JURNAL BISNIS DAN EKONOMI, SEPTEMBER 2001

SELEKSI KARYAWAN BERBASIS PADA KESESUAIAN ORANG-ORGANISASI

Oleh : Siyamtinah

Mahasiswi Prog.S2.Fak.Ekonomi UGM Yogyakarta

ABSTRAK

Perencanaan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan kebutuhan organisasi akan menjadi kunci sukses bagi organisasi yang bersangkutan. Dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan internal maupun eksternal dari organisasi, akan menyebabkan perubahan dan pergeseran fungsi sumber daya manusia, begitu pula yang terjadi pada rekrut dan seleksi karyawan bagi organisasi. Pada awalnya proses rekrut dan seleksi menggunakan prosedur yang mencantumkan kualifikasi persyaratan kerja. Namun dengan adanya perubahan peran dan fungsi SDM tersebut, prosedur itu sudah tidak sesuai lagi. Hal ini menuntut untuk menggunakan model seleksi yang sesuai dengan perubahan-perubahan tersebut. Salah satu paradigma adalah seleksi berbasis pada kesesuaian orang-organisasi.

1. Pendahuluan

Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi. Karena dengan perencanaan dan pemberdayaan SDM yang tepat, organisasi akan menjadi kuat. Selain itu SDM juga merupakan ujung tombak atau kunci kesuksesan organisasi. Perencanaan SDM merupakan proses perkiraan kebutuhan SDM untuk masa yang akan datang, serta bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut (Jackson, 1990).

Walker (1992) memaparkan bahwa perencanaan SDM dilakukan dengan tujuan untuk: (1) Pemanfaatan SDM secara efisien dan efektif.

(2) Mengembangkan SDM yang berkualitas dan memiliki kepuasan kerja. (3) Mengembangkan kesempatan karir yang lebih efektif (4) Memadukan kegiatan SDM dengan tujuan organisasi secara efisien. (5) Membantu proses perekrutan menjadi lebih ekonomis. (6) Membantu mengembangkan sistem informasi SDM sehingga dapat memfasilitasi kegiatan SDM dan unit organisasi.

Dalam perekrutan dan seleksi SDM harus memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam lingkungan eksternal maupun internal organisasi. Dalam hal ini banyak terjadi pergeseran bagi organisasi dalam melangsungkan kegiatan-kegiatannya. Demikian juga yang terjadi pada proses rekrutmen dan seleksi karyawan, akan menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Menurut Lancourt dan Savage (1995) adanya transformasi SDM, mengakibatkan perubahan beberapa fungsi SDM. Beberapa isu muncul seperti, fungsi SDM secara tradisional dari tanggung jawab fungsional bergeser ke lini, SDM sebagai rekan kerja, Fokus pada pengembangan karir dan kompetensi dan beberapa aktivitas yang bertujuan dan mendukung budaya yang lebih egaliter.

Pada mulanya, proses rekrutmen dan seleksi karyawan dilakukan dengan mengikuti prosedur perolehan tenaga kerja, yang pada umumnya mencantumkan kualifikasi kandidat yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan persyaratan kerja. Namun dengan adanya perubahan-perubahan baik dari sisi organisasi, jenis pekerjaan, individu, masyarakat sosial, teknologi maupun jasa pemasaran, maka organisasi harus bisa mengelola kegiatan-kegiatannya, termasuk proses rekrutmen dan seleksi karyawan yang didasarkan pada kebutuhan persyaratan kerja sudah tidak sesuai lagi dan harus disesuaikan dengan iklim dan budaya organisasi.

Dengan alasan-alasan tersebut di atas, berbagai teori telah dikembangkan. Pada umumnya teori-teori ini memberikan hipotesis bahwa keselarasan antara orang dan organisasi akan mengantarkan suatu hasil yang positif seperti halnya sikap kerja para karyawan yang tinggi dan mengurangi stres atau tingkat perputaran tenaga kerja (Karren & Graves, 1994). Pengujian empiris dari teori-teori interaksi telah mendukung gagasan bahwa kesesuaian orang – organisasi dapat mempertinggi sikap dan perilaku kerja. Menurut Downey, Hellriegel dan Slocum (1975) kesesuaian antara keadaan individu dan organisasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan akan mengurangi besarnya kinerja dari pekerjaan. Selanjutnya akan dibahas mengenai hiring untuk kesesuaian orang-organisasi.

2. Seleksi Tradisional vs Hiring untuk Kesesuaian Orang-Organisasi

Secara umum atau tradisional, proses perekrutan dan seleksi adalah merupakan serangkaian rintangan yang ditujukan pada penilaian calon terbaik untuk mengisi jabatan (Dessler, 1997). Dalam proses prerkrutan dan seleksi ini menuntut untuk:

  1. Melakukan perencanaan dan pelamaran pekerjaan untuk menetapkan tugas-tugas dari posisi untuk diisi.
  2. Membangun suatu pangkalan calon untuk jabatan-jabatan ini dengan merekrut calon-calon internal dan eksternal.
  3. Meminta karyawan untuk mengisi formulir lamaran dan barangkali melakukan suatu wawancara penyaringan.
  4. Memanfaatkan berbagai teknik seleksites, penyelidikan latar belakang, dan pengujian fisik untuk mengidentifikasi calon yang bersemangat untuk mengisi jabatan.
  5. Mengirimkan kepada penyelian yang bertanggung jawab untuk jabatan itu satu atau lebih calon yang bersemangat.
  6. Neminta para calon untuk mengikuti satu atau lebih wawancara seleksi dengan penyelia dan pihak-pihak relevan lain dengan tujuan akhir untuk menetapkan kepda calon yang mana jabatan akan diserahkan.

Langkah-langkah dalam proses perekrutan dan seleksi dapat dijelaskan pada gambar 1.

Gambar 1.

Perencanaaan dan peramalan pekerjaan

calon

Penyelia mewawancarai calon untuk menentukan pilihan

Menggunakan alat seleksi seperti tes penyaringan

Perekrutan

Pelamar melengkapi formulir

Sumber: Dessler, 1997

Pada seleksi (hiring) yang berbasis pada kesesuaian orang-organisasi berbeda dengan model seleksi tradisional dalam beberapa hal yang penting. Model ini memaparkan sebuah sintetis langkah-langkah yang diambil oleh organisasi, dimana dalam praktek hiring merupakan sebuah kesesuaian orang – organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan lowongan yang ada dalam perusahaan, masalahnya adalah siapa yang akan direkrut. Dalam hal ini dihubungkan dengan intellegence ( tingkat kecerdasan pelamar ), conscientiousness ( pemikiran-pemikiran/kesadaran yang dimiliki pelamar ), dan job performance (kinerja yang dimiliki). Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2a.

Di samping itu ada beberapa kriteria lagi tentang siapa yang akan direkrut, sebagai berikut:

1. Perusahaan akan melakukan rekrutmen dengan menyesuaikan knowledge, skill dan abilities (KSAs) para pelamar.

2. Perusahaan akan menyocokkan job description dan job specification, dimana job description adalah tanggung jawab sebenarnya dalam menjalankan pekerjaannya, sedangkan job specificstion adalah ketrampilan dan kemampuan untuk menjalankan tugasnya ( Buhler dan Patricia, 1998), seperti terlihat pada gambar 2b.

3. Pelamar yang terpilih tidak hanya sesuai untuk jenis pekerjaan tetapi juga sesuai dengan budaya organisasi dalam perusahaan tersebut.

4. Pekerja yang dipilih adalah pekerja yang memiliki fleksibilitas dan motivasi yang tinggi.

5. The "Big Five" personality dimensions, dimensi ini merupakan pola dari kebiasaan yang terus berlangsung melewati rentang antara situasi dan person’s lifetime. The big five adalah sebagai berikut ( Behling & Orlando, 1998):

  • Extroversion, pekerja tersebut aktif, tegas dalam pernyataannya atau mengemukakan pendapatnya, mampu bekerja dalam tim, dan suka atau mudah bergaul dengan siapa saja.
  • Emotional Stability, mengukur apakah pekerja tersebut cepat marah, mudah cemas, depresi, emosional, memiliki perasaan tidak aman dan sebagainya.
  • Agreeableness, mengukur apakah pekerja tersbut mudah bekerja sama, berkelakuan baik/sopan, fleksibel, pemaaf, good-natured, rendah hati, toleran, dan dapat dipercaya.
  • Consientiousness, mengukur apakah pekerja itu memiliki orientasi kepemimpinan, berhati-hati bekerja keras, dapat berorganisasi, selalu memiliki rencana, dapat dijadikan sebagai penerus atau jika di organisasi dapat menjadi seorang kader pemimpin, memiliki tanggung jawab dan cermat dalam apa yang perlu dilakukan atau diperbaiki.
  • Openness to Experience, pekerja tersebut memiliki sensitifitas yang tinggi, wawasan yang luas, berbudaya, selalu ingin tahu tentang hal-hal yang baru atau up to date, dan original.

Gambar 2a.

Third cut at modeling the relationship among genaral intelligence, conscientiousness and job performance

Problem Solving Requiretmen

Job

Performance

Job

Knowladge

Training

Performance

Conscientiousness

Degree of Autonomy in job

9

Match skill required of the posistion with skill actually prossessed by the job candidate

Selection Prosess

Job Discription

Job Specification

Gambar 2b.

Sumber : Behling, O., 1998.

Kesesuaian orang – organisasi memerlukan dua tipe kesesuaian (fit) yang dicapai dalam proses hiring ( Bowen, Ledfort & Nathan, 1991). Dua macam kesesuaian tersebut adalah :

a. Kesesuaian antara Pengetahuan (knowledge), ketrampilan/keahlian (skill) dan kemampuan (ability) individu dengan permintaan pekerjaan (task demand) atau syarat kritis untuk suatu pekerjaan atau tugas.

  1. Kesesuaian antara personality (kebutuhan, perhatian dan value ) individu dengan iklim dan budaya organisasi. Sedangkan dalam model seleksi tradisional memfokuskan pada kesesuaian tipe yang pertama, yaitu kesesuaian antara knowledge , skill dan ability (KSA) dengan job.

3. Tahap-tahap Hiring untuk Kesesuaian Orang - Organisasi

Ada empat tahap di dalam hiring untuk kesesuaian orang-organisasi . Tahap-tahap tersebut adalah menilai lingkungan kerja, menyimpulkan tipe orang-orang yang memenuhi syarat, mendesain tata cara penerimaan, dan mendukung kesesuaian orang-organisasi terhadap pekerjaan ( Bowen, dkk: 1991).

Gambar 3. merupakan gambaran dari tahap-tahap seleksi dari proses interaksi antara orang dan organisasi.

Gambar 3.

Tahap-tahap hiring untuk kesesuaian orang-organisasi

  1. ASSES THE OVERALL WORK ENVIRONMENT
  • Job Analysis
  • Organizational Analysis

  1. INFER THE TYPE OF PERSON REQUIRED
  • Technical Knowledge, Skill and Abilities
  • Social skill
  • Personal Needs, Values, and Interest
  • Personality Traits

  1. DESIGN "RITES OF PASSAGE" FOR ORGAIZATION ENTRY THAT ALLOW BOTH THE ORGANIZATION AND THE APPLICANT TO ASSES THEIR FIT
  • Test of Cognitive, Motor, and Interpersonal Abilities
  • Interviews by Potential Co-Worker and Other
  • Personality Test
  • Realistic job Previews, Including Work Sample

  1. REINFORCE PERSON-ORGANIZATION FIT AT WORK
  • Reinforce Skill and Knowledge Through Task Design and Training
  • Reinforce Personal Orientation Through Organization Design

Sumber: Bowen, D. E., Ledford, Jr. G. E., & Nathan, B. R.,1991.

  • Tahap pertama : Menilai Lingkungan Kerja.

Dalam model ini juga melakukan analisa jabatan seperti yang dilakukan pada model seleksi tradisional. Analisis jabatan merupakan instrumen lain untuk mencapai kesesuaian antara KSA individu dan persyaratan kerja. Alternatif tehnik analisis jabatan termasuk di dalamnya adalah daftar pertanyaan analisa posisi, pekerjaan yang tersedia dan tehnik-tehnik yang bersifat kritis.

Dalam analisis organisasional mempunyai tujuan : (1) Untuk mendefinisikan dan menilai lingkungan yang merupakan karakteristik organisasi, bukan hanya sebagai karakteristik dari jabatan khusus. (2) Mengidentifikasikan perilaku dan tanggung jawab yang mengarah pada keefektifan organisasi, dan (3) Data analisis jabatan akan cepat "out dated" sebagai perubahan produk dan teknologi yang membentuk tugas karyawan.

  • Tahap kedua : Menyimpulkan tipe orang-orang yang memenuhi syarat.

Manager akan memanggil pelamar dengan kontek tentang "siapa mereka" tidak hanya "mereka dapat bekerja". Tahap kedua ini juga memerlukan kesimpulan dari analisis jabatan ( Knowledge, skill dan Ability) dan menyimpulkan hasil dari analisis organisasional yaitu, needs, value dan interest yang merupakan kepribadian yang harus dimiliki oleh pelamar untuk menjadi anggota organisasi yang efektif.

  • Tahap ketiga : Mendesain tata cara penerimaan yang menyediakan penilaian kesesuaian organisasi dan individu.

Ada sedereten penyaringan yang digunakan pada tahap ini. Beberapa tujuan dari penyaringan adalah: pertama, dengan menggunakan model multiple screening, peningkatan dan kriteria yang direkomendasikan oleh peneliti sebagai pendekatan hiring yang paling

bagus. Kedua, multiple screening tidak hanya menseleksi karyawan tetapi juga menyediakan informasi tentang lingkungan kerja bagi karyawan. Sehingga mereka bisa membuat pilihan informasi tentang pekerjaan yang diinginkan. Ketiga, orang akan bergabung dengan keunikan organisasi

( organization feel special).

Cara lain dalam tahap ini adalah dengan menggunakan tes kepribadian, yang menyediakan informasi tentang pelamar yang memandang pekerjaan secara sungguh-sungguh dan informasi tentang organisasi bagi pelamar.

  • Tahap keempat: Mendukung kesesuaian orang – organisasi pada pekerjaan.

Bagaimanapun proses hiring harus diitegrasikan dan didukung oleh praktek manajemen SDM dari perusahaan. Sebagai contoh, Japanese mencoba menciptakan tipe organisasi tertentu yang mempunyai karakteristik nilai kekeluargaan dari team work, pembuatan keputusan bersama, pengawasan horisontal (peer control), egalitarianisme dan tidak menentukan peta karir. Klasifikasi kerja yang luas akan mendorong fleksibilitas karyawan, lebih dari identifikasi dari tugas yang khusus.

Training kerja yang ekstensif dan rotasi kerja, juga akan meningkatkan fleksibilitas karyawan. Aktivitas kelompok juga mendorong karyawan untuk memberikan ide pada peningkatan organisasional dan memajukan team work. Dan akhirnya stabilitas karyawan akan membantu organisasi untuk merealisasi kembali pada training dan investasi yang lain pada SDM, dan meningkatakan loyalitas karyawan terhadap organisasi.

4. Beberapa hal yang harus dihindari

Suatu model atau metode adalah tidak luput dari kegagalan. Model hiring inipun mempunyai kemungkinan mengalami kegagalan. Secara umum untuk mengatasi kegagalan tersebut, ada beberapa hal yang harus dihindari, yang disebut dengan The Ten Deadly Traps ( Araoz, 1999).

  • The Reactive Approach.

Masalah pada pendekatan reaktif ini adalah bahwa pendekatan ini memfokuskan pada sifat individu yang dikenal dan kompetensi efektif dari orang-orang sebelumnya dari pada persyaratan tugas untuk masa depan.

  • Unrealitic Spesifications.

Seperti pada job description yang biasanya digambarkan oleh tim penerimaan, yang meng-interview setiap orang yang akan bekerja dalam perusahaan dengan hire yang baru. Tim penerimaan mencatat visi orang lain pada persyaratan kerja dan konsep personal pada kualitas yang mengarah pada kinerja yang bagus. Spesifikasi biasanya disusun tanpa mempertimbangkan prioritas kritis yang dapat disempurnakan oleh manajer yang baru. Merekapun tidak memperhitungkan yang mana skill yang sudah siap ada di organisasi.

Hasil dari Unrealistic specification adalah bahwa universe dari kandidat menjadi sangat kecil, dan ini barang kali masih ada diluar kandidat terbaik yang mungkin mempunyai esensi yang sejalan dengan kebutuhan kompetensi untuk sukses, jika mereka tidak menemukan beberapa spesifikasi.

  • Evaluating People In Absolute Terms.

Selama proses interview eksekutif sering mempunyai pertanyaan-pertanyaan yang favorit. Diantaranya adalah: "Apa kekuatan dan kelemahanmu?" dan "Di mana kerja yang kamu inginkan untuk lima tahun kedepan mulai sekarang?". Orang menjawab pertanyaan ini biasanya dengan jawaban yang baik atau jawaban yang buruk. Ini merupakan hal yang absolut. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah opini yang dibuat dalam kevakuman dan dapat dipahami. Masalahnya adalah jawaban-jawaban tersebut diambil sebagai fakta.

  • Accepting People At Face Value.

Di era modern ini dikatakan bahwa orang suka bersifat sinis dan skeptis, tetapi kita tidak dapat mengetahui dari prses hiring. Pelamar selalu mengambil muka. Dan ekskutif selalu percaya dengan jawaban dari interview dan informasi yang mereka catat. Tetapi beberapa pelamar tdak menjawab dengan sebenarnya. Kenyataannya beberapa pelamar tidak perpikir tentang kesesuaian dengan perusahaan dalam jangka panjang. Mereka berpikir hanya untuk melepaskan diri dari situasi yang buruk atau membuat banyak uang atau menggunakan dengan cara apa agar kelihatan organisasi lebih baik. Resum diedit untuk untuk menyorot pengalaman yang sukses atau menghilangkan yang lain sama sekali.

Selama interview, orang sering menyesuaikan dengan kebenaran yang cocok dengan pertanyaan. Kenyataannya proses hiring tidah kondusif untuk melengkapi keterusterangan atau keterbukaan. Orang ingin menjadikan masa depannya yang terbaik dan juga sering menunjukkan segi terbaik yang dimilinya. Masalah ini akan timbil jika perusahaan tidak pernah mencoba untuk melihat yang lainnya.

  • Believing References.

Orang cenderung untuk menerima kandidat pada perkataan mereka, dan juga referensi yang mereka gunakan. Tetapi yang kita temukan bahwa referensi yang diberikan oleh kandidat adalah kelemahan

value yang bersifat ekstrim. Alasannya, dulu maupun sekarang, biasanya boss dan kolega berbaik hati dengan sanjungan mereka. Setelah itu mereka memperhatikan lebih jauh tentang hubungan mereka dengan kandidat daripada porsi seseorang. Di sisni mereka tidak pernah membuat keputusan hiring yang bagus.Yang lebih menarik, eksekutif biasanya percaya apa yang didengar dari referensi, pada hal mereka tidak tahu, apakah orang tersebut dapat dipercaya.

  • The "just like me" bias.

Keseluruhan dari kesalahan ada pada permainan dalam proses hiring. Dalam hal ini, kesalahan merupakan suatu stereotype, yang mengasumsikan bahwa karakter tertentu diasosiasikan dengan ras, gender atau kebangsaan. Kesalahan ini juga merupakan hallo effect yang menghalangi karakteristik positif yang cemerlang dari seseorang dari orang yang lainnya. Tetapi bias yang paling mendalam dari semuanya adalah cenderung untuk terlalu mendasarkan pada orang yang "hanya orang seperti kamu".

  • Delegation Gaffes.

Kebanyakan eksekutif ingin membuat keputusan hiring sendiri dengan baik. Mereka mengambil keputusan hiring menurut mereka sendiri, melakukan interview finalis untuk menentukan "pemenang". Bagaimanapun delegasi eksekutif tahap kritis mengarah kepada nilai. Seringkali, mereka mengatakan laporan langsung mereka atau anggota mereka dari departemen SDM untuk menciptakan job description. Delegasi seperti itu baik jika orang menciptakan diskripsi singkat pada job opening dan manajer top lainnya terlibat didalamnya selama proses hiring berlangsung.

Tetapi hal ini jarang terjadi, karena eksekutif terlalu sibuk. Sehingga mereka mendelegasikan tugas pada urutan pertama. Kesalahan delegasi yang lain bahwa eksekutif memberikan interview putaran pertama dilakukan oleh staf yang tidak ahli dalam mempersiapkan evaluasi atau staf yang tidak mempunyai motivasi yang tinggi.

  • Unstructured Interviews.

Seharusnya interview mempunyai daftar desain pertanyaan yang dipersiapkan dengan baik untuk menyatakan kompetensi kandidat, tentang pengetahuan, keahlian dan kemampuan umum. Namun kadang-kadang interview tidak terstruktur, sehingga seringkali dalam interview terjadi percakapan yang melebar, tepai hanya sedikit mengenai kemampuan kandidat untuk bekerja.

  • Ignoring Emotional Intelligence.

Kebanyakan perusahaan hanya melihat pada hard data pelamar seperti, pendidikan, IQ, sejarah pekerjaan dan sebagainya. Tetapi perusahaan jarang melihat soft data yaitu intelegensi emosional pelamar. Padahal intelegensi emosional pelamar merupakan sebuah prediksi kritis dari kesuksesan profesional, yang lebih dikenal orang dengan lima komponen intelegensi emosional. Lima komponen tersebut adalah self-awareness, self-regulation, motivation, emphaty dan social skill. Tetapi dengan mengenali lima komponen tersebut, tidak berarti mudah untuk mengidentifikasinya.

Hal tersebut membuat keadaan masih kasar atau kurang jelas. Setiap tugas atau pekerjaan memerlukan kompetensi emosional yang berbeda. Suatu pekerjaan – dalam hal ini, CEO dari unit gabungan strategik – dapat memunculkan kelebihan social skill yang biasanya disebut manajemen konflik. Dalam pekerjaan yang lain – midle manajer pada perusahaan perseorangan, dapat memerlukan banyak emphaty dan kompetensi spesifik untuk mengubah katalisator. Tetapi banyak perusahaan menanggapi secara komplek dari penilaian kompetensi emosional dengan menempatkannya di luar proses hiring. Terakhir, yang merupakan masalah mengapa perusahaan tidak mengukur kompetensi emosional dan sosial, ketika mereka tahu bahwa keduanya penting.

  • Political Pressures.

Tekanan politik merupakan jebakan hiring yang paling menakutkan diantara jebakan yang lain. Seperti dalam kasus orang yang memperkerjakan temannya, ia berusaha menolong temannya tersebut dengan berbagai cara, agar bisa diterima. Ia menggunakan cara yang politis untuk menutupi kekurangan temannya tersebut, agar dimata mereka kelihatan baik dan memenuhi kriteria dari organisasi, dan akhirnya diterima sebagai karyawan. Hal seperti ini akan menghancurkan tidak hanya pada kinerja organisasi tetapi juga menghancurkan moral. Politik dalam hiring mungkin tidak tepat disebut sebagai jebakan. Ini lebih seperti sebuah kubangan yang mematikan.

5. Kelebihan dan Kelemahan Hiring untuk Kesesuaian Orang–Organisasi

Menurut Bowen dkk (1991) ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari model hiring ini. Kelebihannya,

pertama, tentang sikap karyawan yang lebih menguntungkan. Kesesuaian antara kebutuhan individu dengan iklim dan budaya organisasi akan berhasil dalam kebersamaan kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

Kedua, tentang perilaku karyawan. Studi menunjukkan bahwa high involvment organization yang menggunakan model seleksi ini mempunyai tingkat absensi, perputaran, dan keluhan karyawan yang rendah. Di sini karyawan merasa dirinya adalah milik organisasi dan merasa bahwa mereka menginvestasikan sumber dayanya pada organisasi dan menjaganya secara terus menerus.

Ketiga, dukungan terhadap desain organisasi. Proses hiring pada organisasi berkinerja tinggi bisa membentu menyeleksi karyawan yang tertarik dengan tantangan, tanggung jawab, tugas yang bervaiasi dan sistem pengupahan yang berdasar perilaku dan kinerja.

Sedangkan kelemahan dari model hiring ini, Pertama adalah menggunakan investasi sumber daya yang lebih besar. Biaya untuk merevisi model seleksi ini berbeda dengan model tradisional. Pada model tradisional, memerlukan revisi jika persyaratan dari pekerjaan berubah secara signifikan. Namun pada model yang baru, membutuhkan revisi jika lingkungan bisnis, teknologi dan budaya yang disaratkan oleh organisasi berubah secara signifikan. Jadi di sini frekuensi perubahannya lebih kecil tetapi cakupannya akan lebih luas dibandingkan dengan model tradisional. Sebuah perubahan dalam praktek hiring untuk kessesuaian orang – organisasi sebaiknya memasukkan perubahan dalam setiap seleksi karyawan baru.

Kedua, Teknologi seleksi yang tidak dikembangkan. Teknologi seleksi masih relatif tidak berkembang. Salah satu masalahnya adalah masih sedikit cara yang mengesahkan tes kepribadian terhadap kenerja tugas dengan sukses. Dalam konteks kesesuaian orang-organisasi, teknik untuk menilai individu adalah lebih dikembangkan dari pada menilai lingkungan kerja. Seseorang lebih dulu dinilai pengalaman pribadinya dalam hubungan kerja seperti dalam menilai KSA.

Ketiga, Tekanan terhadap karyawan. Tingkat keterlibatan organisasi yang lebih tinggi terhadap pekerjaan, digabungkan dengan tekanan pengalaman yang berlebihan pada pekerjaan, karyawan merasa tertekan dengan adanya peran manajerial dari boss.

Keempat, Sulit untuk menggunakan model secara menyeluruh. Kelebihan model ini dapat digunakan dalam organisasi yang baru. Namun, satu komponen dari model ini adalah tes seleksi formal yang spesifik, sering tidak dapat digunakan secara tepat di dalam kehidupan organisasi. Sebab tes ini belum divalidasi. Dalam beberapa keadaan mungkin dapat menghindari masalah ini, dengan memvalidasi tes sebelum hiring dalam organisasi yang baru, jika budaya organisasi sekarang adalah sama dengan budaya organisasi yang diinginkan.

Kelima, Kurangnya adaptasi organisasional. Masalah bisa timbul jika hiring tersebut mengarah pada angkatan kerja yang mempunyai profil kepribadian yang sama. Akibatnya organisasi akan menjadi stagnant. Karena setiap orang akan berbagi dalam kesamaan nilai, kekuatan, kelemahan dan blindspot. Dalam organisasi yang mempunyai variasi internal yang kecil pada karyawan, hanya baik untuk kinerja jangka pendek, tetapi tidak baik untuk jangka panjang. Hal ini merupakan hasil adaptasi organisasional yang rendah.

5. Penutup

Hiring untuk kesesuaian orang-organisasi akan menjadi model seleksi yang efektif untuk bagi tipe lingkungan bisnis. Kesuksesan organisasional dalam lingkungan mensyaratkan hiring karyawan yang sesuai dengan karakter organisasi, bukan karyawan yang sesuai dengan permintaan kerja (task demand). Kepribadian karyawan harus sesuai dengan philosofi manajemen dan niali-nilai yang mendukung untuk mendefinisikan keunikan organisasi dan kesesuaian untuk masa yang akan datang.

Organisasi yang akan menerapkan hiring untuk kesesuaian orang-organisasi ini, manajer harus bisa mengelola sebuah paradox. Mereka harus membentuk budaya organisasi yang kuat, pada waktu yang sama. Selain itu juga merancang situasi pekerjaan yang cukup lemah untuk memeberikan kesempatan kualitas keunikan dari diri karyawan mempengaruhi kinerja dalam pekerjaannya.

REFERENSI:

Behling, O. 1998. Employee selection: Will intelligence and conscientiousness do the job ? Academy of Management Executive, 12 (1): 77-86.

Bowen, D. E., Ledford, Jr., G. E. and Nathan, B. R. 1991. Hiring for the organization, not the job. Academy of Management Executive, 5 (4): 35-51.

Buhler, Patricia, 1998, Selection The right Person for The Job: No Small Callange, Supervision, Vol. 59 (1): Januari, 7-9.

Dessler, Gary,1997, Human Resource Management, Seventh Edition, Prentice Hall, Inc, New York.

Fernandez-Araoz, C. 1999. Hiring without firing. Harvard Business Review, July-August: 109-120.

Karren, R. J., and Graves, L. M. 1994. Assesing person-organization fit in personel selection: Guidelines for research, International Journal of Selection and Assesment, 2 (3): 146-156.

Lancourt, J. and Savage, C. 1995, Organizational Transformation and the Changing Role of the Human resourse Funtion, compensation and Benefits Management, Autum: 42-49.

Walker, J. W., 1994, Integratting the Human Resources Function with the Business Resources Planning, Human Resources Planning, Vol, 17 (2): 59-77.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi