JURNAL BISNIS DAN EKONOMI, MARET 02

PENGARUH PENGALAMAN TERHADAP PROFESIONALISME SERTA PENGARUH PROFESIONALISME TERHADAP KINERJA DAN KEPUASAN KERJA : STUDI KASUS AUDITOR BPKP

Oleh : Sumardi & Pancawati Hardiningsih

BPKP Semarang & STIE Stikubank Semarang

ABSTRACT

The result indicates that the experienced BPKP auditors have high professionalism (except for social obligation dimension). The examination of correlation between professionalism and job performance indicates that both have significant correlation except for the self regulation dimension. The result of correlative examination between professionalism and job satisfaction, experience and job satisfaction, experience and job performance are the same. The results show that professionalism and experience are very important to increase job performance and job satisfaction in internal auditor government (BPKP). The experienced auditors are professional to make judgement and decision in auditing.

Keywords : experience, professionalism, job performance, job satisfaction and internal auditor government

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Fungsi organisasi yang meliputi serangkaian tindakan mulai perencanaan sampai dengan selesainya pekerjaan harus dilakukan pengendalian (controlling), demikian pula pemerintah (dalam hal ini BPKP) juga melakukan fungsi tersebut dalam rangka pertanggungjawaban kepada rakyatnya. Tugas pokok dan fungsi BPKP antara lain mempersiapkan perumusan kebijakan pengawasan, menyelenggarakan pengawasan umum atas penguasaan dan pengurusan keuangan dan menyelenggarakan pengawasan pembangunan. Sedangkan fungsi yang dilakukan diantaranya melakukan pemeriksaan akuntan untuk memberikan pendapat akuntan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan badan-badan lainnya, serta melakukan pemeriksaan khusus terhadap kasus-kasus yang diindikasikan mengandung unsur penyimpangan yang merugikan pemerintah serta melakukan evaluasi terhadap tata kerja administrasi pemerintah.

BPKP sebagai lembaga internal auditor pemerintah dalam melaksanakan fungsinya untuk memperoleh dan mempertahankan bidang pengetahuan, bidang pengetahuan (body of knowledge) yang berguna bagi masyarakat, rasa tanggung jawab kepada masyarakat atas penggunaan pengetahuan itu, mempunyai kode etik dan jurnal/ publikasi, serta adanya standar teknis pelaksanaan bagi anggota profesi (Burns dan Haga, 1977).

Sebagai lembaga internal audit pemerintah yang menghasilkan berbagai produk pengawasan seperti General Audit, Operational Audit dan Special Audit serta mempunyai sumber daya manusia yang berstatus sebagai tenaga fungsional audit. BPKP seringkali menghadapi berbagai masalah diantaranya adalah tuntutan untuk selalu mengedepankan sikap profesionalisme bagi para auditornya, standar penilaian kinerja yang tidak sepenuhnya memperhitungkan keahlian audit (audit expertise) serta kepuasan kerja yang harus selalu diciptakan oleh institusi untuk meminimalkan keinginan untuk pindah (intention to turnover) para auditornya.

BPKP sebagai internal auditor pemerintah harus meningkatkan pengetahuan dan keahliannya agar tidak ketinggalan dengan perkembangan yang terus berlangsung. Namun demikian sebagaimana lembaga pemerintah BPKP terikat oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penilaian kinerja auditor oleh atasan langsungnya (supervisor) beradasarkan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaaan (DP3) yang meliputi prakarsa, kerjasama, prestasi, kepemimpinan dan kesetiaan. Peningkatan jabatan tertentu terpaku pada pola yang dirumuskan dalam DP3 yang lebih besifat formalitas dibandingkan mengedepankan kinerja auditor pada waktu melakukan audit. Hal tersebut perlu dibenahi untuk profesi auditor sebagai bentuk pertanggung jawaban hasil kerjanya terhadap profesi dan masyarakat.

Hall (1968) mengemukakan terdapat lima dimensi profesionalisme yaitu meliputi komunitas afiliasi (community affilition), kebutuhan otonomi (autonomy demand), keyakinan terhadap peraturan sendiri (self regulation), dedikasi terhadap profesi (dedication), dan kewajiban sosial (social obligation).

Beberapa hasil penelitian antara lain dilakukan oleh Kalbers dan Fogarty (1995) meneliti tentang "hubungan profesionalisme tersebut terhadap kinerja, kepuasan kerja, komitmen organisasi, serta keinginan untuk pindah disamping hubungannya terhadap pengalaman internal auditor pada berbagai jenis industri di Amerika", menunjukkan bukti bahwa profesionalisme berhubungan positip dengan kinerja khususnya untuk dimensi profesionalisme community affiliation dan autonomy demand. Sementara hubungan antara profesionalisme dengan kepuasan kerja dan pengalaman dengan profesionalisme yang berhubungan positip hanya dimensi community affiliation. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Rahmawati (1997) yang menunjukkan bahwa 5 dimensi profesionalisme semua berhubungan positip dengan kinerja. Namun hubungan antara profesionalisme dengan kepuasan kerja yang berhubungan positip ada tiga dimensi yaitu community affiliation, dedication dan social obligation. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Harrel et.al., (1989) menyimpulkan bahwa internal auditor yang profesional ternyata mempunyai kinerja yang lebih tinggi.

Sementara penelitian yang menghubungkan antara profesionalisme dengan kepuasan kerja dilakukan oleh Schroeder dan Imdieke (1997) menunjukkan bahwa profesionalisme dan kepuasan kerja berhubungan negatif. Sedangkan Sorensen (1967) menyatakan bahwa orientasi profesionalisme berhubungan positip dengan ketidakpuasan kerja.

Berdasar hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bukti empiris yang dihasilkan masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda (kontradiktif) sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada rumusan di atas, maka masalah pokok yang diteliti dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

  1. Bagaimana hubungan antara profesionalisme BPKP dengan kinerja ?

  2. Bagaimana hubungan antara profesionalisme BPKP dengan kepuasan kerja ?

  3. Bagaimana hubungan antara pengalaman BPKP dengan profesionalisme?

  4. Bagaimana hubungan antara pengalaman BPKP dengan kinerja ?

  5. Bagaimana hubungan antara pengalaman BPKP dengan kepuasan kerja ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

  1. Menganalisis pengaruh profesionalisme terhadap kinerja dan kepuasan kerja.
  2. Menganalisis pengaruh pengalaman terhadap profesionalisme, kinerja dan kepuasan kerja.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan teori yang berkaitan dengan akuntansi manajemen dalam kaitannya dengan pengalaman, profesionalisme, kinerja dan kepuasan kerja auditor interen pemerintah. Disamping itu juga diharapkan memberikan kontribusi bagi instansi pengawasan interen pemerintah khususnya BPKP berkaitan dengan pengelolaan para auditornya.

II. TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1. Profesionalisme dan Kinerja

Profesionalisme dalam suatu pekerjaan atau profesi telah lama mendapatkan perhatian dari para cendekiawan dan praktisi. Beberapa peneliti seperti Burns dan Haga (1977); Wesbery (1989); Rodriguez (1991); dan Sawyer (1991) memberikan perhatian khusus mengenai profesionalisme di kalangan auditor. Pada penelitian ini dilakukan uji profesionalisme di kalangan internal auditor pemerintah (BPKP) yang dimensi profesionalismenya diadopsi dari konsep yang dikembangkan oleh Hall (1968). Konsep ini juga digunakan oleh Morrow dan Goetz (1988) serta Morrow, Goetz dan Mc Elroy (1991) untuk menguji profesionalisme para akuntan publik.

Penelitian sejenis dengan konsep yang sama dilakukan oleh Kalbers dan Fogarty (1995) untuk menguji profesionalisme di kalangan internal auditor. Sedangkan di Indonesia penelitian pernah dilakukan oleh Purwoko (1996) dan Rahmawati (1977), masing-masing menguji profesionalisme di lingkungan internal auditor perusahaan swasta dan pemerintah yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) serta internal auditor pada BUMN/BUMD.

Hall (1968) dalam Rahmawati (1997) mengemukakan 5 dimensi profesionalisme yaitu: (1) afiliasi komunitas (community affiliation), (2) kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand), (3) keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation), (4) dedikasi pada profesi (dedication) dan (5) Kewajiban sosial (social obligation).

Meskipun keberadaan 5 dimensi tersebut belum diuji secara luas, bukti empiris menunjukkan bahwa profesionalisme itu bersifat multidimensional yang tidak identik untuk setiap anggota dalam suatu kelompok (Bartol,1979). Sikap profesionalisme dalam suatu pekerjaan tidak terlepas dari kelompok orang yang menciptakan sistem dalam suatu organisasi tersebut. Hal ini berarti bahwa atribut profesional diciptakan sehingga layak diperlakukan sebagai suatu profesi.

Burns dan Haga (1977) minimal menyebut 7 atribut profesional antara lain adanya pemberian jasa terhadap publik, untuk memasuki organisasi tersebut dipersyaratkan pendidikan formal, mempunyai kode etik, adanya asosiasi/lembaga, mempunyai alat pengendalian terhadap bidang pekerjaan yang dilakukan serta menerbitkan jurnal/publikasi.

Demikian halnya dengan auditor yang profesional mempunyai autonomy yang berarti bahwa dia mempunyai kebebasan dan hak prerogratif untuk bekerja berdasarkan aturan kolektif yang dimiliki, individual judgement-nya, serta bidang pengetahuan dan keahlian profesinya. Oleh karena itu klien dan masyarakat lainnya tidak berhak mengatur kebijakan pekerjaan auditor (Langermann J.J, 1971). Kemandirian (autonomy) adalah hal penting bagi internal auditor, karena kebebasan dapat menciptakan nilai pokok dari fungsi suatu profesi.

Dierk dan Davis (1980) menunjukkan bahwa internal auditor merasa mempunyai profesionalisme. Sedangkan nilai profesional sedikit dinyatakan oleh akuntan manajemen dibandingkan akuntan publik (Hastings dan Hinnings, 1970), demikian halnya komitmen profesional (Aranya dan Feris, 1984).

Sementara perilaku kinerja (job performance) individu dapat ditelusuri hingga ke faktor-faktor spesifik seperti kemampuan, upaya dan kesulitan tugas (Timpe, 1988). Kemampuan dan upaya merupakan penyebab yang bersifat internal, sementara faktor-faktor lainnya lebih bersifat eksternal. Kinerja sering kali identik dengan kemampuan (ability) seorang auditor berhubungan dengan komitmen terhadap profesi (Larkin dan Schweikart, 1992).

Kinerja para profesional umumnya mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi terhadap pekerjaan mereka. Adapun profesionalisme itu sendiri menjadi elemen motivasi dalam memberikan kontribusi terhadap kinerja Kalbers et. al., (1995). Meskipun hubungan antara kinerja dan profesionalisme di lingkungan auditor internal secara empiris diakui keberadaannya (De Marco, 1980), namun temuan Hastings dan Hinnings (1970) dalam risetnya terhadap akuntan manajemen menunjukkan bahwa nilai profesional kadang-kadang tidak konsisten dengan tujuan maksimalisasi profit perusahaan.

Kinerja auditor yang berpengalaman dalam melakukan pemilihan dan analisis resiko yang terjadi dalam pelaksanaan audit ternyata dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya (Bonner, 1990).

Hipotesis

Berdasar uraian tersebut, maka dirumuskan 5 hipotesis sebagai berikut :

H1: Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi afiliasi komunitas) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

H2 : Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi kebutuhan otonomi) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

H3: Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

H4: Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi dedikasi terhadap profesi) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

H5: Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi kewajiban sosial) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

2.2. Profesionalisme dan Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)

Kepuasan kerja digambarkan oleh Vroom (1964) sebagai sikap positip terhadap suatu pekerjaan. Kepuasan kerja juga diartikan sebagai seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka, atau suatu perasaan senang atau tidak senang yang relatif berbeda dari pemikiran obyektif dan keinginan perilaku (Davis et. al., 1985).

Sumber kepuasan kerja apabila auditor tersebut bergabung dalam suatu organisasi, ia membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan, dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan atas pekerjaan yang dilakukannya.

Penelitian tentang profesionalisme dan kepuasan kerja antara lain dilakukan Norris dan Neibuhr (1984) menunjukkan bahwa secara empiris ternyata profesionalisme berhubungan secara positip dengan kepuasan kerja. Sementara, Kalbers dan Fogarty (1995) menyimpulkan bahwa profesionalisme dimensi cummunity affiliation berhubungan secara positip dan signifikan dengan kepuasan kerja, sedangkan 4 dimensi profesionalisme yang lain tidak berhubungan dengan kepuasan kerja. Schroeder dan Imdieke (1977) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara profesionalisme dengan kepuasan kerja. Sorenson (1967) secara empiris menyatakan bahwa orientasi profesionalisme berhubungan secara positip dengan ketidakpuasan kerja.

Hipotesis

Untuk menguji hubungan antara profesionalisme dengan kepuasan kerja di lingkungan auditor internal pemerintah (BPKP), maka dirumuskan hipotesis:

H6: Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi afiliasi komunitas) maka akan semakin puas dalam bekerja.

H7: Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi kebutuhan otonomi) maka akan semakin puas dalam bekerja.

H8: Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri) maka akan semakin puas dalam bekerja.

H9: Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi dedikasi terhadap profesi) maka akan semakin puas dalam bekerja.

H10:Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi kewajiban sosial) maka akan semakin puas dalam bekerja.

2.3. Pengalaman (Experience) dan Profesionalisme

Pengalaman merupakan salah satu elemen penting dalam tugas audit di samping pengetahuan yang juga harus dimiliki seorang auditor. Tentu tidak mengherankan apabila cara memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan antara auditor berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman akan berbeda, demikian halnya dalam memberikan kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa.

Auditor merupakan seseorang yang dianggap ahli oleh masyarakat untuk melakukan pemeriksaan pada suatu perusahaan ataupun instansi. Tubbs (1992) menunjukkan bahwa ketika akuntan pemeriksa menjadi lebih berpengalaman maka auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan yang terjadi, dan memiliki salah pengertian yang lebih sedikit mengenai kekeliruan yang terjadi. Selain itu auditor menjadi lebih sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim serta lebih menonjol dalam menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan penyebab kekeliruan. Pengalaman ternyata secara signifikan mempengaruhi pembuatan keputusan audit pada waktu kompleksitas penugasan dihadapi oleh auditor (Abdool Mohammadi dan Arnold Wright, 1987).

Sementara Kalbers dan Fogarty (1995) menunjukkan bahwa pengalaman berhubungan positip dengan profesionalisme dimensi community affiliation, sedangkan 4 dimensi profesionalisme yang lain tidak berhubungan sama sekali. Hal ini konsisten dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Purwoko (1996) dan Rahmawati (1977).

Hipotesis

H11: Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi afiliasi komunitas).

H12: Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi kebutuhan otonomi).

H13: Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri).

H14: Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi dedikasi terhadap profesi).

H15: Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi kewajiban sosial).

2.4. Pengalaman dan Kepuasan Kerja

Kematangan auditor dalam melakukan audit tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan yang diperoleh selama dalam pendidikan namun juga tidak kalah pentingnya adalah pengalaman yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan. Untuk membuat audit judgement, pengalaman merupakan komponen keahlian audit yang penting dan merupakan faktor yang sangat vital dan mempengaruhi suatu judgement yang kompleks (Wright et.al.,1987). Auditor yang kurang berpengalaman tentunya berbeda dengan yang sudah cukup berpengalaman dalam pekerjaan dan keputusan audit. Auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan atribusi kesalahan lebih besar dibandingakan dengan auditor yang berpengalaman (Kaplan et.al.,1989).

Tan et.al (1999) menunjukkan bahwa pengetahuan, kemampuan memecahkan masalah dan kompleksitas tugas yang diperoleh melalui pengalaman ternyata berpengaruh terhadap kinerja auditor. Senada dengan temuan tersebut Ashton (1991) mengatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman merupakan komponen penting dari audit expertise. Sedangkan Bonner dan Walker (1994) menyimpulkan dalam risetnya bahwa pengalaman mempengaruhi keahlian audit, akan tetapi Kalbers et. al., (1995) secara empiris menyimpulkan bahwa pengalaman berhubungan secara negatif dengan kinerja.

Adapun hubungan antara pengalaman dengan kepuasan kerja baik Kalbers et. al., (1995) maupun Rahmawati (1977) sama-sama menyatakan bahwa antara kedua variabel tersebut tidak saling berhubungan. Tetapi karena adanya perbedaan kebiasaan (habit) dan budaya (culture) antara auditor yang juga pegawai negeri dengan auditor swasta ataupun BUMN/D maka dimungkinkan temuan penelitian ini akan lain dengan dua penelitian sebelumnya.

Hipotesis

H16 : Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi kinerjanya.

H17 : Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin puas dalam bekerja.

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

Model yang dibangun adalah hubungan kausalitas antara pengalaman internal auditor sebagai variabel anteseden dengan professionalisme sebagai variabel independen dan outcomes sebagai variabel dependen terdiri dari job performance, job satisfaction, organizational commitment, dan turnover intentions.

Berdasar hipotesis yang diajukan maka kerangka pemikiran teoritis seperti digambarkan dalam model Gambar 3.1. berikut ini :

Gambar 3.1.

Model Penelitian

Kinerja

Profesionalisme :

- Afiliasi Komunitas

- Kebutuhan Otonomi

- Keyakinan terhadap Peraturan sendiri

- Dedikasi

- Kewajiban Sosial

Penga-laman

Kepuasan Kerja

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel

Populasi auditor BPKP di seluruh Indonesia per 31 Desember 2000 berjumlah 4.066 orang. Teknik sampling yang digunakan didasarkan pada teknik analisis structural equation models (SEM) yaitu minimal sejumlah indikator penelitian dikalikan dengan parameter yang digunakan. Karena terdapat 34 indikator dan 5 parameter, maka jumlah sampel minimal = 34 X 5 = 170 responden.

4.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuessioner dan interview terhadap sampel yang dipilih. Pada penelitian ini jumlah kuesioner yang disebarkan kepada para responden berjumlah 500 kuesioner.

4.3. Teknik Analisis Data

4.3.1. Pengujian Kualitas Data

Semua konstruk pada penelitian ini adalah latent variable yang didimensikan oleh indikator-indikator (observed variable), kecuali variabel pengalaman. Untuk menguji apakah sekelompok indikator secara bersama-sama dan kuat membentuk atau merupakan sebuah dimensi dari suatu latent variable maka dilakukan confirmatory factor analysis terhadap measurement model yang dibangun.

Confirmatory factor analysis dilakukan terhadap measurement model dari 5 konstruk endogen secara bersama-sama, meliputi konstruk profesionalisme dimensi afiliasi komunitas, profesionalisme dimensi kebutuhan otonomi, profesionalisme dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri, profesionalisme dimensi dedikasi, dan profesionalisme dimensi kewajiban sosial.

Konstruk tersebut dibentuk oleh indikator X1 sampai dengan X20 atau masing-masing konstruk laten terdiri dari 4 indikator. Hasil confirmatory factor analysis terhadap data penelitian dengan menggunakan software AMOS 4.01 terhadap indikator dalam membentuk dimensi-dimensi tersebut.

Adapun hasil pengolahan data penelitian terhadap goodness-of-fit berupa chi-square, probability, GFI maupun uji lainnya yang berhubungan dengan analisis faktor yang dipersyaratkan dalam SEM. Sedangkan koofisien regresi untuk masing-masing indikator didasarkan pada nilai critical ratio. Critical ratio (CR) identik dengan t-hitung dalam analisis regresi. Critical ratio yang lebih besar dari 1,96 menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut signifikan pada taraf signifikansi 5% dan merupakan dimensi dari faktor laten yang dibentuk.

Confirmatory factor analysis terhadap variabel dependen meliputi variabel kinerja dan variabel kepuasan kerja (KK). Measurement model terhadap indikator yang membentuk konstruk laten kinerja dan kepuasan kerja meliputi indikator X21 sampai dengan X34 atau masing-masing konstruk laten terdiri dari 7 indikator.

4.3.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan ukuran mengenai konsistensi dari indikator dalam mengindikasikan sebuah konstruk. Pada SEM terdapat dua pendekatan yang digunakan yaitu construct reliability dan variance extracted. Nilai batas dari construct reliability yang dapat diterima adalah minimal 0,70 sedangkan variance extracted minimal 0,50 (Hair. et.al., 1998).

4.3.3. Uji Normalitas Data

Untuk menilai normalitas data dalam SEM, dilakukan dengan melihat nilai z yang dimiliki dibandingkan dengan critical ratio. Apabila z-value lebih besar dari critical ratio berarti distribusi data tidak normal. Nilai kritis ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi tertentu yang diinginkan. Sedangkan jika dilihat normalitas data dari nilai multivariate ternyata distribusi data tidak normal. Namun demikian analisis data penelitian ini tetap dapat dilanjutkan karena normalitas data bukan syarat mutlak regresi (Rietveld dan Sunaryanto, 1994).

4.3.4. Uji Outliers

Uji Outliers pada penelitian ini digunakan untuk menilai adanya data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari data observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim. Outliers dapat dievaluasi dengan dua cara yaitu analisis terhadap univariate outliers dan analisis terhadap multivariate outliers (Hair, et al., 1995).

4.3.5. Uji Multicollinearity

Uji atas multicollinearity dapat dideteksi melalui determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil memberi indikasi adanya masalah multicollinearity . Hasil pengolahan data dengan menggunakan software AMOS 4.01 terhadap nilai determinant of sample covariance matrix.

4.3.6. Uji Kesesuaian Model terhadap Full Structural Equation Model Analysis

Uji kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan kriteria goodness of fit. Hasil pengolahan atas uji kesesuaian model dengan menggunakan software AMOS 4.01 terhadap full structural equation model.

4.4. Uji Hipotesis

Untuk melakukan pengujian atas hipotesis yang telah diajukan pada bab sebelumnya, dilakukan dengan menganalisis hasil perhitungan regression weight untuk masing-masing konstruk eksogen terhadap konstruk endogennya.

Sebagaimana dikemukakan pada bagian awal penelitian ini diketahui bahwa terdapat 17 (tujuh belas) hipotesis yang diajukan oleh peneliti. Pada sub bab ini akan disimpulkan pengujian hipotesis untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji-t sebagaimana yang dilakukan pada teknik multiple regression. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software AMOS 4.01 menunjukkan nilai masing-masing koofisien regresi beserta nilai t-hitungnya. Pada AMOS kolom Critical Ratio (C.R) yang identik dengan t-hitung dibandingkan dengan nilai kritisnya yaitu di atas 1,96 dengan menggunakan tingkat signifikansi 5% (0,05).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Data Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah individu auditor BPKP. Populasi auditor BPKP di seluruh Indonesia per 31 Desember 2000 berjumlah 4.066 orang. Pada penelitian ini jumlah kuesioner yang disebarkan kepada para responden berjumlah 500 kuesioner. Adapun kuesioner yang telah terjawab dan kembali ke peneliti sejumlah 219. Dengan demikian respon rate mencapai 43,80%. Terhadap kuesioner yang kembali tersebut setelah diseleksi oleh peneliti ternyata yang layak untuk diolah lebih lanjut sejumlah 176 atau 80,36%. Jumlah sampel tersebut sudah memenuhi persyaratan bahkan melebihi jumlah minimal yang ditetapkan dalam teknik analisis SEM yaitu 34 x 5 parameter = 170 sampel.

5.2. Pengujian Kualitas Data

5.2.1. Confirmatory Factor Analysis

Semua konstruk pada penelitian ini adalah latent variable yang didimensikan oleh indikator-indikator (observed variable), kecuali variabel pengalaman. Untuk menguji apakah sekelompok indikator secara bersama-sama dan kuat membentuk atau merupakan sebuah dimensi dari suatu latent variable maka dilakukan confirmatory factor analysis terhadap measurement model yang dibangun.

Confirmatory factor analysis dilakukan terhadap measurement model dari 5 konstruk endogen secara bersama-sama, meliputi konstruk profesionalisme dimensi afiliasi komunitas, profesionalisme dimensi kebutuhan otonomi, profesionalisme dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri, profesionalisme dimensi dedikasi, dan profesionalisme dimensi kewajiban sosial. Konstruk tersebut dibentuk oleh indikator X1 sampai dengan X20 atau masing-masing konstruk laten terdiri dari 4 indikator. Hasil confirmatory factor analysis terhadap data penelitian dengan menggunakan software AMOS 4.01 terhadap indikator dalam membentuk dimensi-dimensi tersebut diilustrasikan pada Lampiran 1 Gambar 4.1.

Berdasarkan pada gambar 4.1 tersebut dapat diartikan bahwa kesesuaian (unidimensionalitas) dari dimensi-dimensi yang menjelaskan faktor laten di atas menunjukkan bahwa model ini dapat diterima. Hasil pengolahan menunjukkan probability atau tingkat signifikansi sebesar 0,944 yang berarti bahwa hipotesa nol, yang menyatakan tidak terdapat perbedaan antara matrik kovarians sampel dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi. Adapun hasil pengolahan data penelitian terhadap goodness-of-fit berupa chi-square, probability, GFI maupun uji lainnya diperoleh hasil pengujian seperti ditunjukkan pada Lampiran2 .

Confirmatory factor analysis terhadap variabel dependen meliputi variabel kinerja dan variabel kepuasan kerja (KK). Measurement model terhadap indikator yang membentuk konstruk laten kinerja dan kepuasan kerja meliputi indikator X21 sampai dengan X34 atau masing-masing konstruk laten terdiri dari 7 indikator. Confirmatory factor analysis yang digunakan untuk menguji kesesuaian (unidimensionalitas) dari dimensi-dimensi yang menjelaskan faktor laten di atas menunjukkan bahwa model ini dapat diterima. Hal ini ditandai dengan hasil pengolahan data penelitian diperoleh probability atau tingkat signifikansi sebesar 0,269 yang berarti bahwa hipotesa nol; yang menyatakan tidak terdapat perbedaan antara matrik kovarians sampel dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi tidak dapat ditolak. Kesesuaian dimensi diuji dengan menggunakan confirmatory factor analyisis seperti yang diilustrasikan pada Lampiran 1 Gambar 4.2.

5.2.2. Uji Reliabilitas

Hasil pengolahan data melalui software AMOS 4.01 diperoleh nilai construct reliability sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 2. Berdasar lampiran 2 dapat diartikan bahwa 7 (tujuh) variabel bentukan yang diuji pada penelitian ini ternyata semua memenuhi batas persyaratan, sehingga tingkat realibilitas seluruh konstruk dapat diterima.

Adapun variance extracted menunjukkan jumlah varians dari indikator-indikator yang diekstraksi oleh konstruk laten yang dikembangkan seperti pada lampiran 2. Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 2 menunjukkan bahwa konstruk profesionalisme kebutuhan otonomi, profesionalisme peraturan sendiri, profesionalisme kewajiban sosial dan kepuasan kerja berada pada tingkat reliabilitas yang marjinal (nilai variance extracted < style="font-style: normal;">variance extracted di atas 0,50.

5.2.3. Uji Korelasi

Korelasi antar lima konstruk profesionalisme menunjukkan tingkat korelasi yang rendah. Tingkat korelasi yang terbesar adalah hubungan antara konstruk PKS dengan PD sebesar – 0,40. Demikian halnya korelasi antara konstruk kinerja dan kepuasan kerja juga menunjukkan tingkat korelasi yang rendah yaitu sebesar 0,13. Rendahnya korelasi tersebut berarti bahwa masing-masing konstruk bersifat independen dan merupakan satu faktor independen yang terbentuk melalui indikator masing-masing. Korelasi antar konstruk selanjutnya dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 4.1 dan 4.2.

5.2.4. Uji Normalitas Data

Dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,01 melalui pemanfaatan software AMOS 4.01 diperoleh angka yang menunjukkan nilai yang berada dalam kisaran ± 2,58 pada kolom C.R. Hal ini berarti bahwa data berdistribusi normal secara univariat. Sedangkan jika dilihat normalitas data dari nilai multivariate ternyata distribusi data tidak normal seperti ditunjukkan pada Lampiran 2.

      1. Uji Outliers

a). Univariate Outliers

Pengujian univariate outliers ini dilakukan per konstruk/ variabel dengan menggunakan software SPSS 10 seperti ditunjukkan pada Lampiran 2. Berdasarkan Lampiran 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat nilai z-score yang lebih besar atau sama dengan ± 3,00 yang berarti tidak terdapat univariate outliers.

b). Multivariate Outliers

Uji terhadap multivariate outliers dilakukan dengan 7 variabel bebas yaitu c2 (7 ; 0,01) =18,4753. Maka untuk semua observasi yang mempunyai nilai mahalonobis distance yang lebih besar dari 18,4753 dari model yang diajukan dalam penelitian ini merupakan multivariate outliers.

5.2.6. Uji Multicollinearity

Hasil pengolahan data dengan menggunakan software AMOS 4.01 terhadap nilai determinant of sample covariance matrix didapat hasil: 1.3017e + 000. Nilai tersebut mengidentifikasikan nilai yang jauh dari nol yang berarti tidak terdapat masalah multicollinearity.

5.2.7. Uji Kesesuaian Model terhadap Full Structural Equation Model Analysis

Uji kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan kriteria goodness of fit dengan hasil seperti ditunjukkan pada lampiran 2. Berdasar hasil pada lampiran 2, menunjukkan probabilitas sebesar 0,054. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan antara matriks kovarians sampel dan matriks kovarians populasi.

Disamping itu juga diperoleh hasil bahwa hubungan antar konstruk baik profesionalisme dengan kinerja, profesionalisme dengan kepuasan kerja, pengalaman dengan profesionalisme, pengalaman dengan kinerja serta pengalaman dengan kepuasan kerja tidak ditemukan terjadinya nonrecursive model.

5.3. Uji Hipotesis

Berdasar hasil pengolahan data dengan menggunakan software AMOS 4.01 menunjukkan nilai koofisien regresi beserta nilai t-hitungnya. Pada AMOS kolom Critical Ratio (C.R) yang identik dengan t-hitung dibandingkan dengan nilai kritisnya yaitu di atas 1,96 dengan menggunakan tingkat signifikansi 5% (0,05) seperti ditunjukkan pada Tabel 5.1.

Berdasar hasil pada tabel 5.1. tersebut maka hasil pengujian terhadap hipotesis yang diajukan secara ringkas dapat disajikan dalam Tabel 5.2.

Tabel 5.1.

Standarized Regression Weight Structural Equation Model

Regression Weights

Estimate

Estimate

S.E.

C.R.

P

P A K

<--

PENG

0.022

0.191

0.009

2.384

0.017

P K O

<--

PENG

0.024

0.249

0.009

2.773

0.006

P P S

<--

PENG

0.022

0.235

0.008

2.822

0.005

P D

<--

PENG

0.026

0.258

0.008

3.165

0.002

P K S

<--

PENG

-0.011

-0.146

0.007

-1.619

0.106

KINERJA

<--

P A K

0.164

0.186

0.069

2.376

0.017

KINERJA

<--

P K O

0.238

0.225

0.096

2.488

0.013

KINERJA

<--

P P S

-0.055

-0.051

0.087

-0.63

0.528

KINERJA

<--

P D

0.161

0.162

0.081

2.004

0.045

KINERJA

<--

P K S

0.233

0.18

0.114

2.048

0.041

KEP KERJA

<--

P A K

0.14

0.167

0.066

2.122

0.034

KEP KERJA

<--

P K O

0.179

0.178

0.09

1.982

0.047

KEP KERJA

<--

P P S

0.202

0.201

0.085

2.386

0.017

KEP KERJA

<--

P D

0.174

0.185

0.078

2.25

0.024

KEP KERJA

<--

P K S

0.224

0.183

0.109

2.052

0.04

KEP KERJA

<--

PENG

0.016

0.17

0.008

2.046

0.041

KINERJA

<--

PENG

0.017

0.171

0.008

2.079

0.038

Sumber : Data yang diolah dengan AMOS 4.01

Tabel 5.2.

Rangkuman hasil pengujian hipotesis

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan

Simpulan

Hipotesis 1

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi afiliasi komunitas) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

Diterima

Hipotesis 2

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi kebutuhan otonomi) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

Diterima

Hipotesis 3

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

Ditolak

Hipotesis 4

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi dedikasi) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

Diterima

Hipotesis 5

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi kewajiban sosial) maka tingkat kinerja juga semakin tinggi.

Diterima

Hipotesis 6

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi afiliasi komunitas) maka akan semakin puas dalam bekerja.

Diterima

Hipotesis 7

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi kebutuhan otonomi) maka akan semakin puas dalam bekerja.

Diterima

Hipotesis 8

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri) maka akan semakin puas dalam bekerja.

Diterima

Hipotesis 9

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi dedikasi) maka akan semakin puas dalam bekerja.

Diterima

Hipotesis 10

Semakin tinggi profesionalisme auditor BPKP (untuk dimensi kewajiban sosial) maka akan semakin puas dalam bekerja.

Diterima

Hipotesis 11

Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi afiliasi komunitas)

Diterima

Hipotesis 12

Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi kebutuhan otonomi)

Diterima

Hipotesis 13

Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri).

Diterima

Hipotesis 14

Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi dedikasi)

Diterima

Hipotesis 15

Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi profesionalismenya (untuk dimensi kewajiban sosial)

Ditolak

Hipotesis 16

Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin tinggi kinerjanya.

Diterima

Hipotesis 17

Semakin berpengalaman auditor BPKP maka semakin puas dalam bekerja.

Diterima

5.4. Analisis Pengaruh

Pengujian berikutnya sesudah uji hipotesis adalah menganalisis adanya pengaruh masing-masing konstruk terhadap konstruk lainnya baik pengaruh langsung, tidak langsung maupun pengaruh totalnya. Untuk itu software AMOS 4.01 menunjukkan output sebagaimana dimuat pada tabel 5.3; 5.4 dan 5.5.

Tabel 5.3.

Standardized direct effects

Peng

PKS

PD

PPS

PKO

PAK

KK

PKS

- 0,146

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PD

0,258

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PPS

0,235

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PKO

0,249

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PAK

0,191

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

KK

0,170

0,183

0,185

0,201

0,178

0,167

0,000

K

0,171

0,180

0,162

- 0,051

0,225

0,186

0,000

Sumber : data yang diolah dengan AMOS 4.01

Berdasarkan pada Tabel 5.3. (standardized direct effects) di atas dapat disimpulkan bahwa konstruk pengalaman mempunyai pengaruh langsung paling besar terhadap konstruk profesionalisme dimensi dedikasi (PD) sebesar 0,258. Selanjutnya berturut-turut terhadap konstruk profesionalisme dimensi kebutuhan otonomi (PKO), profesionalisme dimensi peraturan sendiri (PPS), profesionalisme dimensi afiliasi komunitas, kinerja (K), dan kepuasan kerja (KK). Adapun konstruk yang pengaruhnya negatif adalah pengaruh pengalaman terhadap profesionalisme dimensi kewajiban sosial (PKS) sebesar – 0,146 serta konstruk profesionalisme dimensi peraturan sendiri (PPS) terhadap kinerja sebesar – 0,051.

Untuk konstruk profesionalisme dengan 5 dimensi, yang paling kuat memberikan pengaruh langsung terhadap konstruk kepuasan kerja adalah konstruk profesionalisme dimensi peraturan sendiri (PPS) sebesar 0,201. Sedangkan konstruk kinerja pengaruh paling kuat berasal dari konstruk profesionalisme dimensi kebutuhan otonomi (PKO) sebesar 0,225.

Adapun pengaruh tidak langsung antara konstruk satu terhadap konstruk lainnya disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4.

Standardized indirect effects

Peng

PKS

PD

PPS

PKO

PAK

KK

PKS

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PD

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PPS

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PKO

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PAK

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

KK

0,1445

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

K

0,0951

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

Sumber : data yang diolah dengan AMOS 4.01

Pengaruh tidak langsung konstruk pengalaman terhadap kepuasan kerja adalah sebesar 0,1445 yang lebih besar dibandingkan dengan pengaruh pengalaman terhadap kinerja yang hanya sebesar 0,0951. Adapun pengaruh tidak langsung pengalaman terhadap profesionalisme yang berjumlah lima dimensi adalah 0,000 atau tidak ada pengaruh antar konstruk tersebut, karena antar konstruk tersebut semua pengaruh bersifat langsung.

Pengaruh total (total effects) merupakan pengaruh konstruk terhadap konstruk lainnya yang timbul karenna berbagai hubungan. Pengolahan data mengunakan software AMOS 4.01 dihasilkan pengaruh total antar konstruk satu terhadap konstruk lainnya yang disajikan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5.

Standardized total effects

Peng

PKS

PD

PPS

PKO

PAK

KK

PKS

- 0,146

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PD

0,258

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PPS

0,235

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PKO

0,249

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

PAK

0,191

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

KK

0,315

0,183

0,185

0,201

0,178

0,167

0,000

K

0,266

0,180

0,162

- 0,051

0,225

0,186

0,000

Sumber : data yang diolah dengan AMOS 4.01

Berdasar Tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa konstruk pengalaman berpengaruh lebih besar terhadap konstruk kepuasan kerja yaitu sebesar 0,315 dibandingkan terhadap konstruk kinerja yang hanya sebesar 0,266. Demikian juga pengaruh pengalaman terhadap 5 (lima) konstruk profesionalisme.

5.5. Pembahasan

Secara umum hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan sebelumnya. Hipotesis 1 sampai dengan 5 yang menyatakan bahwa internal auditor pemerintah (BPKP) yang mempunyai tingkat profesionalisme lebih tinggi (untuk lima dimensi profesionalisme) akan mempunyai kinerja yang tinggi. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan menyimpulkan bahwa hipotesis tersebut diterima kecuali untuk profesionalisme dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri (PPS). Simpulan hasil tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Harrel et. al, (1989); Rahmawati (1997); Kalber dan Forgaty (1995) dan Purwoko (1996). Hasil tersebut membuktikan arti pentingnya sikap profesional yang harus dimiliki auditor BPKP untuk meningkatkan kinerjanya. Semakin profesional seorang auditor BPKP maka akan semakin tinggi kinerjanya. Auditor yang terlibat secara personal dalam afiliasi komunitas, mempunyai sikap mandiri, mau melakukan pengabdian terhadap profesi, dan menyadari kewajiban terhadap masyarakat cenderung memberi kontribusi yang lebih terhadap institusinya dalam bentuk kinerja yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil uji hipotesis 6 sampai 10 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positip dan signifikan antara profesionalisme (untuk 5 dimensi) dengan kepuasan kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin profesional auditor BPKP maka akan lebih puas terhadap pekerjaannya. Hasil ini konsisten dengan temuan penelitian Rahmawati (1997); Kalbers et.al, (1995) dan Norris et. al, (1984).

Profesionalitas auditor biasanya tidak terlepas dari organisasi informal sebagai wadah bagi para auditor yang tergabung dalam ikatan profesi, sehingga mereka dapat melakukan kegiatan antar sesama profesi, mempunyai kemandirian serta rasa tanggung jawab terhadap masyarakat atas profesi yang dijalankannya. Auditor yang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya secara profesional akan menjadi tidak puas dalam bekerja (Sorensen, 1974 dalam Kalbers, 1995). Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa auditor yang secara aktif berperan dalam wadah organisasi akan lebih puas dengan pekerjaannya.

Adapun hipotesis 11 sampai dengan 15 yang menguji hubungan antara pengalaman dengan profesionalisme (untuk 5 dimensi) disimpulkan bahwa berdasarkan uji yang dilakukan ternyata hipotesis tersebut dapat diterima, kecuali profesionalisme dimensi kewajiban sosial. Hal itu dapat dikatakan bahwa lamanya bekerja seseorang sebagai auditor BPKP (ukuran pengalaman) menjadi bagian penting yang mempengaruhi sikap profesionalisme. Semakin bertambahnya waktu bekerja bagi seorang auditor tentu saja akan diperoleh berbagai pengalaman baru menyangkut praktek-praktek audit dan akuntansi yang terjadi pada obyek pemeriksaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan Kalbers et.al, (1995), Purwoko (1996) dan Rahmawati (1997). Penolakan terhadap hipotesis 15, konsisten dengan Kalbers dan Fogarty (1995) dan Rahmawati (1997). Ditolaknya hipotesis tersebut menunjukkan bahwa auditor yang masih kurang pengalaman sangat mungkin mempunyai persepsi yang lebih positip terhadap profesionalisme dimensi kewajiban sosial dibandingkan dengan auditor yang lebih berpengalaman.

Uji hipotesis 16 diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengalaman dengan kinerja terbukti signifikan positip. Hal tersebut konsisten dengan Bonner (1990), Davis (1996), Abdolmohammadi dan Wright (1987) serta Rahmawati (1997). Banyak temuan penelitian yang menghubungkan antara pengalaman dengan praktek audit yang merupakan bagian dari kinerja dan ternyata tidak bertentangan dengan hasil penelitian ini. Kaplan & Recker (1989) menyimpulkan bahwa auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan atribusi kesalahan lebih besar dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman. Sedangkan pengalaman itu sendiri ternyata mempengaruhi keahlian audit (Bonner dan Walker, 1994). Pengetahuan, kemampuan memecahkan masalah dan kompleksitas tugas yang diperoleh melalui pengalaman ternyata berpengaruh terhadap kinerja auditor (Tan et. al, 1999). Bahkan Ashton (1991) mengatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman merupakan komponen penting dari audit expertise.

Selanjutnya uji hipotesis 17 yang menyatakan bahwa auditor BPKP yang mempunyai pengalaman lebih banyak akan lebih puas dengan pekerjaannya diperoleh hasil tidak dapat ditolak hipotesis tersebut. Semakin berpengalaman auditor tersebut maka dia semakin puas dengan pekerjaannya.

5.6. Implikasi Hasil Penelitian

Bukti empiris yang diperoleh dalam penelitian ini menyatakan bahwa pengalaman mempengaruhi profesionalisme, kinerja dan kepuasan kerja auditor. Semakin lama auditor bekerja akan semakin banyak pengalaman yang diperoleh. Oleh karena itu kebijakan tour of duty baik itu lintas bidang, penugasan serta kantor menjadi alternatif yang harus dipertimbangkan dan dilaksanakan untuk memperkaya pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan. Usaha untuk meningkatkan profesionalitas auditor mutlak diperlukan dengan berbagai cara baik melalui pengembangan dan pelatihan di dalam maupun di kantor sendiri. Adapun upaya meningkatkan kepuasan kerja para auditor harus tetap dilakukan agar tercipta kondisi kerja yang sehat. Penilaian kinerja yang ada selama ini perlu kiranya diperkaya dengan model penilaian kinerja yang lain sehingga auditor merasa tertantang dalam melakasanakan tugasnya.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Analisis terhadap data penelitian diperoleh bukti bahwa ternyata sebagian besar mendukung hipotesis yang diajukan. Hanya dua hipotesis yang ditolak dari tujuh belas hipotesa yang diajukan yaitu hubungan antara profesionalisme dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri dengan kinerja serta hubungan antara pengalaman dengan profesionalisme dimensi kewajiban sosial.

Secara umum kinerja seorang auditor BPKP dipengaruhi oleh sikap profesionalisme yang dimiliki seorang auditor BPKP yang profesional cenderung mempunyai kinerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Kalbers et.al, 1995; Rahmawati, 1997; serta Harrel et.al, 1989). Namun hal ini tidak berlaku untuk hubungan antara konstruk profesionalisme dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri dengan kinerja.

Selanjutnya dalam kaitan hubungan antara profesionalisme dengan kepuasan kerja maka hasil penelitian menunjukkan bahwa auditor yang profesional akan cenderung lebih puas terhadap pekerjaannya atau seorang auditor yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya secara profesional akan menjadi tidak puas terhadap pekerjaan yang dilakukannya.

Demikian halnya hubungan antara pengalaman dengan profesionalisme disimpulkan bahwa lamanya bekerja seseorang sebagai auditor (ukuran pengalaman) menjadi bagian penting yang mempengaruhi sikap profesionalisme. Bertambahnya waktu bekerja bagi seorang auditor tentu saja akan diperoleh berbagai hal baru menyangkut praktek-praktek audit dan akuntansi yang terjadi pada obyek pemeriksaan. Pengalaman yang diperoleh seorang auditor akan bisa meningkatkan audit expertise dan professional judgement dalam melakukan pemeriksaan yang erat kaitannya dengan profesionalisme seorang auditor.

Hubungan antara pengalaman dengan kinerja diperoleh bukti yang positip dan nyata (signifikan). Hal tersebut konsisten dengan simpulan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bonner (1990), Davis (1996) , Abdolmohammadi dan Wright (1987) serta Rahmawati (1997). Pengalaman merupakan komponen penting bagi seorang auditor untuk meningkatkan kinerjanya. Seorang auditor yang berpengalaman akan sadar terhadap lebih banyak kekeliruan yang terjadi dan biasanya akan lebih selektif terhadap informasi yang diterima, disamping itu dengan pengalaman yang dimiliki seorang auditor menjadi mudah mengenali titik kritis obyek yang diperiksa. Keputusan audit yang dibuat banyak dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki.

Dengan demikian reward berupa gaji dan tunjangan serta jabatan yang merupakan salah satu komponen kepuasan kerja seorang auditor yang sekaligus sebagai pegawai negeri ditentukan oleh lamanya bekerja bukan keahlian dan kemampuannya dalam melakukan audit. Semakin lama seorang auditor bekerja maka gaji dan tunjangan yang diterima akan semakin besar serta pangkat yang disandangnya juga semakin tinggi.

6.2. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pertama, berkaitan dengan lingkup sampel yang digunakan untuk penelitian ini terbatas hanya pada internal auditor pemerintah yang bekerja di BPKP, hasil penelitian mungkin saja akan berbeda apabila sampel yang digunakan diperluas dengan mengikut sertakan auditor internal pemerintah lain yang lebih luas.

Kedua, penggunaan instrumen penelitian mengenai profesionalisme yang dikembangkan dari model dimensi profesionalisme yang dikemukakan oleh Hall (1968) bisa saja menjadi tidak optimal ataupun tidak sesuai untuk menggambarkan profesionalisme di lingkungan auditor BPKP.

Ketiga, penggunaan pendekatan self rating scale untuk mengukur konstruk kinerja individual auditor BPKP, memungkinkan terjadinya leniency bias dimana responden mengukur kinerja mereka lebih tinggi dari kondisi yang sesungguhnya.

6.3. Saran

Sesuai dengan keterbatasan hasil penelitian ini, disarankan beberapa hal anatara lain (1) sampel penelitian lebih diperluas tidak hanya terbatas pada auditor BPKP tetapi juga mengikut sertakan auditor internal pemerintah secara luas; (2) penelitian mendatang perlu mencari dan menggunakan dimensi profesionalisme yang lebih spesifik dan tepat untuk menggambarkan profesionalisme internal auditor di lingkungan pemerintahan; dan (3) pengukuran kinerja individu internal auditor digunakan ukuran kinerja yang lebih obyektif misalnya menggunakan konsep superior rating atau penilaian dari atasan langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Abdolmohammadi, M. dan A. Wright.1987. An Examination of Experience and Task Complexity on Audit Judgements. The Accounting Review. (Januari). Vol. LXII No. 1.

Anderson, B.H. dan M. Maleta. 1994. Auditor Attendance to Negative and Positive Information : The Effect of Experience Related Difference. Behavioral Research In Accounting . 6.

Aranya, dan K. Ferris. 1984. A Reexamination of Accountants organizational professional conflict. The Accounting Review. (Januari) : 1-15.

Arnold, H.J. dan Feldman. 1982. A Multivariate Analysis of The Determinants of Job Turnover. Journal of Applied Psychology 67 : 350-360

Ashton, B. 1991. Experience and Error Frequency Knowledge as Potential Determinants of audit Expertise. The Accounting Review. (April) Vol. 66. No. 2

Augusty Ferdinand. 2000. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Bartol, K. 1979. Profesionalism as a predictor of organizational commitment, role stress and turnover : A multidimensional approach. Academy of Management Journal 22 : 815-821.

Boonner, E. 1990. Experience Effect in Auditing : The Role of Task Spesific Knowledge. The Accounting Review. (Januari).

Braiotta, L. 1982. How audit commitees monitor internal auditing. Internal Auditor (April) : 27-29

Burns, D and Haga., W. 1977. Much A do About Professionalism : A Second Look at Accounting. The Accounting Review. (July) : 705-715.

Davis, J.T. 1991. Experience and Auditor’s Selection of Relevant Information for Preliminary Control Risk Assesment. A Journal Practice and Theory (Spring) Vol 15 No. 1.

Davis, K. and Newstroom John. W. 1985. Human Behavior at Work : Organizational Behavior. Seventh Edition Mc Grow-Hill, Inc.

Goetz. J, P.C. Morrow, and J.C. Mc Elroy. 1991. The effect of accounting firm size and member rank on profesionalism. Accounting Organizations and Society 16 : 159-166.

Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L., dan Black, W.C. 1998. Multivariate Data Analysis. Fourth Edition New Jersey : Prentice Hall.

Hall, R. 1968. Professionalization and bureaucratization. American Sociological Review 33 : 92-104.

Hardo Basuki. 1996. Profesi Internal Auditor Tahun 2010. Auditor. Edisi Maret-Juni : 22-25.

Harrel , A. and Taylor , M. Chewning, E. 1989. An Examination of Managements Ability to Bias The professional Objectivity of Internal Auditor. Accounting Organizations and Society. Vol. 14. : 259-269.

Kalbers Lawrence P. and Timothy J. Fogarty. 1995. Professionalism and its consequences : A Study of Internal Auditors. A Journal Practice and Theory (Spring) : 64-85.

Kaplan and P.M.J. Reckers .1989. An Examination of Information Search During Initial Audit Planning. Accounting Organizations and Society (14).

Langermann, J.J. 1971. Supposed and Actual Differences in Professional Autonomy Among CPAs as Related to Type of Work Organization and Size of Firm. The Accounting Review. (October) : 665-675.

Larkin, J. and Schweikart J. 1992. Success and Ther Internal Auditor. Internal Auditor. Vol. 49 (June) : 32-37.

Mobley, W.H. Hand ..H dan Meglino. (1979) Review and Conceptual Analysis of The Employee Turnover Process. Journal of Applied Psychology 86 : 493-532

Morrow. P.C., and J.F. Goetz. 1988. Professionalism as form of work commitment. Journal of Vocational Behavior 32 : 92-111.

Norris. D, and R. Neihbuhr. 1984. Profesionalism, organizational commitment and job satisfaction in an accounting organization. Accounting, Organization, and Society : 49-58.

Piet Rietveld dan Lasmono Tri. S. 1993. 87 Masalah Pokok Dalam Regresi Berganda. Penerbit ANDI offset Yogyakarta.

Rahmawati. 1997. Hubungan antara profesionalisme internal auditor dengan kinerja, kepuasan kerja, komitmen dan keinginana untuk pindah. Tesis Program Pascasarjana UGM (tidak dipublikasikan).

Republik Indonesia (RI). 1974. Undang-Undang No. 7 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Republik Indonesia (RI). 1999. Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1974 Pokok-Pokok Kepegawaian.

Republik Indonesia (RI). 1983. Keputusan Presiden No. 31 tahun 1983 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Jakarta. Indonesia.

Republik Indonesia (RI). 1983. Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Republik Indonesia (RI). 1983. Keputusan Presiden No. 62 tahun 2001 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 166 Tahun 2000.

Restu Agusti. 2000. Positip atau negatif Informasi yang dikejar Auditor ?. Media Akuntansi. Edisi 14 th. VII. pp II-VI.

Robins P. Stephen. 1996. Organizational Behavior : Concepts, Controversies, Applications. Seventh edition Prentice Hall, Inc.

Rodriguez and Clifton. 1991. Internal auditing : True/False A Real Profession. Internal Audior. Vol. 7. (Summer) : 93-96.

Sawyer, L.B.1991. Internal Auditing : Practice and Professionalism. Internal Auditor. Vol. 48. (June). : 38-42.

Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Edisi Pertama. CV Alfabeta Bandung.

Suwandi.1999. Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser : Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.Vol. 2 (Juli): Hal 173-195

Tan Hung Tong and Alison Kao. 1999. Accountability Effects on Auditor’s Performance : The Influence of Knowledge, Problem Solving Ability and Task Complexity. Journal Accounting Research. (Spring) Vol. 37. No. 1.

Timpe. a. Dale. 1988. The Art and Science of Business Management Performance. KEND Publishing Inc.

Tubbs, Richard M. 1992. The Effect of Experience on the Auditor’s Organization and Amount of Knowledge. The Accounting Review (October) : 783-801.

Vroom. V. 1964. Work and Motivation. New York., NY : John Wiley & Sons Inc.

Wesbery, James. P.1989. The Pursuit of Professionalism. Internal Auditor. Vol. 46. (April).: 22-29.

Lampiran 1

Gambar 4.1. :

Confirmatory Factor Analysis Variabel Independen

image\ebx_-2069158198.gif

Gambar 4.3.1 : Comfirmatory Factor Analysis Variabel Independent dan Depen

Gambar 4.2.

Confirmatory Factor Analysis Variabel Dependen

image\ebx_-855877473.gif

Lampiran 2

Goodness Of Fit Variabel Independen

Lampiran 2

Goodness Of Fit Variabel Independen

Goodness Of Fit

Cut Off Value

Hasil Estimasi

Keterangan

Chi-square

Diharapkan kecil

132,678

Baik

Probability

³ 0,05

0,994

Baik

GFI

³ 0,90

0,933

Baik

AGFI

³ 0,90

0,912

Baik

CFI

³ 0,95

1

Baik

TLI

³ 0,95

1

Baik

RMSEA

£ 0,08

0

Baik

CMIN/DF

£ 2

0,829

Baik

Sumber : Data yang sudah diolah dengan AMOS 4.01

Regression Weight Variabel Independen

Estimate

Std Estm

S.E.

C.R.

P

X4

<--

P A K

1

0.805

X3

<--

P A K

1.062

0.788

0.096

11.016

0

X2

<--

P A K

0.906

0.685

0.097

9.326

0

X1

<--

P A K

1.148

0.869

0.095

12.09

0

X8

<--

P K O

1

0.67

X7

<--

P K O

0.818

0.598

0.142

5.779

0

X6

<--

P K O

0.974

0.642

0.162

6.005

0

X5

<--

P K O

0.896

0.598

0.155

5.779

0

X12

<--

P P S

1

0.779

X11

<--

P P S

0.783

0.56

0.117

6.685

0

X10

<--

P P S

1.019

0.751

0.118

8.604

0

X9

<--

P P S

1.001

0.7

0.122

8.219

0

X16

<--

P D

1

0.744

X15

<--

P D

0.968

0.728

0.108

8.968

0

X14

<--

P D

1.019

0.721

0.115

8.894

0

X13

<--

P D

1.063

0.834

0.106

9.987

0

X20

<--

P K S

1

0.636

X19

<--

P K S

1.042

0.639

0.178

5.867

0

X18

<--

P K S

0.765

0.502

0.152

5.021

0

X17

<--

P K S

1.095

0.651

0.185

5.917

0

Sumber : Data yang diolah dengan AMOS 4.01

Goodness Of Fit Variabel Dependen

Goodness Of Fit

Cut Off Value

Hasil Estimasi

Keterangan

Chi-square

Diharapkan kecil

83,147

Baik

Probability

³ 0,05

0,269

Baik

GFI

³ 0,90

0,936

Baik

AGFI

³ 0,90

0,912

Baik

CFI

³ 0,95

0,995

Baik

TLI

³ 0,95

0,994

Baik

RMSEA

£ 0,80

0,023

Baik

CMIN/DF

£ 2

1,094

Baik

Sumber : Data yang sudah diolah

Regression Weight untuk Variabel Dependen

Regression Weights

Estimate

Std Estm

S.E.

C.R.

P

X24

<--

KINERJA

1

0.821

X25

<--

KINERJA

1.028

0.816

0.08

12.863

0

X26

<--

KINERJA

1.102

0.892

0.074

14.79

0

X27

<--

KINERJA

0.87

0.637

0.095

9.184

0

X23

<--

KINERJA

1.121

0.887

0.077

14.642

0

X22

<--

KINERJA

1.071

0.833

0.081

13.282

0

X31

<--

KEP KERJA

1

0.844

X32

<--

KEP KERJA

0.65

0.502

0.097

6.714

0

X33

<--

KEP KERJA

1.015

0.757

0.091

11.173

0

X30

<--

KEP KERJA

0.733

0.563

0.095

7.682

0

X29

<--

KEP KERJA

1.019

0.745

0.093

10.923

0

X28

<--

KEP KERJA

0.708

0.574

0.09

7.862

0

X21

<--

KINERJA

1.162

0.872

0.081

14.26

0

X34

<--

KEP KERJA

0.854

0.805

0.07

12.123

0

Sumber : Data yang diolah

Assesment Of Normality

Var

Min

Max

Skew

C.R.

Kurtosis

C.R.

Peng

1

34

0,225

1,220

-1,322

-3,579

X28

1

5

-0,136

-0,737

-0,770

-2,084

X29

1

5

-0,365

-1,976

-1,104

-2,989

X30

1

5

-0,441

-2,387

-0,828

-2,243

X34

1

5

-0,440

-2,381

-0,652

-1,766

X33

1

5

-0,249

-1,351

-0,899

-2,433

X32

1

5

-0,439

-2,377

-0,930

-2,519

X31

1

5

-0,343

-1,860

-0,684

-1,854

X21

1

5

-0,370

-2,005

-1,054

-2,854

X22

1

5

0,131

0,711

-0,956

-2,589

X23

1

5

-0,430

-2,327

-0,957

-2,593

X27

1

5

-0,390

-2,115

-1,093

-2,959

X26

1

5

-0,395

-2,137

-0,839

-2,272

X25

1

5

-0,071

-0,384

-0,856

-2,318

X24

1

5

0,233

1,263

-0,745

-2,016

X17

1

5

0,193

1,047

-0,813

-2,201

X18

1

5

0,083

0,450

-0,840

-2,275

X19

1

5

0,124

0,673

-0,783

-2,120

X20

1

5

0,323

1,747

-0,583

-1,578

X13

1

5

-0,475

-2,570

-0,668

-1,809

X14

1

5

-0,125

-0,680

-1,244

-3,369

X15

1

5

-0,364

-1,971

-0,836

-2,265

X16

1

5

-0,201

-1,089

-1,030

-2,788

X9

1

5

0,268

1,454

-1,021

-2,766

X10

1

5

0,312

1,691

-0,946

-2,562

X11

1

5

0,043

0,232

-0,974

-2,636

X12

1

5

0,372

2,016

-0,704

-1,908

X5

1

5

0,088

0,478

-1,264

-3,424

X6

1

5

-0,032

-0,172

-1,263

-3,419

X7

1

5

0,301

1,629

-0,800

-2,166

X8

1

5

-0,138

-0,749

-1,238

-3,352

X1

1

5

0,027

0,144

-1,411

-3,821

X2

1

5

-0,041

-0,223

-1,336

-3,618

X3

1

5

-0,021

-0,114

-1,374

-3,722

X4

1

5

0,101

0,546

-1,155

-3,128

Multivariate

29,212

3,808

Sumber : Data yang diolah dengan AMOS 4.01

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi