FOKUS EKONOMI, APRIL 2003

REFORMASI SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN

DAERAH UNTUK MENCIPTAKAN MEKANISME

GOOD GOVERNANCE

Oleh : Jaeni

STIE Stikubank Semarang
ABSTRAK

Good governance dalam pengelolaan keuangan daerah merupakan tuntutan masyarakat di era reformasi terhadap pelayanan publik yang ekonomis, efisien, efektif, transparan, akuntabel dan responsif. Sistem pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah sebelum reformasi baik menyangkut anggaran maupun akuntansi tidak mendukung mekanisme Good governance bagi entitas kepemerintahan yang merupakan cita-cita Indonesia baru yang didengungkan sejak RI memasuki era reformasi.

Kata Kunci: Sistem dan pengakuan akuntansi ;Anggaran; dan Hubungannnya untuk Menciptakan Good Governance

  1. PENDAHULUAN

Undang-undang Nomor 22 & 25 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan spirit bagi Pemerintah Daerah untuk memberdayakan sumber daya ekonomi yang ada secara mandiri, ekonomis, efisien, dan efektif. Misi utama Undang-undang tersebut bukan hanya pelimpahan kewenangan, dan pembiayaan. Akan tetapi dimaksudkan agar manajemen pengelolaan keuangan daerah lebih baik, sehingga diharapkan kualitas pelayanan kepada masyarakat semakin baik, dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Semangat desentralisasi, demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam proses penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan keuangan daerah yang sehat sebagai salah satu upaya untuk menciptakan mekanisme good governance. Oleh karenanya dibutuhkan laporan keuangan yang handal dan dapat dipercaya agar dapat memberikan informasi sumber daya keuangan daerah, dan mengukur sejauhmana prestasi pengelolaan sumber daya keuangan Pemerintah Daerah yang bersangkutan sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat (publik) serta mempunyai pelaporan yang kompatibel dengan praktik-praktik dunia internasional.

Keberadaan akuntabilitas sebagai suatu sistem khususnya dalam pengelolaan keuangan daerah, memang patut mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah sebagai wujud pertanggungjawaban pengelolaan dana masyarakat, menciptakan kemajuan kesejahteraan secara nyata dengan bekerja keras, dan menciptakan komunikasi tanpa curiga dengan masyarakat (publik).

Undang-undang Nomor 22 & 25 Tahun 1999 mengakomodasi tentang pemerintah untuk mengadakan perubahan dan atau penyesuaian terhadap sistem pertanggungjawaban yang selama ini dirasakan kurang berkenan dihati publik. Apalagi Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, bahwa instrumen akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas-tugas yang diemban oleh daerah termasuk keuangan daerah dalam bentuk pertangungjawaban Kepala Daerah sebagai Manajemen Puncak (Top Management) akan sangat menentukan kepemimpinan seorang Kepala Daerah.

Berpijak pada PP Nomor 105 tahun 2000 pasal 5 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa:

"Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka menyelenggarakan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka anggaran dan belanja daerah."

Demikian juga PP Nomor 108 tahun 2000 Pasal 5, bahwa Kepala Daerah wajib membuat Laporan Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran yang berisi: Perhitungan APBD; Nota Perhitungan APBD; Laporan Aliran Kas; dan Neraca Daerah yang dilengkapi penilaian kinerja dengan tolok ukur Rencana Strategis (RENSTRA).

Ada beberapa prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah sebagai tuntutan publik yaitu:

1). Sistem akuntansi dan anggaran harus menjamin pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2). Pengelolaan keuangan daerah harus bersinergi pada pencapaian visi, misi, tujuan, sasaran, hasil (manfaat) yang akan dicapai. Paper ini membahas reformasi keuangan daerah pada perspektif sistem akuntansi dan sistem penyusunan anggaran untuk menciptakan mekanisme Good Governance.

II. SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

Penatausahaan keuangan Pemerintah Daerah yang diselenggarakan selama ini sangat sederhana, implementasi akuntansi keuangan Pemerintah Daerah menggunakan akuntansi anggaran (budgetary accounting) dengan sistem pencatatan tunggal (single entry), dan berbasis kas (cash basis). Sistem ini tidak mengenal istilah penjurnalan Debit-Kredit. Akibatnya, pelaporan keuangan hanya ditujukan untuk menunjukkan penerimaan dan pengeluaran, tanpa mampu menyusun satu set laporan yang lengkap. Selain itu, penggunaan basis kas tidak memungkinkan dilakukannya penilaian kinerja secara memadai.

a. Sistem dan Pengakuan Akuntansi

1. Single Entry

Sistem akuntansi keuangan Pemerintah Daerah dengan sistem akuntansi tunggal (single entry) hanya melakukan pencatatan dari satu sisi saja yakni transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan (pendapatan), dan transaksi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran (belanja).

Proses atau siklus akuntansi bertambahnya kas karena adanya transaksi penerimaan (pendapatan) atau berkurangnya kas karena transaksi pengeluaran (belanja rutin, gaji, dan proyek) akan dicatat dalam Buku Kas Umum (BKU) yang diselenggarakan oleh Bendaharawan di Dinas, Kantor, Badan ataupun Bagian Keuangan. Buku Kas Umum (BKU) penerimaan maupun pengeluaran kas pada awal bulan berikutnya harus dipertanggungjawaban kepada bagian keuangan untuk mendapatkan verifikasi (Bagian Verifikasi) apakah penerimaan atau pengeluaran sudah sesuai dengan ayat/ pasal anggaran yang telah ditentukan.

Single entry memiliki kelebihan yaitu mudah dipahami dan sederhana. Akan tetapi sistem ini mempunyai kelemahan yaitu : tidak mengakomodasi adanya perubahan aset non kas, jika terjadi penambahan atau pengurangan non kas misalnya pembelian inventaris kantor tidak dicatat sebagai aset, tetapi dicatat sebagai belanja barang/belanja pembangunan, demikian juga jika terjadi kewajiban kepada pihak ketiga atas pembelian aset, maka transaksi tersebut tidak dicatat sebagai kewajiban, tetapi hanya sebagai pengeluaran (belanja barang/pembangunan).Transparansi aset, kewajiban dan ekuitas entitas pada saat tertentu tidak terakomodasi dalam sistem ini. Oleh karena sistem ini tidak mampu untuk menghasilkan satu set laporan keuangan yang memadai.

Output laporan keuangan yang dihasilkan dalam sistem ini yaitu: Laporan Realisasi Anggaran, dan Nota Perhitungan Keuangan. Sistem administrasi keuangan dengan pasal/ayat anggaran tidak memberi keleluasan daerah untuk mengembangkan potensi yang ada terutama dalam memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan lain (misalnya: kerjasama dengan swasta atau pinjaman jangka panjang) seandainya telah dilakukan, transparansi laporan belum terakomodasi oleh sistem ini.

2. Double Entry

Double entry banyak memiliki kelebihan dibandingkan dengan single entry, karena setiap kejadian atau transaksi keuangan akan dicatat pada dua sisi (berpasangan/ganda). Dalam pencatatan akuntansinya ada sisi debit dan kredit. Perubahan terhadap aset, kewajiban dan ekuitas entitas Pemerintahan Daerah akan terakomodasi dan dapat dipertanggungjawabkan. Transaksi yang berakibat bertambahnya aset dan belanja akan dicatat pada sisi debit, sedangkan yang berakibat berkurangnya aset dan belanja akan dicatat pada sisi kredit. Sebaliknya kewajiban dan ekuitas serta pendapatan apabila transaksi bertambah mengakibatkan bertambahnya kewajiban, ekuitas dan pendapatan akan dicatat pada sisi kredit, dan jika berkurang akan dicatat pada sisi debit.

Persamaan dasar akuntansi berbentuk sebagai berikut:

ASET + BELANJA = KEWAJIBAN + EKUITAS + PENDAPATAN

Transaksi keuangan atas perubahan aset, kewajiban, dan ekuitas baik penambahan maupun pengurangan dalam double entry selalu dicatat bukan hanya penerimaan dan pengeluaran kas saja. Akibatnya, produk dari sistem ini tidak hanya menampilkan Laporan Realisasi Anggaran. Akan tetapi dapat menyajikan satu set laporan keuangan yang memadai yaitu: Neraca, Laporan Relasasi Anggaran, Laporan Aliran Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan juga dapat dapat ditampilkan.

b. Pengakuan Akuntansi

Pengakuan (recognition) adalah penentuan kapan suatu transaksi akan dicatat di neraca sebagai aset, kewajiban, dan ekuitas entitas pada suatu saat tertentu, dan di Laporan Realisasi Anggaran sebagai pendapatan, belanja, dan pembiayaan pada periode tertentu, sehingga dibutuhkan suatu sistem/basis/dasar akuntansi.

IASC Framework mendefinisikan pengakuan (recognition) sebagai :

"proses memasukkan ke neraca dan laporan rugi laba (dalam konteks akuntansi keuangan daerah: Laporan Realisasi Angaran), item yang memenuhi definisi elemen dan memenuhi kriteria pengakuan".

Yang dimaksud elemen adalah elemen-elemen dalam laporan keuangan daerah yang menyangkut elemen Neraca yaitu :aset, kewajiban, dan ekuitas, sedangkan elemen Laporan Realisasi Anggaran yaitu: pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

Kriteria pengakuan menurut IAI ada dua, yaitu:

  1. Manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos (bagian dari elemen) tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas.
  2. Mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.

Government Finance Officers Asociation (GFOA) merekomendasikan sistem dan pengakuan akuntansi sebagai berikut:

    1. Sistem akuntansi pemerintahan menggunakan dasar akuntansi dana (fund accounting), dan setiap dana merupakan satu kesatuan akuntansi yang berdiri sendiri (terpisahkan).

    1. Sistem akuntansi untuk governmental fund dan expendable trust fund didasarkan basis akrual modifikasi, yaitu penerimaan dicatat ketika penerimaan tersebut dapat diukur (measurable) dan dapat diperoleh (available), sedangkan untuk pengeluaran akan dicatat ketika barang atau jasa diterima (received dan accepted) dan transaksi utang terjadi.

    1. Pengelolaan dana pensiun, internal service fund, dan non-expendable trust fund menggunakan basis akrual. Perlakuan akuntansi dan pelaporan keuangan untuk dana ditentukan pada fokus pengukuran (measurable). Seluruh govermental fund dan expendable trust fund dicatat berdasarkan pada fokus pengukuran current financial resource. Akibatnya, hanya aset lancar, kewajiban lancar yang akan ditampilkan di neraca. Laporan hasil usaha menunjukkan informasi mengenai peningkatan (penerimaan dan sumber pendanaan lain) dan penurunan (belanja dan penggunaan dana lain) aset lancar bersih.

Seluruh proprietary fund, non-expendable trust fund dan pension trust fund dicatat berdasarkan fokus pengukuran flow of economic resources. Dengan fokus ini, seluruh aset dan seluruh kewajiban yang berkaitan dengan operasional dana ditampilkan dalam neraca. Output laporan menunjukkan peningkatan (pendapatan) dan pengurangan (biaya) aset total bersih.

Basis akrual modifikasi digunakan untuk seluruh tipe govermental fund, expendable trust fund, dan agency fund. Dengan basis ini penerimaan diakui ketika memenuhi dua kriteria sekaligus, yaitu; 1). Terukur (measurable) dan 2). Bisa didapat (available). Measurable berarti bahwa jumlahnya dapat ditentukan, dan available berarti dapat diperoleh dalam periode yang sedang berjalan atau segera sehingga dapat digunakan untuk membayar utang yang terjadi pada periode berjalan. Pemerintah Daerah mempertimbangkan pajak kekayaan available jika dapat dikumpulkan dalam waktu 60 hari setelah akhir tahun. Pengeluaran dicatat ketika kewajiban yang dengan dana tersebut terjadi (incurred). Bunga kewajiban dan angsuran pokok pinjaman sebagai kewajiban segera atau ketika jumlah telah mengharuskan pembayaran segera setelah tahun berikutnya berjalan.

Penerimaan yang segera dapat diketahui dengan lebih pasti adalah pajak kekayaan, special asessment, dan penerimaan bunga, denda, bea atas ijin, dan retribusi lebih sulit diketahui pasti karena biasanya tidak measurable sampai dengan ketika diterima dalam bentuk kas. Basis akrual digunakan untuk mencatat tipe proprietary fund, pensiun trust fund, dan non-expendable trust fund. Dengan basis ini penerimaan dicatat ketika diperoleh (earned) dan biaya dicatat ketika kewajiban (liabilities) timbul.

Menurut IAI Kompartemen Sektor Publik dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Draft Publikasian, basis akuntansi yang digunakan dalam penyelenggaraan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah adalah basis kas dan basis akrual. Basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan, sedangkan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas. Entitas Pemerintah juga diperkenankan untuk menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan sepenuhnya menggunakan basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas.

Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang "Pedoman Pengurusan, Pertanggunjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah". Merekomendasikan sistem dan pengakuan akuntansi menggunakan dasar kas modifikasian , yaitu merupakan kombinasi dasar kas dengan dasar akrual. Transaksi penerimaan kas atau pengeluaran kas dibukukan pada saat diterima atau dibayar (dasar kas). Pada akhir periode dilakukan penyesuaian untuk mengakui transaksi dan kejadian dalam periode berjalan meskipun penerimaan atau pengeluaran kas dari transaksi dan kejadian dimaksud belum direalisasi.

Internasional Public Sector Accounting Standart (IPSAS) merekomendasikan sistem dan pengakuan akuntansi menggunakan basis akrual, demikian juga Undang-undang Nomor 17/2003, PP 105/2000, KMK Nomor 308/2002 , oleh karena sistem berbasis IPSAS mempunyai keunggulan antara lain:

  1. Menjembatani psikologi pegawai bagian keuangan yang berorientasi awalnya ke basis kas.
  2. Sesuai dengan tuntutan BPK sebagai Pemeriksan Laporan Keuangan Eksternal.
  3. User Friendly.

1. Basis Kas

Basis kas menurut IAI Kompartemen Akuntansi Sektor Publik dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) mengandung pengertian bahwa pendapatan diakui pada saat diterimanya kas oleh kas umum/daerah atau entitas pelaporan, dan belanja diakui pada saat dikeluarkannya kas dari kas umum/daerah atau entitas pelaporan. Entitas Pemerintah tidak menggunakan istilah laba. Penentuan Sisa Perhitungan Anggaran lebih/kurang (SiLPA/SiKPA) untuk setiap periode tergantung pada selisih penerimaan pendapatan dan realisasi pembiayaan dengan seluruh belanja yang telah dibayar. Sementara pendapatan dan belanja bukan tunai seperti bantuan asing dalam bentuk barang dan jasa hanya disajikan sebagai informasi tambahan pada Laporan Realisasi Anggaran. Alasan IAI menggunakan basis kas untuk kepentingan pembanding dengan anggaran, sehingga laporan realisasi dapat disandingkan dengan anggaran yang masih menggunakan basis kas.

2. Basis Akrual

Basis akrual direkomendasikan oleh IAI Kompartemen Akuntansi Sektor Publik, IPSAS, GFOA, dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Jo PP No.105/2000 serta tuntutan BPK yaitu: pencatatan pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada posisi keuangan Entitas Pemerintah Daerah, bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.

Basis akrual akan membantu penerapan sistem akuntansi dengan produk laporan yang lebih informatif karena bukan saja Laporan Realisasi Anggaran dan Nota Perhitungan saja yang dihasilkan. Akan tetapi Neraca dan Laporan Arus Kas yang menyajikan informasi mengenai sumber dan penggunaan kas dalam aktivitas operasi, investasi dan pembiayaan selama periode tertentu dapat ditampilkan, sehingga dengan basis akrual kinerja entitas pemerintah dapat dievaluasi dengan baik. Basis Kas Modifikasi dilakukan karena dalam implementasi penyelenggaraan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan Entitas Pemerintah Daerah menggunakan single entry dan cash basis telah mengakar.

3. Basis Kas Modifikasi

Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 mengacu pada basis kas modifikasi yaitu dengan menggunakan basis kas selama tahun anggaran dan melakukan penyesuaian pada akhir tahun anggaran berdasarkan basis akrual.

c. Sistem Penyusunan Anggaran

Sistem penyusunan anggaran yang menekankan pada input yaitu dengan pendekatan tradisional ( incremental dan line item) sudah tidak layak lagi, sehingga dibutuhkan sistem penyusunan anggaran yang berbasis pada kinerja (performance budget), yaitu yang menekankan tidak hanya pada input saja, tetapi juga pada output, outcome, dan benefit serta impact. Perubahan incremental budget dan line-item ke performance budget lebih menekankan pada efisiensi dan efektivitas anggaran. Konsep penyusunan "anggaran berimbang", yang selama ini banyak diinterpretasikan dan dipraktikan tidak benar, oleh sebagian kalangan anggaran belanja yang telah ditetapkan dengan sumber-sumber pendapatan yang telah ada dihabiskan dalam satu periode anggaran, Jika tidak mampu menghabiskan anggaran menunjukkan indikasi kinerja entitas yang bersangkutan dinilai jelek. Akibatnya terjadi ketidak-efisienan dalam penggunaan uang masyarakat (publik).

1. Sistem Anggaran Tradisional ( incremental buget )

Anggaran tradisional dikenal sebagai sistem anggaran didasarkan pada obyek pengeluaran. Fokus anggaran tradisional pada pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan anggaran. Dari segi pelaksanaan penekanannya pada besarnya hak dari entitas dan obyek pengeluaran entitas yang bersangkutan. Pengeluaran (belanja rutin maupun pembangunan) harus sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku. Sistem anggaran tradisional lebih memfokuskan pada input, sedangkan output, outcome, benefit maupun side effect tidak diperhatikan.

Output dari anggaran tradisional dengan pengakuan basis kas tidak hanya menampilkan Laporan Realisasi dan Anggaran, sedangkan prestasi yang dicapai dibalik realisasi belanja entitas cenderung terabaikan. Oleh karenanya dalam penyusunan anggaran dengan sistem anggaran tradisional entitas pemerintah cenderung melebihkan pengeluaran (belanja) baik belanja rutin maupun belanja pembangunan. Hal ini disebabkan pihak otorisasi akan mengurangi pengeluaran bukan pada prioritas (aktivitas) kebutuhan masyarakat (publik), demikian juga dalam penyusunan penerimaan (pendapatan) entitas pemerintah cenderung mengecilkan penerimaan (pendapatan) sehingga tidak menjadi beban bagi entitas yang bersangkutan. Persepsi yang yang salah kaprah, dan telah mangakar dalam penyusunan anggaran tradisional adalah konsep penyusunan "anggaran berimbang" yaitu dimana entitas yang bersangkutan harus menghabiskan anggaran pada akhir periode yang bersangkutan, sehingga jika anggaran tersebut lebih untuk periode yang akan datang anggarannya akan dikurangi, dan akan dievaluasi kinerjanya jelek. Sistem anggaran tradisional pada dasarnya lebih menekankan pada segi administrasi saja yang antara lain meliputi:

  • Anggaran baik penerimaan maupun belanja lebih pada obyeknya.
  • Otorisasi oleh lembaga berwenang.
  • Out-putnya adalah Laporan Realisasi dan Anggaran.
  • Pertanggungjawaban hanya pada kas, yaitu pertanggungjawaban antara penerimaan dan pengeluaran, yang dalam hal ini penerimaan identik dengan pendapatan, sedangkan pengeluaran identik dengan biaya.
  • Lebih menekankan pada input.

2. Anggaran Kinerja ( Performance Budget )

Performance budget sebagai upaya untuk memperbaiki proses pengendalian dan pengawasan anggaran. Pengendalian dan pengawasan tidak saja dilakukan pada akhir proses anggaran, tetapi harus dilakukan pada setiap tahap, mulai dari perencanaan anggaran, implementasi maupun outputnya akan dievaluasi. Hal ini dimaksudkan agar setiap penyimpangan atau kesalahan yang terjadi seawal mungkin dapat terdeteksi, dan dapat dikendalikan, sehingga efisiensi dan effektivitas dapat tercapai.

Perencanaan anggaran entitas pemerintah yang berorientasi pada kinerja pada dasarnya melibatkan tiga elemen penting yang saling terkait dan terintegrasi yaitu: Masyarakat; DPRD; dan Pemerintah Daerah

A. Masyarakat sebagai pemberi amanat keterlibatannya dalam pembangunan antara lain melalui pemberian aspirasi dan usulan kegiatan. Usulan kegiatan didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan bukan keinginan kelompok atau golongan tertentu. Oleh karenanya partisipasi aktif sangat dibutuhkan dalam mengoptimalkan pencapaian target-target APBD.

B. DPRD sebagai badan yang mempunyai legitimasi dari masyarakat dalam tahap penyusunan APBD, diharapkan dapat dengan cepat mengambil kesepakatan dengan Pemerintah Daerah untuk menentukan arah dan kebijakan umum APBD dari hasil aspirasi masyarakat yang telah diseleksi.

C. Pemerintah Daerah memiliki peran teknis untuk melaksanakan kesepakatan yang telah disepakati antara DPRD dan Pemerintah Daerah. Fungsi teknis Pemerintah Daerah itu penting karena langsung berkaitan dengan kemungkinan terjadinya permasalahan dalam pencapaian target-target APBD yang ada. Dalam hal ini fungsi Pemerintah Daerah sebagai pelaksana teknis antara lain:

  1. Untuk meningkatkan dan mengembangkan sistem pengelolaan keuangan Daerah agar dihasilkan pengelolaan keuangan Daerah yang sesuai dengan kondisi daerah.
  2. Untuk mengontrol dan mengendalikan target penerimaan dan pengeluaran sesuai dengan APBD yang ditetapkan.
  3. Informasi keuangan lebih transparan dan dipercaya, baik kepada DPRD, Pemerintah Pusat, Masyarakat maupun Dunia Internasional.

Sistem penyusunan performance budget disamping penilaiannya pada input, juga output, outcome, benefit, dan side impact menjadi dasar penilaian.

Input, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besarnya sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau aktivitas.

Output, adalah tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan.

Outcome, adalah tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai atas keluaran program atau aktivitas yang sudah dilaksanakan.

Benefit, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaat yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat dan Pemerintah daerah dari hasil.

Impact, adalah tolok ukur kinerja berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.

Berikut ilustrasi indikator kinerja pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah:

Program

Proyek/kegiatan

Indikator kinerja

Penyusunan sistem

Akuntansi di Pemkot

1.Software sistem akuntansi keuangan daerah .

2.Pengadaan Hardware untuk sistem akuntansi.

  1. Input dana dan SDM

  1. Proses

    • Ketaatan pada aturan hukum untuk laporan pertanggungjawaban eksekutif kepada legislatif.

    • Pelatihan penyusunan sistem akuntansi keuangan daerah.

  1. Output

    • Laporan keuangan

  1. Outcome

    • Laporan keuangan entitas pemerintahan secara dini dapat dihasilkan.

    • SDM familier dalam proses penyusunan sistem akuntansi

  1. Benefit

    • Akuntabilitas entitas tercipta dengan baik.

6. Impact

  • Kinerja entitas semakin baik,sehingga mekanisme good governance tercapai.

1. Input dana

2. Proses

  • Ketaatan pada aturan hukum dalam proses pengadaan Hardware.
  • Rata-rata waktu yang diperlukan untuk penga-daan hardware hingga diterima di Pemkot.

3. Output

  • Jumlah hardware yang tersedia

4.Outcome

  • Kualitas penyusunan lapo-ran keuangan untuk per-tanggungjawaban ekseku-tif lebih baik.

5.Benefit

  • Mempermudah, dan mem-percepat proses penyusu-nan laporan keuangan.

6. Impact

  • Kinerja entitas semakin baik,sehingga mekanisme good governance tercapai.

III. SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN UNTUK MENCIPTAKAN MEKANISME GOOD GOVERNANCE.

a. Good Governance

Reformasi sistem pengelolaan keuangan daerah dari perspektif sistem dan pengakuan akuntansi, dan anggaran merupakan langkah pertanggungjawaban praktis dalam melihat berbagai pengalaman empiris. Pertanggungjawaban menunjuk adanya "harapan" bahwa pejabat pemerintahan akan mempertanggungjawabkan tindakan mereka (Stone 1991). Hal ini mengindikasikan mereka tidak secara resmi wajib mempertanggungjawabkan tindakan mereka. Suatu model manajerial alternatif dapat memasukan (responsibility) memberikan pertanggungjawaban tindakan mereka, namun pertanggungjawaban itu sendiri hanya kepada atasan atau institusi lain secara berjenjang, hirarki (Uhr 1993), yang mungkin pada akhirnya pertanggunjawaban itu disampaikan ke forum legislatif. Bentuk pertanggunjawaban manajerial ini lebih menitikberatkan pada peningkatan kinerja daripada instruksi operasi secara rinci dan gamblang (Harman 1994).

Good governance atau pengelolaan pemerintahan yang baik bersumber pada pengelolaan administrasi publik yang merupakan issue utama dalam pencapaian menuju "clean government" (pemerintahan yang bersih). Ada beberapa pilar good governance dalam berinteraksi satu dan lainnya yang saling terkait, yaitu: Government, Citizen, dan Business atau State, Society dan Private Sector. Pada dasarnya pilar tersebut mempunyai konsekwensi akuntanbilitas terhadap publik, khususnya stakeholders. Aspek-aspek good governance (Sulendro 2000) meliputi responsibility, fairness, transparansi dan akuntabilitas.

Hubungan sistem pengelolaan keuangan untuk menciptakan Good governance dilihat pada perspektif sistem dan pengakuan akuntansi, dan anggaran daerah malalui tiga tahapan yaitu: Tahap Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian yaitu masing-masing tahap memiliki input, proses dan output.

Tahap Perencanaan, dalam tahap ini input yang digunakan adalah hasil aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh Dewan dan Eksekutif, kemudian aspirasi tersebut dijabarkan dalam Usulan Kegiatan/Aktivitas Unit Kerja masing pada entitas pemerintah yang bersangkutan yang akan diproses dengan Standar Analisa Belanja (SAB) sehingga aktivitas yang diusulkan mencerminkan target kinerja dan anggaran usulan masyarakt yang menjadi prioritas daerah yang bersangkutan. Hasil akhir Rencana Anggaran Satuan Kerja di Unit Kerja diwujudkan pada RAPBD yang kemudian diproses untuk mendapatkan justifikasi oleh Dewan sebagai output perencanaan berupa APBD.

Tahap Pelaksanaan, inputnya adalah output dari tahap perencanaan yaitu berupa APBD. Kemudian dalam tahap pelaksanaan ini prosesnya adalah APBD yang sudah ditetapkan kemudian dilaksanakan menggunakan sistem akuntansi yang sudah disesuaikan untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi semua pihak yang berkepentingan atas pelaksanaan APBD oleh Eksekutif baik berupa laporan triwulanan maupun laporan tahunan sebagai laporan pertanggungjawaban Kepada Daerah.

Tahap Pengendalian, inputnya berupa laporan Pelaksanaan APBD kemudaian diproses sebagai dasar evaluasi terhadap laporan tersebut sekaligus dapat digunakan sebagai penilaian pertanggunjawaban Kepala Daerah yang outputnya berupa kebutusan hasil evaluasi maupun penerimaan atau penolakan terhadap laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah.

b. Hubungan Penyusunan Anggaran dengan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Untuk Menciptakan Good Governance

PENGENDALIAN

PELAKSANAAN

PERENCANAAN

RASK

INPUT PROSES OUTPUT INPUT PROSES OUTPUT INPUT PROSES OUTPUT

Evaluasi

Hasil

Laporan

Pelaksanan

APBD

APBD

RAPBD

Visi, Misi, Tujuan &

Sasaran, Target, Tupoksi

Evaluasi

kerja

Sistem

Akuntansi

Aspirasi

  • Masyarakat
  • Arah dan Kebijakan

Umum APBD.

  • Strategi & Prioritas Double entry

Basis Akrual

APBD berbasis kinerja Triwulanan

Akhir Tahun ( LPJ )

IV. SIMPULAN

Institusi publik khususnya entitas Pemerintah Daerah mendapatkan sorotan yang serius dari masyarakat untuk mempertanggunjawabkan pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien dan efektif. Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah yang ekonomi, efisien, dan effektif diperlukan berubahan yang mendasar baik menyangkut sistem anggaran maupun sistem akuntansi yang telah berlaku sehingga dapat menciptakan mekanisme good governance.

Sistem penyusunan anggaran tradisional yang telah berjalan selama ini tidak mendukung poses pengendalian yang baik, baik dilihat dari prosesnya maupun outputnya, sehingga terjadi pemborosan, dan tidak efektifnya entitas pemerintah sesuai dengan visi, misi, tujuan dan sasaran, tupoksi dan target yang telah ditetapkan. Performance budget mendukung pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah terhadap pelayanan publik yang ekonomis, efisien, efektif, transparan, akuntabel dan responsip, karena proses awal dalam penyusunan anggaran tersebut melalui hearing dari aspirasi masyarakat.

Sistem akuntansi dengan double entry dan basis akrual akan menciptakan akuntabilitas yang lebih baik, dapat diandalkan, mudah dipahami, yang mampu menyajikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus dana suatu satuan kerja kepada para pengambil keputusan dalam rangka memenuhi kewajiban Pemerintah Daerah dalam membuat laporan pertanggungjawaban keuangan Daerahnya, sehingga dapat menjamin kepercayaan kepada publik, pemerintah pusat maupun dunia internasional.

DAFTAR PUSTAKA

___________." Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah" Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta 1999.

___________." Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah" Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta 1999.

_______________." Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Direktorat Pengelolaan Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Tahun 2002.

Draft Publikasian, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No.01, Penyajian Laporan Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan Republik Indonesia, dan Ikatan Akuntan Indonesia, 30 Oktober 2002.

Draft Publikasian, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No.02, Laporan Realisasi Anggaran, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan Republik Indonesia, dan Ikatan Akuntan Indonesia, 30 Oktober 2002.

Draft Publikasian, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No.03, Laporan Aliran Kas, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan Republik Indonesia, dan Ikatan Akuntan Indonesia, 30 Oktober 2002.

Konsep Panduan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta 2001.

Soemarso SR.1990, Akuntansi Suatu Pengantar, Edisi Keempat: Penerbit Rineka Cipta.

Halim, Abdul. 2002, Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah: Penerbit Salemba Empat.

Bastian, Indra. 2001, Manual Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah: Pusat Pengembangan Akuntansi, FE UGM.

Hopwood A, Tomkin C. 1984, Issues In Public Sector Accounting: Phillip Allan Publishers Ltd, Great Britain.

Patton J.M.1992, "Developing A Conceptual Framework for Central Government Financial Reporting; Intermediate Users and Indirect Control", Journal of Financial Accounting and Management England, p. 299-315.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi