JURNAL BISNIS DAN EKONOMI, MARET 02

HUBUNGAN VARIABEL KEPRIBADIAN DAN MOTIVASIONAL

DENGAN TINGKAT KINERJA INDIVIDUAL

Oleh : Hening Riyadiningsih

Mahasiswa Prog.S.2 Fak.Ekonomi UGM Jogjakarta

ABSTRACT

This research integrated ability, personality traits ( goal orientation, locus of control, and need for achievement ), self efficacy, and goal setting into a framework that explained and predicated individual performance. That integration was realized into research model that was adopted from Philip & Gully ( 1997 )

Response of 367 students were analyzed by using structural equation modeling with AMOS version 3.6. The result has shown that ability and learning goal orientation were positively related to self efficacy, while performance goal orientation and locus of control were negatively related. In addition, there was a positively relationship between need for achievement and self efficacy to self set goal. Moreover, the result has shown that ability and self set goal were positively related to individual performance. It was different from Philip & Gully ( 1997 ), this study has demonstrated that there was a direct affect ability to goal level, while a direct affect self efficacy to performance has not been demonstrated in this study.

Keywords : Ability, Goal Orientation, Locus of Control, Need for Achievement, Self Efficacy, Goal setting, and AMOS.

I. PENDAHULUAN

Teori Penetapan tujuan ( goal setting ) menyebutkan penetapan tujuan pada tingkat lebih tinggi mengarahkan pada peningkatan kinerja individual. Hal tersebut telah banyak dibuktikan dalam penelitian seperti yang dilakukan oleh Hollenbeck dan Brief ( 1987 ), Locke dan Latham ( 1990 ), Kanfer ( 1991 ), serta Philip dan Gully ( 1997 ). Namun demikian masih sedikit sekali penelitian yang menginvestigasi lebih lanjut apa yang menyebabkan individu menetapkan tujuan pada timngkat lebih tinggi. Individu yang menetapkan tujuan pada tingkat lebih tinggi mempunyai arti individu tersebut menetapkan tujuan dengan tingkat kesulitan lebih tinggi. Campbell (1982) mengatakan informasi tentang mengapa individu menetapkan tujuan pada tingkat lebih tinggi adalah penting baik secara praktikal maupun secara teoritikal.

Secara praktikal, penetapan tujuan pada tingkat lebih tinggi sangat terkait dengan pengaruhnya terhadap kinerja individual. Semakin tinggi tingkat tujuan berarti semakin sulit tujuan tersebut, maka semakin tinggi kinerja yang diharapkan. Secara teoritikal, pemahaman mengenai penetapan tujuan telah lama diakui hanya dapat diwujudkan melalui pengujian dan pemahaman terhadap pengaruh dari variable-variabel personal dan situasional pada penetapan tujuan (n Steer dan Porter, 1974; Latham dan Yukl, 1975; Latham, 1975 ).

Literatur mengenai variabel-variabel determinan penetapan tujuan masih sangat terbatas jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya desain penelitian mengenai penetapan tujuan sebagian besar menggunakan tujuan yang ditetapkan oleh atasan ataupun peneliti ( assigned goal ) sebagai pengukurannya ( Locke, dkk, 1981 ). Sementara pendekatan terbaik untuk menginvestigasi peran kontribusi variable-variabel tersebut dalam penetapan tujuan individu menurut Locke, dkk, ( 1981 ) adalah desain penelitian yang mengijinkan individu secara bebas menetapkan tujuannya tersendiri ( self set goal ). Disamping itu, penelitian mengenai penetapan tujuan yang memasukkan peran variabel personal hanya diperlakukan sebagai variabel moderator bukan sebagai prediktor dari penetapan tujuan ( Philip dan Gully, 1997 ). Hal ini menyebabkan pemahaman terhadap bagaimana pengaruh variabel tersebut secara langsung pada penetapan tujuan kurang mendalam.

Akhir-akhir ini telah berkembang model proses keefektifan penetapan tujuan ( Kanfer, 1991; Latham dan Locke, 1991; Thomas dan Mathiew, 1994 ) yang didasarkan pada teori social kognitif self regulation dari Bandura ( 1991 ). Hasil penelitian menunjukkan self efficacy mempunyai pengaruh positif terhadap penetapan tujuan, semakin tinggi self efficacy semakin tinggi tujuan yang ditetapkan individu, dan selanjutnya berarti semakin tinggi tingkat kinerjanya ( Locke, dkk, 1984; Thomas dan Mathiew, 1994; Wood dan Bandura, 1989; Wood, dkk, 1990 ). Self efficacy mencerminkan persepsi ataupun keyakinan individu terhadap kemampuannya dan sekaligus sebagai komponen motivasional individu dalam melaksanakan ataupun menyelesaikan suatu tugas tertentu yang oleh Kanfer ( 1987 ) disebut sebagai " itention for effort allocation " ( Philip dan Gully, 1997 ). Untuk itu perlu dilakukan pengujian terhadap pengaruh self efficacy pada penetapan tujuan dan kinerja individu dengan mengontrol variabbel kemampuan kognitif. Disamping itu juga perlu dilakukan pengujian terhadap pengaruh dari variabel kemampuan dan motivasi berprestasi terhadap penetapan tujuan dan kinerja, karena penelitian sebelumnya ( Campbell, 1982; Heckhausen, dkk, 1985; serta Locke dan Latham, 1990 ) memperlakukan kedua variabel tersebut sebagai variabel moderator.

Philip dan Gully ( 1997 ) menyebutkan faktor-faktor kepribadian (personality traits )

Yang mempengaruhi self efficacy masih jarang dieksplorasi. Secara teoritis locus of control dapat diprediksi mempengaruhi self efficacy. Locus of control merupakan derajad keyakinan individu bahwa mereka mampu mengontrol event-event dalam kehidupannya ( internal locus of control ) atau keyakinan individu bahwa lingkunganlah yang mengontrol event-event dalam kehidupannya ( external locus if control ) ( Roter, 1990 ). Internal locus of control lebih memungkinkan individu mempercayai bahwa usaha mereka akan menghasilkan kinerja atau imbalan lebih baik. Individu tersebut juga akan menunjukkan kepercayaan dan keyakinan lebih kuat terhadap kompetensi dan kemampuan kognitifnya dalam menyelesaikan tujuan. Dengan kata lain individu dengan internal locus of control lebih memungkinkan mempunyai self efficacy lebih tinggi dibanding external locus of control ( Spector, 1982 ).

Kanfer ( 1990 ) menyebutkan orientasi tujuan baik pembelajaran maupun kinerja diprediksi dapat mempengaruhi self efficacy. Individu dengan orientasi tujuan pembelajaran diprediksi akan mempunyai self efficacy lebih tinggi dibanding individu dengan orientasi tujuan kinerja. Penelitian mengenai hal tersebut masih sedikit sekali. Untuk itu penelitian ini berusaha menginvestigasi pengaruh orientasi tujuan pada self efficacy.

Penelitian ini berusaha mengintegrasikan variabel kemampuan, orientasi tujuan, locus of control, motivasi berprestasi, self efficacy, dan penetapan tujuan dalam suatu kerangka kerja yang menjelaskan dan memprediksi kinerja individual. Penelitian ini diharapkan menjadi bukti empiris dari pengujian hubungan variabel-variabel yang mempengaruhi penetapan tujuan dan self efficacy secara simultan. Untuk itu penelitian ini bertujuan menjawab permasalahan-permasalahan : 1) bagaimanakah hubungan antara kemampuan kognitif, locus of control, dan orientasi tujuan dengan self efficacy, 2) bagaimanakah hubungan antara self efficacy, motivasi berprestasi, penetapan tujuan, dan kinerja; dan 3) bagaimanakah hubungan variabel-variabel yang mempengaruhi self efficacy, motivasi berprestasi, penetapan tujuan, dan kinerja secara simultan.

  1. KERANGKA TEORITIKAL DAN HIPOTESIS

2.1 Kemampuan

Hasil penelitian Ree, dkk. ( 1994 ) menunjukkan tingkat kemampuan individu dapat digunakan untuk memprediksi kinerja. Individu yang mempunyai tingkat kemampuan tinggi diprediksi dapat menyelesaikan tugas yang dihadapi dengan baik. Dengan demikian individu yang memiliki tingkat kemampuan tinggi akan dapat mencapai tingkat kinerja yang tinggi pula.

Thomas & Mathiew ( 1994 ) dalam penelitiannya menemukan bukti bahwa tingkat kemampuan yang dimiliki individu dapat digunakan untuk memprediksi self efficacy. Hasil penelitian mereka mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Early & Lituchiy ( 1991 ), yaitu kemampuan ( ability ) dapat mempengaruhi self efficacy. Individu dengan tingkat kemampuan tinggi secara teoritis akan mempersepsikan diri memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan suatu tugas dan tujuan tertentu.

Hubungan antara tingkat kemampuan individu dengan penetapan tujuan belum terlihat secara jelas dari beberapa hasil penelitian ( Philip & Gully, 1997 ). Yaitu apakah tingkat kemampuan mempunyai pengaruh langsung pada penetapan tujuan, ataukah pengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya pada self efficacy. Pengaruh langsung tingkat kemampuan pada penetapan tujuan dalam penelitian ini diperlakukan sebagai alternatif model.

Pengaruh tidak langsung antara tingkat kemampuan dan penetapan tujuan dapat dijelaskan secara logika yaitu ketika seorang individu mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan baik, tetapi tidak mempunyai keyakinan bahwa terhadap kemampuannya menyelesaikan tugas tersebut dengan baik atau mempunyai self efficacy rendah, maka sangat dimungkinkan dia tidak berani menetapkan tujuan pada tingkat lebih tinggi. Dari hal tersebut peneliti menyusun hipotesa sebagai berikut : hipotesa 1a: "Tingkat kemampuan mempunyai pengaruh positif pada tingkat kinerja" dan hipotesa 1b: "Tingkat kemampuan mempunyai pengaruh tidak langsung dengan penetapan tujuan melalui pengaruh positifnya pada self efficacy".

2.2 Orientasi Tujuan

Orientasi tujuan berasal dari konstruk dalam bidang pendidikan yang menyarankan individu mempunyai orientasi pembelajaran atau orientasi kinerja dalam menyelesaikan tugas ( Dweck, 1986 ). Kedua orientasi tersebut diteorikan sebagai sifat ( traits ) meskipun dapat dimanipulasi secara situasional ( Dweck, 1989; Duda & Nicholls, 1992 ). Sebagian besar penelitian mengenai orientasi tujuan menemukan hasil yang tidak konsisten satu dengan lainnya karena terkait dengan implikasi sifat ( traits ) tersebut ( Button, dkk. 1996 ).

Menurut Dweck & Leggett ( 1988 ) yang didukung hasil penelitian Far, dkk ( 1993 ), individu yang memiliki orientasi tujuan pembelajaran tinggi mempunyai keyakinan bahwa kemampuan ( ability ) mereka dapat ditempa dan dikembangkan. Individu tersebut cenderung menyukai tugas-tugas yang memungkinkan adanya pengembangan keahlian dan kemampuan. Disisi lain, individu dengan orientasi tujuan kinerja tinggi memandang kapasitasnya adalah tetap, tidak dapat dikembangkan. Individu ini cenderung menyukai tugas-tugas yang membutuhkan penyelesaian secara benar.

Hasil penelitian Kanfer ( 1990 ) menemukan, individu yang memandang kemampuan mereka adalah tetap, konsisten dengan orientasi tujuan kinerja, cenderung memiliki self efficacy lebih rendah dibanding dengan individu yang memandang kemampuan mereka dapat ditempa dan dikembangkan, konsisten dengan orientasi tujuan pembelajaran.

Hal ini dapat dijelaskan dari pendapat Dweck ( 1989 ) bahwa individu yang berorientasi tujuan kinerja akan menginterprestasikan kesalahan atau kinerja yang kurang baik sebagai indikator kegagalan atau kelemahan kemampuan yang dimiliki.

Hasil penelitian Philip & Gully ( 1997 ) menemukan, individu yang memiliki orienyasi tujuan pembelajaran lebih tinggi mempunyai self efficacy lebih tinggi dibanding individu yang memiliki orientasi tujuan pembelajaran lebih rendah. Hal ini karena individu tersebut cenderung mempersepsikan atau menginterprestasikan pengalaman masa lalu, seperti kegagalan, sebagai hal yang positif dan mereka dapat belajar dari kegagalan tersebut.

Sementara individu yang berorientasi tujuan kinerja lebih tinggi mempunyai self efficacy lebih rendah dibanding individu yang mempunyai orientasi tujuan kinerja rendah. Konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, peneliti menyusun hipotesa sebagai berikut : hipotesa 2a: "Orientasi tujuan kinerja mempunyai hubungan negatif dengan self efficacy " dan hipotesa 2b: " Orientasi tujuan pembelajaran mempunyai hubungan positif dengan self efficacy "

2.3 Locus of Control

Individu dengan internal locus of control mempunyai persepsi bahwa lingkungan dapat dikontrol oleh dirinya sehingga mampu melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan keinginannya, termasuk penetapan tujuan. Internal locus of control berhubungan dengan sikap proaktif dalam melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja ( Rotter, 1992 ). Hal ini karena individu yang mempunyai internal locus of control mempersepsikan diri memiliki kemampuan sangat baik dan memiliki optimisme tinggi dalam menyelesaikan tugas dan tujuan. Dengan kata lain individu dengan internal locus of control cenderung mempunyai self efficacy lebih tinggi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Philip & Gully ( 1997 ) yang menemukan, internal locus of control berhubungan positif dengan self efficacy.

External locus of control berhubungan dengan sikap pasif dan keadaan ketidak berdayaan individu dalam menghadapi lingkungan ( Rottr, 1992 ). Individu dengan external locus of control tinggi hanya bersikap pasrah terhadap apa yang dihadapinya tanpa ada usaha untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Individu tersebut cenderung menyukai perilaku penyesuaian diri dengan lingkungan agar tetap bisa bertahan dalam situasi tersebut. Individu dengan external locus of control cenderung tidak memiliki keyakinan kuat terhadap kemampuan menyelesaikan tugas dan tujuan. Dengan kata lain individu tersebut memiliki self efficacy rendah.

Berkaitan dengan skor I – E locus of control, internal locus of control memiliki skor I – E rendah, sementara individu yang memiliki external locus of control tergabung dengan skor I – E tinggi. Dengan demikian dari review literatur tersebut diatas peneliti merumuskan hiupotesa sebagai berikut : hipotesa 3 : "locus of control mempunyai hubungan negatif dengan self efficacy "

2.4 Self Efficacy

Hasil penelitian Lee & Bobko ( 1994 ) menemukan, individu yang memiliki sense of self efficacy kuat pada situasi tertentu akan mencurahkan semua usaha dan perhatiannya sesuai dengan tuntutan dari situasi tersebut dalam mencapai tujuan dan kinerja yang telah didesainnya. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Wood, dkk. ( 1990 ) yaitu self efficacy tinggi mampu mengarahkan pada penyusunan tingkat tujuan yang lebih tinggi.

Self efficacy dapat dikatakan sebagai faktor personal yang membedakan setiap individu, dan perubahan self efficacy dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku terutama dalam penyelesian tugas dan tujuan ( Philip & Gully, 1997 ). Konsekuensinya, hal tersebut mengarahkan pada perubahan penetapn tujuan yang dilakukan individu. Misalnya karena dorongan orang tua, keyakinan terhadap kemampuan dalam menyelesaikan suatu tujuan semakin tinggi, maka self efficacy individu juga semakin tinggi. Keadaan ini menyebabkan individu berani melakukan perubahan penetapan tujuan pada tingkat lebih tinggi. Perubahan tujuan pada tingkat lebih tinggi menuntut individu tersebut melakukan perubahan perilaku seperti usaha yang lebih keras dan konsentrasi lebih tinggi untuk mencapai tujuan baru yang ditetapkan.

Hasil penelitian Gist & Mitchel ( 1992 ) menemukan, self efficacy mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kinerja dengan melalui proses regulatory dan kognitif seperti peniruan dan ketkunan. Namun dalam penelitian ini peneliti hanya memprediksi self efficacy mempunyai pengaruh positif pada penetapan tujuan, sementara pengaruh langsung terhadap kinerja hanya diperlakukan sebagai alternatif model. Hipotesa yang dirumuskan berkaitan dengan hubungan self efficacy dengan penetapan tujuan adalah sebagai berikut : hipotesa 4: " Self efficacy mempunyai pengaruh positif pada penetapan tujuan ."

2.5 Motivasi Berprestasi

Jackson ( 1974 ) mengemukakan, motivasi berprestasi ( need for achievement ) merupakan jenis motivasi literatur, dan individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi merupakan individu yang mampu mempertahankan standart kinerja tinggi dan mempunyai keinginan untuk menyelesaikan tugas yang sulit. Individu yang memiliki motivasi berprestasi atau nAch tinggi akan mempunyai sikap positif terhadap situasi berprestasi ( McClelland, 1967 ). Lebih lanjut McClelland ( 1967 ) mengemukakan, individu yang menpunyai nAch tinggi jika dihadapkan pada tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam situasi memaksa, maka akan menunjukkan motivasi terkuat jika mengalami kesulitan tugas, tetapi jika kesulitan tugas hampir tidak ada, maka motivasi tersebut dalam diri individu menjadi lebih rendah.

Sebaliknya untuk individu yang memiliki disposisi menghindar dari kesulitan dan kegagalan atau dikatakan nAch rendah, maka akan menghindari tugas-tugas yang dinilai sulit. Hal ini disebabkan mereka menganggap penyelesaian tugas tersebut akan menimbulkan kecemasan, stress, dan ketidaknyamanan ( McClelland, 1967 ). Individu ini lebih menyukai tugas ataupun tujuan dengan tingkat kesulitan lebih rendah.

Konsisten dengan teori yang dikemukakan McClelland ( 1965 ) dan Jackson ( 1974 ) bahwa individu dengan motivasi berprestasi atau nAch tinggi mencerminkan keinginan untuk mengejar standart kinerja tinggi, maka dapat diprediksi bahwa motivasi berprestasi mempunyai pengaruh positif terhadap penetapan tujuan. Hasil penelitian Yukl & Latham ( 1978 ), Matsui, dkk. ( 1982 ), serta penelitian yang dilakukan Philip & Gully ( 1997 ) mendukung pernyataan bahwa motivasi berprestasi mempunyai pengaruh positif terhadap penetapan tujuan. Namun penelitian Roberson-Bennet ( 1983 ) menemukan hasil berbeda dengan sebagian besar hasil penelitian sebelumnya, yaitu antara motivasi berprestasi dengan penyusunan tingkat tujuan mempunyai hubungan negatif. Tetapi dalam penelitian ini, peneliti dalam menyusun hipotesa mendasarkan pada review literatur dan hasil penelitian Philip 7 Gully ( 1997 ) ataupun Yukl & Latham ( 1978 ) sebagai berikut: hipotesa 5 : "Motivasi berprestasi mempunyai pengaruh positif terhadap penetapan tujuan."

2.6 Penetapan Tujuan

Penetapan tujuan merupakan salah satu alternatif yang efektif untuk memotivasi karyawan dalam mencapai tingkat kinerja atau prestasi tinggi. Teori ini mengijinkan individu untuk mengembangkan atau menetapkan tujuan yang ingin dicapai. Adopsi atau penyusunan tingkat tujuan individu lebih tinggi mengarahkan pad peningkatan kinerja. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Hoolenbeck & Brief ( 1987 ), Locke & Latham ( 1990 ), dan juga penelitian yang dilakukan Philip & Gully ( 1997 ) yang menemukan bahwa tujuan yang lebih tinggi mengarahkan pada kinerja lebih tinggi. Dalam penelitian ini, pengaruh penetapan tujuan pada kinerja dilakukan setelah mengontrol variabel-variabel pembeda masing-masing individu, yaitu kemampuan, orientasi tujuan, locus of control, self efficacy, dan motivasi berprestasi. Hipotesa yang dirumuskan berdasar hal tersebut adalah sebagai berikut : hipotesa 6: "Penetapan tujuan individu mempunyai hubungan positif dengan kinerja."

III. METODE PENELITIAN

3.1 Sampel

Sampel terdiri dari mahasiswa fakultas ekonomi jurusan manajemen di Kabupaten Banyumas, terdistribusi pada 4 perguruan tinggi yaitu UNSOED, UNWIKU, UMP, STIE Satria. Sampling-nya adalah purposive yaitu mereka yang diambil sebagai sampel adalah yang telah menempuh sedikitnya lima semester. Pertimbangannya adalah dari keadaan emosionalnya telah mengalami kestabilan karena pengalaman dan penempaan selama sedikitnya lima semester, dan mahasiswa tersebut telah mampu menyesuaikan diri dengan proses belajar mengajar di lingkungan perguruan tinggi sehingga diduga akan mencapai IPK tiap semester berikutnya relatif stabil. Kuesioner dibagikan pada 500 mahasiswa, dan 367 atau 81,6 % menjawab secara lengkap dan dapat dianalisa.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini melalui pembagian kuesioner pada sampel. Pembagian kuesioner dilakukan secara langung kepada mahasiswa dalam satu kelas tertentu yang terpilih sesuai dengan criteria tersebut diatas. Informasi kelas dan jadwal diperoleh berdasar informai dari bagian pendidikan perguruan tinggi yang ditunjuk. Pengisian kuesioner dilakukan pada saat itu juga dan langsung dikumpulkan. Disamping itu kuesioner juga dibagikan kepada mahasiswa yang tengah menyusun skripsi dengan bekerja sama dengan dosen pembimbing skripsi.

3.3 Variabel dan Pengukurannya

Kemampuan didefinisikan sebagai tingkat kapasitas responden dalam menyelesaikan tugas dan tujuan. Pengukurannya dengan menggunakan NEM SMU responden. Skala pengukuran NEM tersebut adalah 1 = < 2 =" 35,00" 3 =" 42,01" 4 =" 49,01" 5 =" ">56,00.

Orientasi tujuan pembelajaran. Pengukurannya menggunakan 3 item pertanyaan yang dikembangkan oleh Button ( 1996 ) dengan sedikit pengembangan dari peneliti untuk menyesuaikan responden yang digunakan. Jawaban responden dibuat dengan menggunakan range skala 1 yang mencerminkan responden sangat tidak setuju, sampai dengan 5 yang mencerminkan responden sangat setuju terhadap pernyataan yang diberikan. Jika skor total responden tinggi menunjukkan responden cenderung memiliki orientasi tujuan pembelajaran, dan sebaliknya jika skor total responden rendah, maka mencerminkan responden tersebut memiliki kecenderungan orientasi tujuan kinerja. Besarnya koefisien Cronbach alpha yang menunjukkan tingkat reliabilitas instrumen adalah 0,8359.

Orientasi tujuan kinerja. Pengukurannya menggunakan item yang dikembangkan oleh Button ( 1996 ) dengan 3 item pertanyaan tetapi dilakukan sedikit perubahan untuk menyesuaikan dengan keadaan responden. Jawaban responden dibuat dengan menggunakan range skala 1 yang mencerminkan responden sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut, sampai dengan 5 yang mencerminkan responden sangat setuju terhadap pernyataan tersebut. Jika skor total responden tinggi menunjukkan responden cenderung memiliki orientasi tujuan kinerja, dan sebaliknya jika skor total rendah maka mencerminkan responden tersebut cenderung memiliki orientasi tujuan pembelajaran. Tingkat reliabilitas instrumen tersebut sebesar koefisien Cronbach alpha yaitu 0,7100.

Locus of contol. Instrumen pengukuran Locus of control yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen yang dikembangkan oleh Rotter ( 1966 ). Instrumen yang sama juga pernah digunakan oleh Indriantoro ( 1993 ) dalam disertasinya. Instrumen tersebut mengukur locus of control pada skala dari 0 ( ekstrim internal ) sampai dengan 23 ( ekstrim eksternal ). Pada penelitian ini item pertanyaan yang mengukur locus of control terdiri dari 29 pertanyaan seperti yang dikembangkan oleh Indriantoro ( 1993 ). Dari 29 item, 23 item tersebut merupakan item yang mengukur locus of control sedangkan 6 item ditambahkan sebagai filler ( pengisi ). Fungsi filler ini adalah untuk menyamarkan penggunaan pernyataan lain dalam instrumen tersebut. Instrumen dibuat dalam bentuk format pilihan, yaitu pernyataan internal berpasangan dengan pernyataan eksternal. Nilai atau poin sati (1) diberikan untuk pernyataan eksternal yang dipilih, dan poin nol (0) untuk pernyataan internal yang dipilih. Jika total skor locus of control responden rendah maka responden tersebut cenderung memiliki internal locus of control, dan sebaliknya jika skor total locus of control responden tinggi, maka responden tersebut cenderung memiliki external locus of control. Besarnya koefisien Cronbach alpha yang menunjukkan tingkat reliabilitas instrumen tersebut adalah 0,7484.

Motivasi berprestasi. Instrumen pengukuran motivasi berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Mehrabian’s Measure of Achieving Tendency yang dikembangkan oleh Mehrabian & Bank (1975). Instrumen ini terdiri dari 38 item pertanyaan dengan jawaban responden yang dibuat dalam skala 1 yang mencerminkan responden sangat setuju terhadap pernyataan tersebut, sampai dengan skala 5 yang mencerminkan responden sangat setuju terhadap pernyataan tersebut. Total skor tinggi menggambarkan motivasi berprestasi responden juga rendah. Reliabilitas instrumen dicerminkan oleh koefisien Cronbash alpha sebesar 0,6669.

Self efficacy. Penelitian ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Philip & Gully ( 1997 ) dengan sedikit pengembangan dari peneliti untuk menyesuaikan keadaan responden, terdiri dari 10 item pertanyaan. Jawaban responden dibuat dengan menggunakan range skala 1 yang mencerminkan responden sangat tidak setuju terhadap pernyataan, sampai dengan 5 yang mencerminkan responden sangat setuju terhadap pernyataan tersebut. Jika total skor responden tinggi menunjukkan responden tersebut memiliki self efficacy rendah. Reliabilitas instrumen yang tercermin dari besarnya koefisien Cronbach alpha sebesar 0,9442

Penetapan tujuan. Tujuan mengindikasikan apa yang seharusnya dikerjakan dan berapa banyak usaha yang harus dibutuhkan untuk mencapainya. Penelitian ini menggunakan IPK ( indeks prestasi kumulatif ) yang ditargetkan responden pada saat kelulusannya dari perguruan tinggi yang bersangkutan, sebagai ukuran penetapan tujuan. IPK menggambarkan apa yang ingin dicapai responden, dan mengindikasikan besarnya usaha yang dilakukan responden. Jika IPK yang ditargetkan responden tinggi maka, seharusnya responden berusaha lebih keras dan lebih tekun dalam belajar agar tujuan tersebut dapat tercapai. Skala pengukurannya adalah 1 = < 2 =" 2,00" 3 =" 2,50" 4 =" 3,00" 5 =" "> 3,50.

Kinerja. Menggambarkan apa yang telah dicapai oleh individu, atau dengan kata lain hasil aktual yang telah dicapai. Ketika penetapan tujuan dilakukan, dan individu berusaha untuk mencapainya maka hasil dari apa yang telah dilakukan atau diusahakan akan dapat diperoleh dan dilihat. Karena terlihat jelas keterkaitan erat antara penetapan tujuan dan kinerja yang dicapai, maka pengukuran kinerja dalam penelitian ini juga adalah IPK. Hanya saja IPK yang digunakan adalah IPK aktual yang telah benar-benar diperoleh responden sampai dengan semester terakhir pada saat dilakukan penyebaran kuesioner. Skala pengukurannya adalah 1 = < 2 =" 2,00" 3 =" 2,50" 4 =" 3,00" 5 =" "> 3,50.

3.4 Metode Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling dengan menggunakan software AMOS Version 3.6 yang dikembangkan oleh James L. Arbuckle. Tehnik ini merupakan teknik statistikal yang efisien, digunakan untuk menguji atau mengestimasi hubungan dependensi multiple secara simultan, dimana variabel dependen akan menjadi variabel independen dalam suatu rangkaian hubungan dependensi (Hair, dkk. 1995 ). Tehnik ini merupakan tehnik yang tepat untuk menguji model dalam penelitian ini.

IV. HASIL PENELITIAN

Rata - rata, standar deviasi, dan kisaran data secara keseluruhan ditunjukkan oleh tabel 1. Keadaan data secara umum menunjukkan bahwa sampel mempunyai kemampuan rata-rata mendekati 42,01 – 49,00. Secara umum sampel juga mempunyai orientasi tujuan kinerja rata-rata ( berada di tengah kisaran teoritis ), artinya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Orientasi tujuan pembelajaran daro data sampel menunjukkan angka 11,10 artinya secara umum sampel mempunyai orientasi tujuan pembelajaran cukup tinggi. Tabel 1 menunjukkan rata-rata locus of control menunjukkan angka 12,54 dan hal ini berarti secara umum sampel adalah poorer external locus of control. Rata-rata data sampel mempunyai self efficacy dan motivasi berprestasi cukup tinggi. Sementara rata-rata tingkat tujuan yang ditetapkan sampel adalah tinggi yaitu mendekati angka 3,00 – 3,50. Tetapi secara umum rata-rata tingkat kinerja sampel hanya berkisar antara 2,50 – 2,99.

Tabel 1

Rata-rata, deviasi standar, dan kisaran data variabel.

Variabel

Rata - rata

SD

Kisaran

Teoritis

Kisaran

Aktual

Kemampuan

Orientasi Tujuan Pembelajaran

Orientasi Tujuan Kinerja

Locus of control

Motivasi Berprestasi

Self Efficacy

Penyusunan Tingkat Tujuan

Kinerja

2,95

10,10

9,59

12,54

120,19

34,14

3,56

2,94

0,82

2,43

2,52

5,77

9,76

7,74

0,65

0,69

1 – 5

3 – 15

3 – 15

0 – 23

27 – 135

10 – 50

1 – 5

1 – 5

1 – 5

3 – 15

3 – 15

3 – 23

98 – 135

18 – 50

2 – 5

1 – 5

Hasil penelitian overall fit model menunjukkan data sampel mempunyai kecocokan baik dengan model penelitian. Hal ini ditunjukkan oleh Chi Square ( X2 ) sebesar 14,907 dengan tingkat nonsignifikansi p = 0,135; GFI (0,990), TLI (0,996), NFI(0,996), dan AGFI (0,963) semuanya diatas 0,90. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 juga menunjukkan hasil pengujian terhadap alternatif model. Pengujian terhadap alternatif model pertama yaitu dengan menambahkan hubungan langsung antara kemampuan dengan penetapan tujuan pada model penelitian menyebabkan menurunnya nilai X2 (12,949) dengan p = 0,165 tetapi masih dalam batas-batas overall model fit yang biasa diterima. Artinya hubungan langsung antara kemampuan dengan penetapan tujuan ditunjukkan oleh data atau terbukti dalam penelitian ini. Sementara alternatif model 2 menyebabkan menurunnya nilai X2 (8,446) dengan p = 0,490. Dengan demikian penambahan hubungan langsung antara self efficacy dengan kinerja tidak ditunjukkan oleh data atau tidak terbukti.

Tabel 2

Ringkasan Overall Model Fit

Model

X2

df

p

GFI

NFI

AGFI

TLI

Normed X2

Penelitian

14,907

10

0,135

0,990

0,996

0,964

0,996

1,491

Alternatif 1

12,949

9

0,165

0,991

0,996

0,966

0,996

1,439

Alternatif 2

8,446

9

0,490

0,994

0,997

0,977

1,001

0,938

Penelitian ini memberi dukungan kuat terhadap model hubungan sifat kepribadian (personality traits) yaitu orientasi tujuan, locus of control, dan motivasi berprestasi; kemampuan (ability); self efficacy; dan penetapan tujuan dalam suatu kerangka kerja yang menjelaskan dan memprediksi kinerja individual. Gambar 1 menunjukkan model final dari hasil penelitian. Model tersebut menjelaskan pengaruh kemampuan pada kinerja diantaranya oleh self efficacy dan penetapan tujuan, disamping hubungan langsungnya dengan penetapan tujuan dan kinerja. Data juga menunjukkan orientasi tujuan baik pembelajaran maupun kinerja, serta locus of control mempunyai pengaruh tidak langsung pada kinerja melalui pengaruhnya pada self efficacy dan penetapan tujuan. Motivasi berprestasi mempunyai pengaruh tidak langsung pada kinerja melalui penetapan tujuan. Secara keseluruhan, kemampuan, orientasi tujuan baik pembelajaran maupun kinerja serta locus of control menerangkan 68,7 % varians dalam self efficacy. Self efficacy, kemampuan, dan motivasi berprestasi menerangkan 70,4 % varians dalm penetapan tujuan. Sementara Self efficacy, penetapan tujuan, dan kemampuan menerangkan 60,40 % varians dalam kinerja.

Gambar 1

Model final hubungan variabel kepribadian, kemampuan, self efficacy, penetapan tujuan dan kinerja

Kinerja

Motivasi berprestasi

Penetapan

tujuan

Self efficacy

Orientasi tujuan

kinerja

Orientasi tujuan

pembelajaran

Locus of contol

Kemampuan

0,537

0,060 0,059

-0,521 0,215 0,386

0,179 0,663

-0,112

V. PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan dukungan kuat terhadp model hubungan antara sifat kepribadian ( personality traits ) individual yaitu orientasi tujuan, locus of control, dan motivasi berprestasi, kemampuan, self efficacy, dan penetapan tujuan dalam rangka memprediksi kinerja individual.

Hasil penlitian menunjukkan hipotesa 1a yang menyatakan tingkat kemampuan menpunyai pengaruh positif pada tingkat kinerja, sepenuhnya didukung. Hasil pengujian data memperoleh koefisien regresi (beta weight) sebesar 0,537 dengan tingkat signifikansi 0,001. Hasil ini mengindikasikan individu yang memiliki tingkat kemampuan tinggi akan mencapai tingkat kinerja yang tinggi pula. Dengan kata lain tingkat kemampuan individual dapat memprediksi tingkat kinerja yang akan dicapai. Hasil penelitian mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Ree, dkk (1994) dan Philip & Gully (1997). Tingginya koefisien yang diperoleh dapat disebabkan karena homogenitas sampel yang tinggi. Hal ini dimungkinkan karena pengambilan sampel sebagian besar melalui kelas tertentu dan umumnya mahasiswa yang aktif mengikuti kuliah adalah yang memiliki semangat belajar dan kemampuan yang tinggi, sehingga IPK dalam hal ini bertindak sebagai pengukur kinerja juga akan tinggi.

Hipotesa 1b yang menyatakan tingkat kemampuan mempunyai pengaruh tidak langsung pada kinerja melalui pengaruh positif pada self efficacy, didukung. Hasil pengujian data memperoleh koefisien regresi (beta weight) sebesar 0,060 signifikan pada tingkat a = 0,100. Hasil mengindikasikan individu dengan tingkat kemampuan tinggi cenderung mempunyai keyakinan kuat terhadap kemampuannya menyelesaikan tugas dan karenanya berusaha keras untuk mencapai tingkat kinerja tertentu. Dengan demikian mahasiswa yang memasuki perguruan tinggi dengan NEM tinggi cenderung merasa yakin mampu menyelesaikan tugas kuliah dengan baik dan dalam waktu relatif cepat. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Philip & Gully ( 1997 ).

Hasil pengujian data menunjukkan orientasi tujuan kinerja mempunyai pengaruh negatif pada self efficacy, sementara orientasi tujuan pembelajaran mempunyai pengaruh positif. Hasil ini memberikan dukungan terhadap hipotesa 2a dan 2b. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Philip & Gully (1997) yang memperoleh koefisien regresi (beta weight) –0,14 untuk pengaruh orientasi tujuan kinerja pada self efficacy dan 0,13 untuk orientasi tujuan pembelajaran, maka pada penlitian ini hasil pengujian data memperoleh koefisien beta weight –0,112 signifikan pada a = 0,1 untuk pengaruh orientasi tujuan kinerja pada self efficacy dan 0,179 signifikan pada a = 0,025 untuk orientasi tujuan pembelajaran.

Penelitian menyangkut kedua konstruk itu sebagai variabel personality traits yang tergabung dalam self efficacy dan penetapan tujuan, masih sangat sedikit sehingga masih banyak diperlukan bukti empiris mengenai hal tersebut. Hasil penelitian ini mengindikasikan mahasiswa dengan orientasi tujuan kinerja lebih tinggi, lebih memungkinkan atau cenderung memiliki self efficacy lebih rendah dari pada mahasiswa dengan orientasi tujuan kinerja lebih rendah. Disisi lain, mahasiswa dengan orientasi tujuan pembelajaran lebih tinggi cenderung memiliki self efficacy lebih tinggi dari pada mahasiswa dengan orientasi pembelajaran lebih rendah. Mahasiswa sebagai sosok muda dicirikan dengan kegmaran terhadap hal-hal baru dan berkeinginan untuk mencobanya, telah menyebabkan proses self regulatory dalam dirinya semakin kuat sehingga membentuk sifat kepribadian yang semakin kokoh. Hasil penelitian tidak menunjukkan pengaruh lengsung orientasi tujuan pada penetapn tingkat tujuan, tetapi hanya menunjukkan pengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya pada self efficacy.

Hasil penelitian menunjukkan bukti terdapat hubungan negatif antara locus of control dan self efficacy. Hasil ini memberikan dukungan terhadap hipotesa 3 dengan menunjukkan besarnya koefisien regresi ( beta weight ) –0,521 signifikan pada a = 0,001. Mahasiswa yang memiliki internal locus of control, ditandai dengan skor I – E rendah, cenderung mempunyai self efficacy lebih tinggi dibanding mahasiswa dengan external locus of control yang ditandai dengan skor I – E tinggi. Hasil ini mengindikasikan mahasiswa yang mempunyai keyakinan diri mampu mengendalikan ataupun mengontrol segala sesuatu yang diinginkan terjadi dalam kehidupannya cenderung merasa lebih yakin terhadap kemampuannya menyelesaikan tugas yang dipikulnya dibanding mahasiswa yang mempunyai keyakinan rendah terhadap kemampuannya mengontrol segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Hal ini jika dikaitkan dengan pendapat Rotter (1992) mahasiswa dengan internal locus of control cenderung bersikap lebih aktif melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja dibanding mahasiswa dengan external locus of control yang cenderung bersikap,pasif, sehingga memiliki banyak pengalaman yang dimungkinkan akan meningkatkan internal locus of control-nya. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Wood & Bandura (1989) dan hasil penelitian Philip & Gully (1997).

Hasil penelitian terhadap hipotesis 4 yang menyatakan self efficacy mempunyai pengaruh positif pada penetapan tujuan menunjukkan dukungan dengan koefisien regresi (beta weight ) sebesar 0,215 signifikan pada a = 0,001. Mahasiswa yang mempunyai keyakinan kuat terhadap kemampuannya menyelesaikan kuliah cenderung berusaha keras dan mencurahkan semua perhatian pada keberhasilan kuliah yang ditandai lulus dengan IPK tinggi. Untuk memacu semangat belajar, mahasiswa membuat target IPK kelulusan tinggi.. Target IPK kelulusan merupakan tujuan yang ditetapkan mahasiswa. Dengan demikian hasil penelitian mengindikasikan mahasiswa yang memiliki self efficacy tinggi cenderung mengarahkan pada penetapan tingkat tujuan lebih tinggi terkait dengan semangat belajar dan usaha sungguh-sungguh sesuai dengan tuntutan dari perkuliahan tersebut. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Wood, dkk (1990) serta Philip & Gully (1997).

Hasil penelitian juga menunjukkan dukungan terhadap hipotesis 5 yang menyatakan motivasi berprestasi mempunyai pengaruh tidak langsung pada kinerja melalui pengaruh positifnya pada penetapan tujuan. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi (beta weight) sebesar 0,663 signifikan pada a = 0,001. Hasil penelitian mengindikasikan individu dengan motivasi berprestasi tinggi mengarahkan pada penetapan tujuan yang tinggi. Mahasiswa yang memiliki motivasi atau semangat belajar tinggi cenderung menginginkan pencapaian IPK tinggi, sehingga mereka berusaha menetapkan target IPK tinggi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Yulk & Latham (1978) serta Philip & Gully (1997).

Hasil pengujian data juga menunjukkan dukungan terhadap hipotesis 6 yang menyatakan penetapan tujuan pada tingkat lebih tinggi mengarahkan pada tingkat kinerja lebih tinggi. Hasil memberikan bukti terhadap koefisien positif sebesar 0,386 signifikan pada a = 0,001. Ketika mahasiswa menetapkan target IPK tertentu maka sebenarnya mereka telah menetapkan tingkat kinerja tertentu yang ingin dicapai. Sehingga ketika mahasiswa menetapkan target IPK kelulusan tinggi, maka akan berusaha keras untuk mencapainya atau dikatakan target tinggi yang ditetapkan mengarahkan pada kinerja tinggi. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Locke & latham (1990) serta Philip & Gully (1997).

Terdapat hal menarik dari penelitian ini yaitu hasil pengujian terdapat alternatif model. Hasil menunjukkan dukungan terhadap pengaruh langsung variabel kemampuan pada penetapan tujuan, tetapi tidak memberikan dukungan terhadap pengaruh langsung self efficacy pada kinerja. Hasil pengujian ini berlawanan dengan hasil penelitian Philip & Gully (1997) yang memberi dukungan terhadap pengaruh langsung self efficacy pada kinerja, tetapi tidak pada pengaruh langsung tingkat kemampuan individu pada penetapan tujuan. Secara logika mahasiswa yang memiliki persepsi terhadap tingkat kemampuan yang dimiliki adalah tinggi, mendasarkan pada NEM, cenderung akan menetapkan target IPK kelulusan tinggi terlepas dari apakah mereka yakin mampu atau tidak menyelesaikannya. Dengan demikian model yang paling tepat dalam penlitian ini adalah model alternatif kedua.

VI. IMPLIKASI

Hasil penelitian yang menyatakan self efficacy mempunyai pengaruh tidak langsung pada kinerja yaitu dengan melalui pengaruh positipnya pada penetapan tujuan. Implikasinya, jika diterapkan dalam suatu organisasi, maka peningkatan self eficacy sangat diperlukan bagi semua tingkatan kemampuan yang dimiliki anggota organisasi, terkait dengan hubungan antra kemampuan dan self efficacy. Selain itu, bukti bahwa kemampuan mempunyai pengaruh langsung pada penetapan tujuan mengilhami mekanisme yang melibatkan pengaruh pendidikan dan pelatihan dalam penetapan tujuan individu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki orientasi tujuan pembelajaran tinggi mengarahkan pada self efficacy tinggi, dan sebaliknya untuk orientasi tujuan kinerja. Hasil ini memberikan implikasi ditemukannya bukti pengaruh orientasi tujuan pembelajaran dan kinerja pada self efficacy telah menunjukkan adanya faktor individual dan lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi self efficacy.

Hasil analisis matrik covariance dan correlation menunjukkan orientasi tujuan pembelajaran berhubungan positif dengan motivasi berprestasi, dan internal locus of control . Disamping itu hasil juga menunjukkan orientasi tujuan kinerja berhubungan negatif dengan motivasi berprestasi, serta hubungan positif dengan locus of control (baca : external locus of control). Hubungan ini menggambarkan individu yang mempercayai kemampuan dapat dikembangkan, konsisten dengan orientasi tujuan pembelajaran, diharapkan akan mempunyai internal locus of control dan motivasi berprestasi tinggi dibanding individu yang mempercayai bahwa kemampuan tidak dapat dikembangkan dan cenderung bersikap menghindari kegagalan serta menyenangi rutinitas tanpa tantangan.

VII. KETERBATASAN DAN SARAN BAGI PENELITIAN SELANJUTNYA

Penelitian ini mempunyai beberpa keterbatasan dan memberikan saran bagi penelitian selanjutnya :

  1. Penelitian ini menggunakan NEM SMA untuk mengukur variabel kemampuan. Ukuran ini terlalu umum untuk mengukur kemampuan kognitif tertentu. Sementara itu perbedaan pengukuran akan menunjukkan perbedaan prediksi terhadap kemampuan. Hal ini dimungkinkan menjadi salah satu penyebab lemahnya hubungan kemampuan dengan self efficacy. Penelitian yang akan datang mengni aspek yang sama sebaiknya menggunakan ukuran kemampuan berbeda yang mungkin lebih spesifik dalam mengukur variabel tersebut.

  2. Pengukuran self set goal dan self efficacy dalam penelitian ini untuk beberapa episode kinerja dimana terdapat time lag cukup besar, memungkinkan berpengaruh terhadap hasil penelitian. Untuk itu penelitian selanjutnya disarankan menggunakan instrumen pengukuran tujuan dan self efficacy terhadp tugas tertentu yang lebih spesifik, misal ujian tiap akhir semester atau ujian skripsi.

  3. Penelitian ini menggunakan sampel mahasiswa. Walaupun mahasiswa dalam penelitian ini adalah testable, tetapi untuk penerapannya dalm konteks organisasional masih sangat jauh. Dengan kata lain, penelitian ini mengabaikan konteks organisasional. Penelitian yang akan datang sebaiknya memperhatikan atau memasukkan konteks organisasional yaitu dengan mengambil sampel dari anggota organisasi untuk menemukan bukti empirik yang lebih banyak.

  4. Salah satu metode pengambilan data, dan ini terbanyak dengan membagikan kuesioner dalam kelas tertentu dan dalam satu paket. Hal ini potensial menyebabkan common method bias dan sedikit banyak akan mempengaruhi hasil penelitian. Untuk itu dalam penelitian selanjutnya mengenai aspek yang sama sebaiknya menggunakn sampel yang lebih heterogen sehingga hasil yang diperoleh mendekati kebenaran.

  5. Sampling penelitian ini adalah purposive, merupakan sampling non probability dimana tidak semua target populasi mempunyai kesempatan sama untuk dipilih sebagai wakil. Hal ini memperngaruhi tingkat generalisasi hasil penelitian. Untuk itu dalam penelitian selanjutnya tentang aspek ini sebaiknya menggunakan sampling probalibity untuk meningkatkan generalisasi hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, C. R. 1977. Locus of Control, Coping Behavier, and Performance in Stress Setting: A Longitudinal Study. Journal of Applied Psycholog,62:446-451.

Anderson, J., & Gerbing, D. 1988. Structural Equation Modelling in Practise: A Review and Recommended Two Step Approach. Pychological Bulletin, 103:411-423.

Andrisani, P.J., & Nestel, G. 1976. Internal – External Control as Contributor to and Outcome of Work Experience. Journal of Applied Psychology, 61:156-165.

Aswar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ketiga. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Bandura, A. 1982. Self Efficacy Mechanism in Human Agency. American Phsycologist, 37: 122 – 147.

Bandura, A. 1986. Social Foundation of Though and Action: A Social Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Bandura, A., & Cervone, D. 1986. Differential Engagement in Self – Reactive Influence in Cognitively – Based Motivation. Organizational Behavior & Human Decision Process, 92 – 113.

Barling, J., & Beattie, R. 1983. Self Efficacy Belief and Sale Performance. Journal of Organizational Behavior Management, 5:41 – 51.

Butler, R. 1993. Effect of Task – and Ego – Achievement Goal on Information – Seeking during Task Engagement. Journal of Personality & Social Psychology, 65: 18 – 31.

Button, S., Mathiew, J., & Jazac, D.1996. Goal Orientation in Organizational Behavior Research: A Conceptual and Empirical Foundaion. Organizational Behavior & Human Decision Process, 67:26 – 48.

Duda,J.L., & Nicholls,J.G. 1992. Dimension of Achievement Motivation in Schoolwork and Sport. Journal of Educational Psychology,84: 290 – 299.

Dweck, C.S., & Leggett, EL. 1988. A Social Cognitive Approach to Motivation and Personality. Psychological Review, 95: 256 – 273.

Dweck, C.S. 1989. Motivational Processes Affecting Learning. American Psychologist, 41: 1040 – 1048.

Earley, P.C., Wojnaroshi, P., & Prest, W. 1987. Task Planning and Energy Expended: Exploration of How Goal Influence Performance. Journal of Applied Psychology, 14: 107 – 117.

Earley, P.C., Northcraft, G.B., Lee, C., & Lituchiy, T.R. 1990. Impact of Process and Outcome Feedback on The Relation of Goal Setting to Task Performance. Academy of Management Journal, 87 – 105.

Elliot, E.S., & Dweck, C.S. 1988. Goal: An Approach to Motivation and Achievement. Journal of Personality & Social Psychology,54: 5 – 12.

Emory, W.C., & Cooper,D.R. 1995. Business Research Method. 5 th Edition. Irwin, Chicago.

Evans, M.G. 1986. The Central Role of Motivation. Journal of Management, Summer: 157 – 189.

Far, J.L., Hofman, D.A., & Ringenback, K.L. 1993. Goal Orientation and Action Control Theory: Implication for Industrial and Organizational Psychology. In C.L. Cooper & I.T. Robertson (Eds). International Review of Industrial & Organizational Psychology (pp.193 – 232 ). New York,NY:Wiley.

Garland, H. 1982. Goal Level and Task Performance: A Compelling Replication of Some Compelling Research.Journal of Applied Psychology. 245 – 248.

Gist, M.E., & Mitchell, T.T. 1992. Self Efficacy: A Theoritical Analyisis of Its Determinant and Malleability.Academic of Management Review, 17:183 – 211.

Hair, J.F., Anderson, R.E., Thatam, R.L., & Black, W.C. 1987. Multivariate Data Analysis: with Reading.3 rd Edition. Macmillan, New York.

Heckhausen, H. 1967. The Automatical of Achievement Motivation. Academy Press, New York.

HollenbEck, J.R., & Brief, A.P. 1987. The Effect of Individual Differences and Goal Origin on Goal Setting and Performance. Organizational Behavior & Decision Processes,40: 392 – 414.

Indriantoro, N. 1993. The Effect of Paticipative Budgeting on Job Performance and Job Satisfaction With Locus of Control and Cultural Domensions as Moderating Variables. ( Doctoral Dissertation University of Kentucky, Lexington ).

Jackson, D.N. 1994. Personality Research from Manual. 2 nd Edition. Port Huran MI: Research Psychology Press.

James, A. 1992. AMOS 3.1: Documentation Package. Unpublished, Departement of Psychology Temple University, Philadelphia, Pennsylvania.

Kanfer, R. 1987. Task Specific Motivation: An Integrative Approach of Issues of Measurement. Mechanism, Processes, and Determinant. Journal Social and Clinical Psychology,5:237 – 264.

Kanfer, R. 1990. Motivation and Individual Differences in Learning: An Integration of Developmental, Differential and Cognitive Perspectives. Learning and Individual Differences,2:221 – 239.

Kukla, A. 1972. Attributional Determinant of Achievement – Related Behavior. Journal of Personality & Social Psychology,21:166 – 174.

Latham, G.P., & Yukl, GA. 1975. A Review of Research on TheApplication of Goal Setting on Organization.Academy of Management Journal, 18:824 – 845.

Latham, G.P., & Baldes, J.J. 1975. The Practical Significance of Locke’s Theory of Goal Setting. Journal of Applied Psychology,60:187 – 191.

Lee, C., & Bobko, P. 1994. Self Efficacy Belief: Comparation of Measures. Journal of Applied Psychology, 79:364 – 369.

Locke, E.A. 1968. Toward A Theory of Task Performance and Insentives. Organizational Behavior 7 Human Performance,3:157 – 189.

Locke, E.A. 1975. Personal Attitudes and Motivation. Annual Review of Psychology, 26: 457 – 480.

Locke, E.A., & Latham, G.P. 1979. Goal Setting – Motivational Technique That work. Organizational Dynamics, Autumn:68 – 80.

Locke, E.A., Frederick, E., Lee, C., & Bobko, P. 1984. Effect of Self Efficacy, Goal and Task Strategies on Task Performance. Journal of Applied Psychology,69: 241 – 251.

Locke, E.A., & Latham, G.P. 1990. A Theory of Goal Setting and Task Performance. Englewood Cliffs, NJ:Prentice Hall.

Matsui, T., Okada, A., & Kakuyama, T. 1982. Influence of Achievement Need on Goal Setting, Performance, and Feedback Effectiveness. Journal of Applied Psychology, 67:645 – 648.

McClelland, D.C. 1967. The Achieving Society. The Free Press, New York.

McClelland, D.C. 1987. Human Motivation. Cambridge University Press.

Mehrabian, A., Bank, L. 1975. Manual for Mehrabian Measure of Achieving Tendency. Los Angeles, University of California.

Minner,J.B. 1992. Industrial Organizational Psychology. McGraw Hill,New York.

Mitchel, T.R., Hopper, H., Daniels, D.,George-Falvy,J.,& James, L.R.1994. Predicting Self Efficacy and Performance during Skill Acquisition. Journal of Applied Psychology,79:506 – 517.

Moorhead, G., & Griffin, R.W. 1989. Organizational Behavior. Houghton Mifflin, Co Boston.

Nicholls, J.G. 1984. Achievement Motivation : Conception of Ability, Subjective Experience, Task Choice, & Performance. Psychological review, 91: 328 – 346.

Nunnally,J.C. 1978. Psychometric Theory. 2nd Edition. McGraw Hill, New York.

Philips, J.M., & Gully, S.M. 1997. Goal Orientation, Ability, Need for Achievement, and Locus of Control in The Self Efficacy and Goal Setting Process. Journal of Applied Psychology,82: 792 – 805.

Ree,M.J.,Earles,J.A.,& Teachout, M.S. 1994. Predicting Job Performance : Not Much More than g. Journal of Applied Psychology,79:518 – 524.

Robbins, S.P. 1998. Organizational Behavior: Foundation, Realities, & Challenges. 2nd Edition. West Publishing Co.JTP,New York.

Rotter, J.B. 1966. Generalized Expectancies for Internal versus External Control of Reinforcement. Psychological Monographs,80 Whole n0.69.

Sekaran, U. 1992. Research Method for Business: A Skill Building Approach. 2nd Edition John Wiley & SONs, Inc.New York.

Spector,P.E. 1982. Behavior in Organization as A Function of Employess Locus of Control Psychological Bulletin,91:482 – 497.

Stajkovic, D.A., & Luthans, F. 1988. Sosial Cignitive Theory and Self Efficacy: Going Beyond Traditional Motivational and Behavioral Approaches. Organizatonal Dynamic,Spring:62 – 74.

Sugiyono. 1999. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.

Thomas, K.M., & Mathiew,J.E. 1994. Role of Casual Attribution in Dynamic Self-Regulation and Goal Processes . Journal of Applied Psychology,79:812 – 818.

Tubbs,M.E. 1986. Goal Setting: A Meta Analytical Examination of The Empirical Evidence. Journal of Apllied Psychology,71:747 – 483.

VandeWalle, D.M. (In press). Development and Validation of A Work Domain Goal Orientation Instrument, Educational & Psychological Measurement.

VandeWalle, D.M. & Cumming,L.L. 1997. A Test of Influence of Goal Orientation on The Feedback Seeking Process. Journal of Applied Psychology,82:390 – 400.

Wood, R.E., & Bandura, A. 1989. Impact of Conception of Ability on Self Regulatory Mechanism and Complex Decision Making. Journal of Personality & Sosial Psychology,56:407 – 415.

Wood, R.E., Bandura, A. and Bailey, T. 1990. Mechanism1989. Impact of Conception of Ability on Self Regulatory Mechanism Governing Organizational Performance in complex Decision Making Environments. Organizational Behavior & Human Decision Processes,46:181 – 201.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi