FOKUS EKONOMI, AGUSTUS 2004

PEMBERDAYAAN: SEBUAH USAHA MEMOTIVASI KARYAWAN

Oleh : Eka Sudarusman

Dosen tetap AMP YKPN Yogyakarta

ABSTRACT

Manusia, dalam model Sumberdaya Manusia, ingin menyumbang sesuatu yang bermanfaat bagi organisasinya. Mereka mengerjakan pekerjaan dengan kreatif, disiplin dan dengan pengendalian diri. Untuk itu, organisasi harus merespon potensi dirinya sebagai karyawan dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, mendorong partisipasi dan melibatkan mereka dalam aktivitas organisasi. Pelibatan inilah yang dimaksudkan dengan pemberdayaan, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk memotivasi karyawan, yaitu dengan memberi kakuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi perilakunya.

Kata kunci: pemberdayaan, motivasi

I. PENDAHULUAN

Perubahan lingkungan bisnis yang dinamis dan kompleks, mendorong organisasi untuk melakukan perubahan peran fungsi Sumberdaya Manusia dalam organisasi. Sumberdaya Manusia saat ini menjadi salah satu komponen keunggulan bagi organisasi untuk bersaing. Sumberdaya yang mampu bersaing tentunya sumberdaya yang mempunyai motivasi tinggi untuk melakukan tugas kewajiban ataupun mempunyai keterlibatan dalam organisasi.

Fokus Ekonomi – Vol.3 – No.2 – Agustus 2004

Ada beberapa asumsi yang berhubungan dengan Sumberdaya Manusia dalam organisasi. Filosofi hubungan manusia dan sumberdaya manusia, berasumsi bahwa manusia merupakan anggota keluarga yang ingin berguna dan dibutuhkan bagi organisasi, mempunyai kontribusi dan kemampuan pengendalian diri dalam aktivitas organisasi. Sebagai sumberdaya manusia dia berkemauan menjadi mitra dalam pengembangan dan menjadi aset penting dalam organisasi (Nadler, 1995: 70). Dalam teori motivasi ada asumsi bahwa motivasi yang diterima karyawan sebagai sumberdaya, semakin lama semakin berkurang kadarnya ataupun pasokan motivasi kurang banyak, motivasi dapat hilang dengan berlalunya waktu, sehingga dibutuhkan pasokan motivasi pada karyawan tersebut (Stoner, 1995: 441). Berdasar beberapa asumsi tersebut pemberdayaan diyakini dapat digunakan sebagai sarana untuk merespon asumsi-asumsi tersebut untuk memotivasi karyawan. Peter Fleming (Straub, 1994: 287) mengatakan, apabila anda akan memotivasi karyawan maka berdayakanlah mereka. Dengan memberdayakan maka akan diketahui arti motivasi bagi para karyawan. Memotivasi berarti memberikan kekuatan-kekuatan yang dapat mengarahkan perilaku individu karyawan dalam aktivitas pekerjaan, sedangkan pemberdayaan (Empowerment) adalah proses mendorong individu dalam organisasi untuk menggunakan inisiatip, kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan. Memberdayakan berarti memberi individu karyawan otonomi, kekuasaan dan kepercayaan untuk membuat aturan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan. Pemberdayaan tidak hanya menjadikan karyawan bagian dari suatu pekerjaan, tetapi lebih dari itu adalah pelibatan karyawan (employee involment) dalam pekerjaan. Hasil yang diinginkan dari pemberdayaan adalah tanggung jawab dan inovasi yang besar, serta keinginan untuk menghadapi resiko. Tanggung jawab dan rasa memiliki, disertai otonomi dan kewenangan merupakan bentuk motivasi bagi karyawan.

Tulisan ini akan memaparkan secara umum tentang peran pemberdayaan sebagai faktor motivasi, yaitu sebagai kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi perilaku karyawan. Dalam hal ini pemberdayaan karyawan hanya merupakan salah satu variabel untuk memotivasi karyawan, berdasarkan asumsi-asumsi tentang sumberdaya manusia.

II. MODEL MOTIVASI

Motivasi merupakan hasil interaksi kebutuhan individu terhadap pengaruh eksternal yang akan mempengaruhi perilaku. Memotivasi berarti memberi kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Seseorang berperilaku tertentu untuk memuaskan kebutuhan setelah melakukan evaluasi terhadap beberapa faktor, yaitu (Straub, 1994: 266):

  1. Pengalaman masa lalu.

Pengalaman ini termasuk kepuasan setelah melakukan berbagai tindakan, perasaan frustasi, usaha-usaha yang telah ditempuh, dan hubungan antara aktivitas dan penghargaan yang telah diterima.

  1. Pengaruh lingkungan.

Pilihan terhadap perilaku dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan organisasi yang terdiri dari nilai-nilai organisasi dan berbagai harapan dari tindakan dan kebijakan manajemen.

  1. Persepsi.

Seseorang berperilaku sangat dipengaruhi oleh persepsi dirinya sendiri dari apa yang dia harapkan, dan juga dari apa yang diterima oleh rekan kerjanya dalam aktivitas yang sama.

Disamping ketiga faktor tersebut, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku yaitu skills yang diperoleh dari pengalaman dan berbagai pelatihan, dan insentif yang diberikan organisasi.

Kebutuhan manusia baik pisiologis maupun psikologis menjadi dasar dalam suatu model motivasi. Seseorang yang mempunyai suatu kebutuhan akan mengembangkan perilaku untuk mencapai apa yang dia butuhkan/inginkan. Perilaku inilah yang perlu mendapat perhatian dari organisasi. Organisasi atau manajer dapat memberikan berbagai insentif untuk mempengaruhi perilaku dari para karyawan. Model tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Model Motivasi

Incentives supplied by Manager

  • Past experiences
  • Environment influences
  • Perception

Skills needed

Tension (Stimulus)

Wants

Behavior

Unsatisfied needs

Action toward goal achievement

Feed back

Sumber: Straub, 1994: 268

III. PANDANGAN MOTIVASI

Sasaran organisasi tidak mungkin dicapai tanpa komitmen yang lama dari karyawannya. Motivasi merupakan karakteristik psikologis manusia sebagai kontribusi bagi sukses organisasi. Ada beberapa pandangan mengenai motivasi (Robbin, 2001: 156; Stonner, 1995: 447):

Needs Theory/teori kebutuhan. Menurut teori kebutuhan seseorang mempunyai motivasi kalau orang tersebut belum mencapai tingkat kepuasan tertentu. Atkinson berpendapat bahwa dalam diri seseorang ada dorongan kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan berafiliasi. Mereka yang mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi cenderung termotivasi dengan situasi kerja yang penuh tantangan dan persaingan, berkembang dengan pekerjaan yang menantang, memberikan kepuasan dan membangkitkan semangat. Mereka senang menerima otonomi, variasi dan umpan balik. Mereka berusaha melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dari sebelumnya. Individu yang memiliki kebutuhan akan kekuasaan, berusaha untuk mempengaruhi orang lain, menyukai persaingan, dan menaruh perhatian pada prestise. Individu yang memiliki kebutuhan berafiliasi, lebih menyukai persahabatan, situasi kooperatif, dan hubungan saling pengertian.

Goal Setting Theory. Teori ini memusatkan pada proses penentuan sasaran dari mereka sendiri. Niat yang dinyatakan sebagai tujuan dapat menjadi sumber utama dari motivasi kerja. Dalam diri manusia ada kecenderungan untuk menentukan sasaran dan berusaha untuk mencapainya. Orang termotivasi kalau mereka bertingkah laku dalam cara yang menggerakkan mereka ke sasaran tertentu yang jelas, yang mereka terima dan terdapat harapan cukup besar untuk dicapai. Kondisi ini disertai bahwa individu tersebut memahami dan menerima sasaran tertentu. Sasaran spesifik dan menantang akan sangat efektif untuk menjadikan individu termotivasi dalam prestasi kerjanya. Umpan balik diperlukan untuk memperbaiki proses dan penetapan sasaran berikutnya.

Reinforcement Theory/teori penguatan. Reinforcement theory merupakan instrumen dukungan terhadap goal setting theory. Reinforcement/penguatan digunakan untuk membentuk perilaku. Teori ini dimasukkan ke dalam wacana motivasi. Teori penguatan lebih terfokus pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia mengambil tindakan, dan mengabaikan kondisi dalam diri individu. Jadi dalam teori ini memberikan analisis yang tajam terhadap faktor yang mengendalikan perilaku. Apa yang dilakukan individu dan upaya alokasi berbagai tugas, dipengaruhi oleh konsekuensi perilakunya.

Equity Theory/teori kewajaran. Teori ini menyatakan bahwa karyawan membandingkan apa yang mereka berikan ke dalam suatu situasi kerja (input) terhadap apa yang mereka dapatkan dari pekerjaannya, dan kemudian membandingkannya dengan rekan mereka. Ada tiga kategori acuan , yaitu orang lain, sistem dan diri sendiri. Individu tidak hanya memperhatikan jumlah absolut dari penghargaan yang mereka terima, tetapi juga membandingkan jumlah itu dengan apa yang diterima orang lain.

Expectancy Theory/teori harapan. Dalam teori harapan, orang bertingkah laku berdasarkan harapannya akan apa yang akan diperoleh dari setiap tindakannya. Tingkah laku individu dalam teori ini mempunyai keinginan dan sasaran berbeda-beda. Tingkah laku yang dipilih tergantung dari harapan mereka bahwa suatu tindakan tingkah laku akan membawa hasil yang diinginkan. Hasil bisa berfungsi sebagai imbalan instrinsik maupun imbalan ekstrinsik. Imbalan instrinsik merupakan imbalan yang dapat dirasakan langsung misal perasaan berhasil menyelesaikan tugas.

IV. PEMBERDAYAAN KARYAWAN

Sumberdaya Manusia mempunyai kemampuan untuk menghasilkan daya saing dengan jalan inovasi, kemauan dan kemampuan dalam pembelajaran. Dari kondisi tersebut menjadi dasar bagi perusahaan untuk melakukan pemberdayaan terhadap karyawannya. Kualitas SDM yang diberdayakan akan selalu belajar dan membina diri, sehingga mampu meningkatkan daya saing perusahaan.

Pemberdayaan merupakan pelibatan karyawan yang benar-benar berarti. Pemberdayaan (empowerment), adalah wewenang untuk membuat keputusan dalam suatu area kegiatan operasi tertentu tanpa harus memperolah pengesahan orang lain (Luthan, 1995: 36). Sedangkan Straub, mengartikan pemberdayaan sebagai pemberian otonomi, wewenang, kepercayaan, dan mendorong individu dalam suatu organisasi untuk mengembangkan peraturan dalam rangka menyelesaikan pekerjaan. Pemberdayaan merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan produk dan pengambilan keputusan. Pemberdayaan juga berarti saling berbagi informasi dan pengetahuan diantara karyawan yang digunakan untuk memahami dan mendukung kinerja organisasi, pemberian penghargaan atas kinerja organisasi dan pemberian otonomi dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh pada organisasi (Ford, 1995: 22). Pemberdayaan merupakan sarana membangun kepercayaan antara karyawan dan manajemen. Ada dua karakteristik dalam pemberdayaan, bahwa karyawan didorong untuk menggunakan inisiatif mereka sendiri, dan karyawan tidak hanya diberi wewenang saja tetapi juga diberi sumberdaya untuk melakukan pengambilan keputusan. Langkah ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil keputusan sesuai dengan kreatifitas dan inovasi sendiri. Secara tidak langsung karyawan juga didorong untuk melakukan pembelajaran dari hasil keputusan dan pelaksanaannya. Tujuan pemberdayaan tidak hanya untuk menjamin efektifitas keputusan yang dibuat oleh karyawan yang benar tetapi juga digunakan untuk menyediakan mekanisme dan tanggung jawab dari keputusan individu maupun tim.

Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil beberapa hal penting dalam pemberdayaan, yaitu adanya pemberian tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan dalam pembuatan keputusan, adanya kondisi saling percaya antara karyawan dan manajemen dan adanya pelibatan karyawan (employee involment) dalam pengambilan keputusan (Rokhman, 2001: 27).

V. BERBAGAI HAMBATAN PEMBERDAYAAN

Pemberdayaan dimulai ketika para karyawan menerima tanggung jawab baik dari pekerjaan maupun kualitas dari pekerjaannya. Pemberdayaan tersebut ada ketika karyawan mempunyai kewenangan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan pekerjaannya (Ford, 1995: 21). Kewenangan pengambilan dan tanggung jawab diberikan manajer kepada para karyawan. Pada pelaksanaannya manajer menghadapi masalah bagaimana menerapkan konsep pemberdayaan yang diinginkannya, dan pada waktu yang sama juga menghadapi masalah bagaimana membuat keseimbangan antara menyelesaikan tugas pekerjaaannya sendiri tetapi juga tidak kehilangan waktu untuk memantau pelaksanaan pemberdayaan.

Ada beberapa faktor baik internal maupun ekternal yang bisa menghambat pemberdayaan. Faktor tersebut bisa muncul sebelum maupun pada saat proses pemberdayaan. Secara umum, faktor-faktor tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut (Caudron, 1995: 29):

  1. Manajemen tidak bisa menyediakan lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku karyawan. Karyawan hanya memperoleh pandangan tentang kerja, dan hanya ikut terlibat dalam aktivitas pekerjaan.
  2. Karyawan cenderung untuk menolak program pemberdayaan ketika mereka tidak tahu apa yang harus dia kerjakan nantinya. Keadaan ini dikarenakan tidak ada informasi yang jelas bagi karyawan itu sendiri.
  3. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan karyawan untuk mengerjakan pekerjaan secara baik. Dalam hal ini ketrampilan dan kemampuan karyawan menjadi sesuatu yang penting.
  4. Banyak manajer membuat kesalahan dengan memberi tantangan terlalu besar kepada karyawan yang terlalu dini pada saat pemberdayaan, sehingga karyawan merasa gagal dan tidak tergerak untuk berinisiatif kembali.

Dari berbagai permasalahan di atas, maka yang harus dilakukan organisasi adalah menyiapkan baik faktor internal maupun faktor eksternal yang nantinya bisa mendukung proses pemberdayaan. Karyawan harus mempunyai komitmen untuk mengembangkan diri, memotivasi dan tanggap terhadap perkembangan lingkungan untuk menyelesaikan berbagai tugas. Organisasi juga perlu memotivasi karyawan dan membentuk lingkungan yang mendukung penyelesaian tugas.

VI. MODEL PEMBERDAYAAN

Model strategi pemberdayaan berikut menawarkan alternatif pilihan dengan mempertimbangkan dua dimensi, yaitu Job Content dan Job Context (Ford, 1995: 23). Job Content menggambarkan tugas dan prosedur yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, sedangkan pengertian Job Context lebih luas, yaitu menggambarkan kesesuaian antara pekerjaan dengan misi, tujuan, dan sasaran organisasi secara keseluruhan, serta seting organisasional dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Dalam model ini manajer menginginkan bahwa pengambilan keputusan dilakukan melalui tahap-tahap: identifikasi masalah, pengembangan alternatif, evaluasi alternatif, pemilihan alternatif, dan implementasi/tindak lanjut. Dengan menggunakan model ini memberikan keleluasaan bagi manajer untuk melakukan pemberdayaan dengan porsi dan kadar yang berbeda untuk setiap aktivitas dan karyawan yang berbeda pula.

Gambar. 2. Model Pemberdayaan

Decission Making Authority over Job Context

INCREASING

Point E

Self

Management

Point D

Mission Defining

Implementation/

Follow-up

Alternative

choice

Point C

Participatory Empowerment

Alternative

evaluation

Alternative

Point A

No

Descretion

Point B

Task

Setting

development

Problem

identification

Problem Alternative Alternative Alternative Implementation/

identification development choice evaluation Follow-up

INCREASING

Sumber: Ford, 1995: 24

Berdasarkan dimensi job content dan job context, ada beberapa alternatif pilihan dalam usaha pemberdayaan karyawan, seperti yang ditampilkan pada gambar 2, yaitu (Ford, 1995: 23):

  1. Point A (No Discretion) menggambarkan tugas dan pekerjaan yang rutin dan berulang-ulang. Pekerjaan dirancang dan dipantau oleh orang lain, karyawan tidak ikut merancang pekerjaan. Pemantau juga diserahkan kepada orang lain, sehingga tidak ada kewenangan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan job content dan job context.

  2. Point B (Task Setting), yaitu karyawan diberikan tanggung jawab penuh terhadap keputusan mengenai job content dan sedikit tanggung jawab terhadap job context. Karyawan diberdayakan dalam membuat keputusan mengenai cara terbaik untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Manajemen menetapkan misi dan tujuan, sedangkan karyawan diberdayakan untuk mengupayakan cara terbaik untuk mewujudkannya. Karyawan diharapkan dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya secara terus-menerus untuk memperbaiki tugas pekerjaannya.

  3. Point C (Participatory Empowerment), karyawan dilibatkan dalam sebagian pengambilan keputusan atas job content maupun job context. Biasanya dilibatkan dalam identifikasi masalah, pengembangan alternatif dan rekomendasi alternatif terbaik dalam job content. Mereka juga dilibatkan untuk aktivitas yang sama didalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan job context.

  4. Point D (Mission Defining), karyawan diberdayakan untuk memutuskan job context saja, dan tidak perlu untuk job content. Contoh untuk model pemberdayaan ini adalah ketika tugas dikerjakan oleh pihak lain.

  5. Point E (Self-Management), yaitu memberikan wewenang penuh kepada para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai job content dan job context. Dalam model ini dibituhkan kepercayaan atas kemampuan karyawan untuk menggunakan pemberdayaan guna meningkatkan efektifitas organisasi. Diperlukan pula keterlibatan tinggi dari para karyawan dalam pengembangan misi dan tujuan organisasi, kepercayaan atas kesiapan, keinginan dan kemampuan untuk membuat keputusan.

VII. IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN SEBAGAI MOTIVASI

Sebelum melakukan pemberdayaan pada karyawan, ada beberapa kondisi dasar yang harus diciptakan oleh organisasi. yang dapat mendukung dilakukannya pemberdayaan karyawan dalam organisasi, yaitu (Luthan, 1995: 38):

1. Partisipasi/participation

Dalam pemberdayaan mensyaratkan bahwa karyawan mempunyai kemauan untuk memperbaiki hubungan dan proses kerja sehari-hari. Suatu pelatihan didalam pemberdayaan akan sangat berguna bagi karyawan. Bahwa mereka akan berpartisipasi lebih aktif dan berpandangan lebih luas. Organisasi juga perlu untuk mengurangi proses birokrasi yang menghambat karyawan dalam peningkatan inisiatifnya.

2. Inovasi/innovation

Pemberdayaan memberi semangat dan keleluasaan karyawan terhadap inovasi. Hal ini dikarenakan karyawan yang diberi wewenang akan menggunakan pemikiran-pemikiran baru didalam pengambilan keputusan, dan hasilnya adalah suatu cara baru dalam melakukan suatu aktivitas. Pemberian semangat untuk berinovasi kapada karyawan, mendorong mereka untuk selalu membawa ide dan pemikiran baru untuk perbaikan dalam organisasi.

3. Perhatian terhadap Informasi/information concern

Ketika karyawan mempunyai perhatian terhadap suatu informasi, mereka mempunyai keinginan mempelajari dan menggunakannya didalam usaha meningkatkan pemberdayaan. Pada akhirnya tim kerja akan lebih efektif dalam pengelolaan dan pengawasannya. Organisasi perlu untuk memberikan kemudahan mengakses informasi bagi semua pihak yang terlibat dalam organisasi. Perhatian terhadap informasi merupakan dasar keinginan untuk tahu sesuatu.

4. Pertanggungjawaban/accountability

Diharapakan dengan pemberdayaan, karyawan lebih berperan dalam organisasi, dan juga lebih bertanggung jawab terhadap hasil keputusannya. Pertanggungjawaban bukan berniat untuk menghukum, atau secara cepat menilai hanya dari hasil jangka pendek, tetapi untuk melihat hasil pemberdayaan karyawan yang telah memberikan usaha terbaik, pekerjaan yang sesuai dengan tujuan, dan menunjukan rasa tanggungjawab kapada yang lainnya.

Implementasi pemberdayaan dapat dimulai dengan memfokuskan pada job content, yang secara perlahan bergerak menuju pada berbagai variasi pembuatan keputusan, dari tahap identifikasi masalah hingga tindak lanjut. Apabila antara pekerja dan manajemen sudah terbiasa dalam pemberdayaan job content, bisa ditingkatkan pada pemberdayaan dalam job context dengan disertai pemberian kewenangan dalam pembuatan keputusan, dari tahap identifikasi masalah hingga tindak lanjut. Dalam model motivasi (gambar 1), membentuk pengalaman masa lalu, penciptaan lingkungan yang mendukung, dan pembentukan persepsi dapat diwujudkan dengan melakukan pemberdayaan pada karyawan.

Memberikan Pengalaman Masa Lalu

Pengalaman masa lalu dapat dicapai dengan memberikan otonomi, kewenangan, dan kepercayaan dalam membuat keputusan ataupun menjalankan aktivitas organisasi dari identifikasi, implementasi hingga tindak lanjut. Dengan keterlibatan pada aktivitas baik secara mandiri ataupun secara tim akan memberikan pengalaman kepada karyawan yang pada akhirnya diharapkan bisa membentuk perilaku. Sehingga pengalaman diperoleh juga dari aktivitas orang lain atau rekan kerja. Hal ini tentunya akan dapat dicapai apabila organisasi membentuk lingkungan yang mendukung, diantaranya karyawan mempunyai kualitas yang memadai, keinginan tinggi, adanya penghagaan, pengukuran dan umpan balik yang jelas.

Penciptaan Lingkungan Yang Mendukung

Kegagalan pemberdayaan dapat dikarenakan kesalahan proses yang diambil bagian sumberdaya manusia (personalia) organisasi, yaitu tidak terciptanya lingkungan yang mendukung proses pemberdayaan, khususnya lingkungan internal itu sendiri. Membentuk lingkungan yang baik dibutuhkan untuk proses pemberdayaan. Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk membentuk lingkungan yang baik, diantaranya (Caudron, 1995: 29):

  1. Membentuk tim kerja dan penyebaran informasi.

Tim kerja dibentuk agar karyawan tidak hanya mengetahui bagaimana menyelesaikan tugas dalam tim, tetapi diharapkan dia juga mempunyai kemampuan dan berpengaruh terhadap pencapaian hasil, serta mendapatkan pelajaran dari karyawan lain. Penyebaran informasi dimaksudkan agar karyawan mengetahui apa tujuan organisasi, apa yang harus dia kerjakan, persyaratan apa untuk mengerjakan pekerjaan tersebut, dan mengetahui prestasi dari apa yang dia kerjakan atau sebagai umpan balik.

  1. Mempersiapkan sumberdaya dan mentrainingnya.

Agar karyawan mengerti apa yang harus dikerjakan untuk perbaikan organisasi, maka dibutuhkan ketrampilan dan sumberdaya yang memadahi untuk proses perbaikan. Ketrampilan dan kemampuan sangat dibutuhkan dalam menumbuhkan daya inisiatip. Mentraining merupakan salah satu pilihan bagi organisasi untuk mempersiapkan sumberdaya.

  1. Meyediakan pengukuran dan umpan balik.

Idealnya, karyawan bisa menetapkan tujuan dan melakukan pengukuran sendiri. Pengukuran dan umpan balik digunakan untuk mengetahui perbaikan yang telah dicapai. Hasil yang telah tercapi tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan aktivitas selanjutnya. Umpan balik ini sebaiknya rasional dan mudah dipahami bagi karyawan.

  1. Memberikan penguatan positip.

Penguatan positip dengan segera setelah pekerjaan diselesaikan akan sangat memotivasi karyawan. Karyawan berkeinginan untuk mengenali hasil pekerjaannya, dan berkeinginan untuk menunjukkan pada orang lain tentang prestasi yang dia raih. Hal demikian merupakan dasar untuk proses perbaikan.

Pembentukan Persepsi

Pembentukan persepsi dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan kapada karyawan atas berbagai prestasi dari aktivitas yang dilakukan baik secara individu maupun keterlibatannya dalam kelompok. Pemberian penghargaan (reward) yang adil dan layak atas prestasi yang dicapai akan membentuk persepsi yang positip yang akan mendorong seseorang berperilaku tertentu, atau dengan kata lain seseorang akan termotivasi.

VIII. SIMPULAN

Kesuksesan organisasi dalam perubahan lingkungan yang dinamis dan kompetitif, adalah organisasi yang mempunyai daya saing. Daya saing dapat diciptakan dan dipertahankan melalui peningkatan kemampuan organisasi dalam mengelola program-program Sumberdaya Manusia.

Karyawan sebagai sumberdaya organisasi mempunyai kemampuan menghasilkan daya saing dengan jalan inovasi, kemauan, dan kemampuan pembelajaran. Perilaku karyawan tersebut dapat diciptakan dengan jalan memotivasi. Memotivasi berarti memberikan kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Pemberdayaan (empowerment), diyakini dapat digunakan sebagai kekuatan-kekuatan tersebut. Kondisi yang dipakai organisasi dalam melakukan pemberdayaan karyawan yaitu pemberian otonomi, wewenang, kepercayaan dan dorongan untuk melakukan pengambilan keputusan.

Sering pemberdayaan menghadapi hambatan baik dari karyawan ataupun dari manajemen. Ada beberapa kondisi dasar yang harus ada dalam organisasi untuk mengurangi ataupun menghilangkan hambatan, yang akan menentukan keberhasilan pemberdayaan. Kondisi tersebut adalah partisipasi, inovasi, akses informasi dan adanya pertanggungjawaban. Disamping itu perlu pembentukan pengalaman masa lalu, pembentukan lingkungan yang mendukung serta persepsi (positip) untuk melakukan proses pemberdayaan. Pemberdayaan perlu juga mempertimbangkan dua dimensi antara tugas dan prosedur untuk melaksanakan pekerjaan (job content), dengan kesesuaian antara pekerjaan dengan misi, tujuan, dan sasaran organisasi secara keseluruhan (job context).

DAFTAR PUSTAKA

Caudron, Shari, (1995), "Create an Empowerment Environment", Personnel Journal, September, P. 28-37.

Ford, Robert C., and Fottler, Myron D., (1995), "Empowerment: A matter of Degree", Academy of Management Executive, Vol 9 No. 3 August., P. 21-31.

Handoko, Hani dan Fandy (1996), "Kepemimpinan Transformasional dan Pemberdayaan", Jurnal Ekonomi dan Bisnis, FE UGM, September.

H. John Bernardin and Joyce E. A. Russell, (1993), Human Resource Management: An Experiantial Approach, McGraw-Hill Book Co, Singapore.

Luthans, Fred, (1995), Organizational Behavior, Seventh edition, McGraw-Hill Book Co., Singapore.

Nadler, Paul S., (1995), "Empowerment: The Human Resources Goal for A new Century", The Secured Lender, Vol. 55, November.

Robbin, Stepen P., (2001), Organizational Behavior, Ninth Edition, Prentice Hall Inc. New Jersey.

Rokhman, Wahibur Jr., (2001), "Pemberdayaan dan Komitmen: Upaya Mencapai Organisasi dalam Menghadapi Persaingan Global", Manajemen dan Usahawan, No. 6, Juni, Hal. 26-31

Straub, Joseph and Attner, Raymond, (1994), Introduction To Business, Wardworth Publishing Company, Belmont, California.

Stoner, et all, (1995), Management, Sixth edition, Prentice Hall Inc., New Jersey.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi