

24.9

20.9

20.1

Oli Paling Laku Ketiga

Pennzoil

TOP 1

Castrol

25.6

17.8

12.3

Oli Paling Laku Keempat

Castrol

Pennzoil

TOP 1

18.2

15.8

14.5

Oli Paling Laku Kelima

Castrol

TOP 1

Pennzoil

17.3

12.1

11.1

Sumber : Pertamina dan Fak. Ekonomi UNDIP, 2001

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa 85.4% responden mengungkapkan bahwa oli Pertamina yang paling laku di tahun-tahun mendatang. Selanjutnya, 24.9% responden mengatakan bahwa urutan ke dua yang paling laku adalah merek Pennzoil bersama dengan TOP 1 dan Federal. Merek lain yang mempunyai peluang sukses adalah Castrol.

V. SIMPULAN

5.1. Simpulan Hasil Temuan

Berdasarkan analisis di atas maka kesimpulan hasil temuan bisa dikemukakan sebagai berikut :

  1. Kinerja pasar Pertamina di dalam memasarkan oli merek Mesran bisa dikatakan bagus karena masih bisa memperoleh porsi pasar lebih dari separo baik untuk oli 4 Tak maupun 2 Tak dan terlebih lagi untuk oli roda gigi dan diesel yang telah mencapai porsi lebih dari 70%. Untuk segmen industri, Pertamina bisa dikatakan mempunyai sifat yang monopolis mengingat menguasai lebih dari 90% oli industri.

  1. Di dalam pembelian oli, konsumen lebih banyak mendasarkan pada loyalitas merek dan mengutamakan fungsi bukannya merek karena pengetahuan mereka akan kualitas dari oli Mesran. Mereka juga mempertimbangkan akan harga oli Mesran yang murah dan sekaligus menjadikan substitusi dengan harga murah.

  1. Untuk segmen industri, oli Mesran dipersepsikan sebagai oli yang sudah sesuai dengan spesifikasi teknis dari mesin yang dipakai oleh pabrik, kualitas yang bagus dengan kontinuitas pasokan yang memadai sehingga pabrik bisa beroperasi secara efisien karena harganya yang murah.

  1. Atas dasar loyalitas merek, maka lebih dari 60% konsumen oli Mesran di bengkel oli tidak pernah berganti merek, sementara untuk industri terdapat lebih dari 70% yang tidak pernah berganti merek. Namun demikian, pendapat responden ternyata mencermati bahwa pada masa-masa mendatang terdapat tiga merek yang harus diwaspadai oleh Pertamina yaitu Pennzoil, TOP 1 dan Federal. Merek lainnya yang mempunyai peluang sukses adalah Castrol.

5.2. Implikasi Kebijakan

Beberapa implikasi kebijakan yang dapat ditarik dari kesimpulan hasil temuan adalah sebagai berikut :

  1. Porsi pasar pada tingkat bengkel yang tinggi dan dominan akan menjadi tugas yang berat bagi manajemen untuk mempertahankannya. Ancaman dari merek lain sudah menjadi nyata mengingat porsi pasar terutama untuk oli 4 Tak dan 2 Tak hanya sekitar 50%.

  1. Hasil temuan yang menunjukkan bahwa porsi pasar yang hanya separo adalah lebih rendah apabila dibandingkan dengan porsi pasar untuk industri. Hal ini dapat diduga karena pengaruh heterogenitas pengecer dengan heterogenitas kepentingan, dibandingkan dengan homogenitas konsumen industri dan jumlahnya yang lebih sedikit. Observasi menunjukkan bahwa terdapat indikasi adanya kepentingan pengecer (bengkel) dalam peranan penjualan akhir. Salah satu implikasi penelitian yang dapat disarankan adalah penelitian mengenai perilaku distribusi produk oli dan factor-faktor yang mendorong perilaku untuk memberi referensi bagi pembelian merek oli tertentu yang akan berpengaruh pada penjualan akhir.

  1. Pada segmen konsumen di bengkel oli terdapat pertimbangan yang paling dominan yaitu loyalitas merek, fungsi dan harga murah. Oleh karena itu, kebijakan pemasaran seyogyanya diarahkan untuk pengembangan dimensi tersebut sehingga berdampak pada pembelian dan pembelian ulang konsumen.

  1. Dari data yang dianalisis terdapat temuan bahwa konsumen tidak mempertimbangkan produk import sebagai pertimbangan utama. Pada posisi ini Pertamina seharusnya tidak mengembangkan dikotomi produk domestik dan produk import akan tetapi lebih menekankan pada penajaman atribut kualitas, fungsi dan harga disamping referensi orang-orang di sekitar konsumen seperti para penjual di bengkel-bengkel.

DAFTAR PUSTAKA :

Aaker, et al (1990)’ "Consumer Evaluations of Brand Extentions", Journal of Marketing, Vol. 54 , No. 1, p. 27-41

Bhargava, M., Dubelaar, C. dan Ramaswami, S (1994), "Reconciling Diverse Measures of Performance: A Conceptual Framework and Test of a Methodology", Journal of Business Research, Vol.31, p 235-246

Clark, B.H. (2000), "Managerial Perceptions of Marketing Performance : Efficiency, Adaptability, Effectiveness and Satisfaction", Journal of Strategic Marketing, Vol. 8, p 3-25

Keats, B.W. and Hitt, M.A. (1988) "A Causal Model of Linkages Among Environmental Dimensions Macro Organizational Characteristics, and Performance", Academic of Management Journal, Vol. 31, No.3 p. 570-598

Kotabe, Masaaki et al (1991), "The Perceived Veracity of PIMS Startegy Principles in Japan : An Emperical Inquiry", Journal of Marketing, 55, p. 26-41

Menon, A., Bernard J. Jawarski and K. Kohli (1997), "Product Quality: Impact of Interdepartemental Interactions", Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 8 No. 5, p. 180-200

Pelham, Alfred M ( 1997) , " Mediating Influencies on the Relationship between Market Orientation and Profitability in Small Industry Firms", Journal of Marketing Theory and Practice, Summer, p. 55-76

Permadi, M.F. (1998), "Pengembangan Konsep Market Performance", Jurnal Ekonomi and Bisnis Indonesia, 13(3): 70-79

Pertamina UPPDN IV Jateng dan DI Jogjakarta dan Fakultas Ekonomi UNDIP 2001, "Survai Market Segment dan Market Share Pelumas Pertamina di UPPDN IV" Semarang

Sekito Haruna (1996), "The Implementation of the Relationship Marketing Process: By Bouraq Airlines, The Customer’s Perspective", Kelola No 15/VI/1996, p. 25-37

Slater, S.F. and Narver, J.C. (1997), "Information Search Style and Business Performance in Dynamic and Stable Environments: An Exploratory Study", Marketing Science Institute Working Paper Report No. 97-104, p 1-29

Voss, G.B. and Voss Z.G. (2000), " Strategic Orientation and Firm Performance in an Artistic Environment", Journal of Marketing, January, p. 67-83

Zeithaml, et al (1990), "Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectations", The Free Press, New York

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi