EDISI September 02001

PELATIHAN: UPAYA MEMPERSIAPKAN SUMBERDAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI

Oleh : Siti Khoiriyah

Mahasiswi Prog.S2 Fak.Ekonomi UGM Yogyakarta

ABSTRAK

Era globalisasi telah membuka peluang sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia. Dalam era ini, perusahaan tidak hanya menghadapi persaingan yang berasal dari perusahaan lokal, melainkan bersaing dengan perusahaan yang berasal dari dunia internasional. Berbagai tantangan dihadapi oleh setiap perusahaan sebagai pelaku bisnis. Dalam artikel ini dikemukakan empat tantangan bersaing; yaitu tantangan global, tantangan kualitas, tantangan sosial, dan tantangan sistem kerja yang berkinerja tinggi. Perusahaan berupaya untuk selalu memenuhi kebutuhan pelanggannya melalui penyediaan karyawan yang dilengkapi dengan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan tuntutan pelanggan. Pelatihan merupakan suatu aktifitas yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam rangka menciptakan "nilai" yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing dan upaya untuk menghadapi tantangan serta persaingan yang ada.

1. Pendahuluan

Era globalisasi yang ditandai dengan pasar bebas ASEAN pada 2003, Asia Pasifik (APEC) tahun 2010, dan pasar bebas global tahun 2020 akan membuka peluang sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia. Percaturan antarbangsa dalam segala aspek kehidupan akan membuka peluang kerja dan menuntut tersedianya sumberdaya manusia yang mampu menjawab tantangan zaman dan mampu bersaing . Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan-perusahaan Indonesia harus mempersiapkan diri dan mengembangkan potensi yang dimiliki, baik di sektor ekonomi, sumberdaya manusia, maupun sektor-sektor lainnya. Ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil dan profesional sangat dibutuhkan.

Abad 21 ini sering disebut sebagai abad millenium atau sebagian orang menyebut dengan era globalisasi. Pada era ini perkembangan informasi dan teknologi sangat pesat. Perusahaan dan individu dituntut untuk selalu menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan yang ada agar tetap eksis dan unggul. Globalisasi yang berasal dari kata globe berarti bulat, bundar seperti bola, atau apabila diartikan secara bebas berarti dunia akan tanpa batas antara satu negara dengan negara lain. Dunia akan jadi borderless world kata Kehnichi Ohmae. Pasar akan terbuka bebas karena akan terjadi liberalisasi perdagangan dan investasi. Sebagai konsekuensinya hubungan dan persaingan antar negara akan terbuka bebas. Perusahaan yang ada tidak hanya bersaing dengan perusahaan lokal, melainkan juga bersaing dengan perusahaan yang datang dari dunia internasional.

Disisi lain, kita sama-sama menyimak bahwa memasuki millenium baru ini telah terjadi perubahan-perubahan yang cukup signifikan yang membuka peluang sekaligus ancaman bagi para pebisnis di dunia. Perubahan-perubahan tersebut menjadi faktor pendorong bagi perusahaan untuk melakukan berbagai perubahan dan penyesuaian internal untuk mengantisipasi berbagai perubahan kondisi eksternal. Perubahan maupun penyesuaian internal tersebut dimaksudkan untuk bersikap proaktif dalam mengantisipasi kondisi turbulen di masa kini dan masa yang akan datang. Para pebisnis mengembangkan strategi dan kebijakan yang diyakini "lebih baik" daripada pesaing dalam rangka memperoleh keunggulan bersaing. Tulisan ini mencoba membahas tentang peranan pelatihan (training) bagi karyawan sebagai upaya mempersiapkan SDM yang berkualitas dalam rangka menghadapai tantangan globalisasi ini.

2. Persaingan di Era Globalisasi

Gelombang globalisasi telah menerpa kita. Persaingan bisnis makin seru seiring makin cepatnya aliran investasi dan kemudahan bertransaksi menembus batas-batas waktu dan negara. Dalam dua tahun kedepan, Indonesia sudah harus menghadapi kancah pertarungan yang makin "ganas", dengan pemberlakuan pasar bebas kawasan ASEAN (AFTA). Pendek kata, persaingan tak hanya antar perusahaan, tapi juga antar negara. Terlepas dari itu semua, salah satu faktor penentu agar bisa bersaing dalam perekonomian global adalah peningkatan efisiensi dan peningkatan kemampuan berkompetisi.

Tak pelak lagi, kemampuan bersaing bangsa ini menjadi bahan pertanyaan buat sebagaian besar masyarakat termasuk kita para akademisi. Michael E Porter menekankan bahwa upaya mempertahankan keunggulan bersaing (competitive advantage) dengan mengandalkan faktor murahnya tenaga kerja atau, skala ekonomi sekalipun, adalah sudah usang. Saat ini dan di masa yang akan datang, untuk unggul di kancah globalisasi, hanya dapat ditempuh melalui proses inovasi dan pengembangan yang tiada henti. Kesuksesan suatu perusahaan yang mencerminkan unggul dalam persaingan global ini, sangat dipengaruhi oleh pengelolaan aset yang dimiliki. Sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan diyakini sebagai salah satu aset utama yang dapat digunakan sebagai modal dalam pencapaian keunggulan bersaing tersebut (Barney & Wright, 1998; Dessler, 2000).

Porter menegaskan pentingnya sumberdaya manusia dalam jumlah (kuantitas) yang cukup dan penguasaan pengetahuan dan teknologi yang berkualitas, merupakan salah satu faktor pendorong untuk jadi yang terunggul. Masalah sumberdaya manusia ini adalah persoalan seluruh bangsa dan negara Indonesia. Semua perusahaan yang bergerak di dunia bisnis, mempunyai tingkat kebutuhan yang sama di bidang sumberdaya manusia. Mereka tentu tak mau digeser begitu saja oleh pesaing-pesaing mereka dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara maupun perusahaan pesaing domestik lainnya.

Kembali pada pernyataan Porter soal mempertahankan keunggulan di era globalisasi, harus disadari bahwa kita tidak bisa hanya mengandalkan fungsi pendidikan semata. Semangat dan kemampuan untuk terus-menerus berinovasi dan mengembangkan diri, harus dimotori dan ditunjang oleh sarana dan fasilitas serta teknik-teknik tertentu dalam rangka mencapai keunggulan bersaing tersebut. Telah disinggung penulis didepan, bahwa sumberdaya manusia merupakan faktor penentu dalam pencapaian keunggulan bersaing di era persaingan bebas ini. Setiap perusahaan menginginkan tenaga penjualan yang produktif dan termotivasi untuk belajar, memiliki ketrampilan yang up to date, dan mampu mempelajari ketrampilan baru secara cepat sesuai dengan perubahan tuntutan konsumen. Agar hal itu terpenuhi, suatu perusahaan dituntut untuk memiliki keunggulan dalam hal pengelolaan sumber daya manusia. Dengan demikian, sumber daya manusia yang dimiliki akan berkualitas, sehingga pada akhirnya mampu memberikan kontribusi bagi pencapaian keunggulan bersaing perusahaan. Noe (2000) mengemukakan bahwa pencapaian SDM yang berkualitas tersebut dapat dilalui dengan pemberian pelatihan dan pengembangan karyawan -training and development yang sesuai dengan kebutuhan. Apabila kita menilik kembali pada pernyataan Porter diatas, bahwa penguasaan pengetahuan dan teknologi yang berkualitas merupakan salah satu faktor pendorong untuk jadi yang terunggul, maka hal ini dapat dipenuhi dengan pemberian pelatihan pada karyawan.

3. Sumberdaya Manusia Sebagai Modal Pencapaian Keunggulan Bersaing

Berbagai pembicaraan menyangkut manajemen sumberdaya manusia seringkali dibahas dalam berbagai diskusi, seminar, atau mungkin diskusi internal dalam beberapa perusahaan. Kenyataan ini tentunya mudah dipahami, terutama bila kita menyadari kembali betapa sengitnya persaingan yang terjadi diantara pelaku bisnis. Selain itu, ketika berbagai kebijakan ekonomi makro digulirkan, misalnya yang menyangkut liberalisasi ekonomi, AFTA 2003, APEC, pasar bebas global, dan lain-lain, persaingan itu kian dahsyat. Persaingan yang terjadi kemudian bukan lagi terbatas pada persaingan antara sesama pebisnis nasional, tetapi juga melibatkan pemain bisnis dari dunia internasional. Dengan demikian, para pemain dalam kancah persaingan tersebut semakin bertambah besar jumlahnya. Bagaimana memenangkan persaingan, bagaimana menggeser atau mematikan pesaing, kerapkali menjadi kredo yang dianut pelaku bisnis.

Perusahaan kini semakin menyadari bahwa aset yang paling bernilai dan memiliki kemampuadaptasian yang fleksibel adalah sumberdaya manusia -SDM. Tingkat akselerasi turbulensi tidak hanya dihasilkan dari persaingan ekonomi yang semakin mengglobal dan kemajuan dramatis di bidang teknologi, tetapi juga diakibatkan oleh semakin meningkatnya perubahan-perubahan fundamental di dalam tata sosial itu sendiri.

Beberapa waktu yang lalu, penguasaan faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, alam, dan modal (comparative advantage) diakui menjadi tameng sekaligus senjata bagi perusahaan untuk memenangkan persaingan. Namun saat ini comparative advantage bukan lagi merupakan basis yang cukup kuat bagi perusahaan. Globalisasi telah mengubah segala sesuatu yang membatasi menjadi lepas tak terbendung. Setiap perusahaan akan mudah memperoleh sumberdaya yang diinginkan kapan dan dimanapun sumberdaya tersebut tersedia. Pada perkembangan selanjutnya perusahaan yang akan bersaing pada kompetisi global harus memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage) dibanding pesaingnya. Kepemilikan SDM yang berkualitas merupakan salah satu modal keunggulan bersaing bagi suatu perusahaan.

4. Praktek Manajemen Sumberdaya Manusia dan Keunggulan Bersaing

Para peneliti manajemen sumberdaya manusia -MSDM juga memberikan gambaran bahwa ada keterkaitan antara praktek manajemen sumberdaya manusia dengan keunggulan bersaing. Kemudian timbul argumentasi bahwa praktek MSDM dapat memberi kontribusi bagi keunggulan bersaing sepanjang hal ini memperkuat perilaku peran yang bisa memberikan hasil meminimumkan biaya, mendorong diferensiasi atau kedua-duanya (Schuler & Jackson, 1987). Mereka mengadopsi strategi bersaing Porter, bahwa untuk mencapai keunggulan bersaing, ada tiga macam alternatif strategi yang bisa digunakan perusahaan yaitu, strategi inovasi, strategi kualitas, dan strategi pengurangan biaya (Porter, 1994). Implementasi masing-masing strategi memerlukan perilaku peran tertentu dari para pekerja. Berikut akan diuraikan mengenai implementasi ketiga strategi yang dimaksud sebagaimana yang diuraikan Schuler & Jackson (1987) dalam Linking Competitive Strategies with Human Resource Management Practices.

a. Strategi Inovasi dan Perilaku Peran yang Diperlukan

Strategi inovasi adalah strategi pengembangan produk yang unik, berbeda dengan produk yang dihasilkan oleh pesaing, penemuan solusi terbaru untuk pemecahan suatu persoalan, atau usulan untuk suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Jika perusahaan menggunakan strategi inovasi, perilaku peran yang diperlukan adalah:

  • Tingkat kreatifitas karyawan yang tinggi.
  • Fokus jangka panjang.
  • Tingkat kerja sama atau saling ketergantungan yang tinggi.
  • Perhatian yang cukup terhadap kualitas
  • Perhatian yang cukup terhadap kuantitas.
  • Perhatian yang seimbang antara hasil dan proses
  • Berani menerima resiko
  • Adanya toleransi yang tinggi terhadap ketidakpastian.

Implikasi bagi perusahaan yang menggunakan strategi ini adalah mensyaratkan ketrampilan yang cukup bagi setiap individu yang ada, memberikan sedikit pengawasan terhadap pekerja, menginvestasikan yang lebih banyak pada bidang sumberdaya manusia, dan penilaian kinerja jangka panjang.

b. Strategi Kualitas dan Perilaku yang Diperlukan

Strategi kualitas adalah strategi menciptakan produk yang lebih berkualitas dibandingkan produk pesaing melalui proses produksi yang lebih melibatkan karyawan maupun menyesuaikan dengan keinginan konsumen. Untuk perusahaan yang menggunakan srategi kualitas, perilaku peran pekerja yang diperlukan adalah sebagai berikut:

  • Perilaku berulang dan dapat diprediksikan
  • Fokus jangka menengah
  • Tingkat kerja sama yang cukup
  • Perhatian yang tinggi terhadap kualitas
  • Perhatian yang sedang terhadap kuantitas output
  • Fokus yang tinggi terhadap proses (bagaimana produk tersebut dibuat atau dikirim kepada konsumen)
  • Kurang berani menanggung resiko
  • Memiliki komitmen terhadap tujuan organisasi.

Implikasi yang muncul jika perusahaan menggunakan strategi `kualitas adalah diperlukannya komitmen yang tinggi dari para karyawan yang ada, diperlukannya jumlah pekerja yang lebih besar, namun untuk menghasilkan tingkat output yang sama perusahaan akan membutuhkan jumlah pekerja yang lebih sedikit.

c. Strategi Pengurangan Biaya dan Perilaku Peran yang Diperlukan

Yang dimaksud strategi pengurangan biaya adalah strategi yang menekankan pada upaya menekan biaya serendah mungkin sehingga harga produk yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan pesaing. Perilaku peran yang diperlukan apabila suatu perusahaan menggunakan strategi pengurangan biaya adalah:

  • Perilaku yang berulang dan dapat diprakirakan
  • Fokus jangka pendek
  • Mengutamakan individualistis dan otomatisasi
  • Perhatian yang cukup terhadap kualitas, perhatian yang lebih tinggi terhadap kuantitas.
  • Kurang berani menanggung resiko
  • Lebih menyukai kegiatan stabil.

Sebagai konsekuensi dari penggunaan strategi ini adalah pengurangan pekerja parttime, sub kontrak, penyederhanaan pekerjaan dan prosedur pengukuran, otomatisasi, perubahan aturan kerja, dan penugasan yang fleksibel.

5. Paradigma Baru Pengembangan Sumberdaya Manusia.

Pengembangan sumberdaya manusia di perusahaan tidak dapat dipisahkan dari peran divisi sumberdaya manusia. Paradigma lama menganggap divisi personalia sebagai divisi yang hanya pelengkap saja. Tugas utama divisi ini tidak lain yaitu mengurus administrasi kepegawaian saja. Tidak mengherankan jika orientasi divisi personalia hanya menjalankan fungsi pengawasan saja. Akibatnya struktur organisasi yang cocok adalah sentralisasi dimana keterlibatan dari manajer lini sangat terbatas. Lagipula, menurut pandangan paradigma lama divisi personalia sering pula hanya memakai perencanaan yang "top to bottom" saja. Tidak ada komunikasi dua arah, keterlibatan karyawan dalam proses perencanaan sangat terbatas, dan pengembangan sumberdaya manusia sangat minimal –pelatihan yang diberikan diberikan hanya berkaitan dengan pekerjaan yang sedang diselesaikan, bersifat fungsional dan teknikal. (Blackburn & Rosen, 1993). Karena keterbatasan dan kendala tersebut, terjadi revolusi pemikiran yang baru. Transformasi paradigma istilah baru dari personalia yaitu human resources development (HRD).

Dalam pandangan paradigma baru, penekanan lebih pada komunikasi dua arah, perencanaan dari "bottom to top", adanya keterlibatan yang lebih besar dalam porses perencanaan, karyawan lebih mempunyai rasa memiliki (ownership) di perusahaan sehingga kepuasan kerja akan meningkat. Divisi HRD memiliki peran strategis dalam menentukan masa depan perusahaan/organisasi melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Implikasi atau orientasi dari divisi HRD bukan lagi fungsi pengawasan melainkan pengembangan, kreatifitas, fleksibilitas, dan manajemen proaktif. Oleh karena itu, pebisnis dengan paradigma baru HRD tidak pelit dalam berinvestasi untuk pelatihan sumberdaya manusia. Divisi HRD merupakan "mitra" manajemen lini dalam mengembangkan kualitas SDM. Sehingga dengan SDM yang berkualitas tersebut diharapkan mampu menghadapi berbagai tantangan bersaing di era globalisasi ini, dan sekaligus sebagai modal dalam pencapaian keunggulan bersaing perusahaan.

6. Tantangan Bersaing

Noe (2000) menyebutkan empat tantangan yang dihadapi setiap perusahaan seiring datangnya era globalisasi ini. Tantangan tersebut bukan untuk dihindari, melainkan harus dihadapi. Persoalan yang menjadi titik perhatian kita adalah upaya dan strategi untuk menghadapinya. Empat tantangan yang dimaksudkan adalah: tantangan yang berkenaan dengan kualitas, tantangan global, tantangan sosial, dan tantangan sistem kerja berkinerja tinggi.

Tantangan kualitas (quality challenge) adalah tantangan perusahaan yang berkaitan dengan upaya memenuhi kebutuhan konsumen akan produk maupun pelayanan yang berkualitas. Sementara tantangan global (global challenge) merupakan tantangan yang dihadapi perusahaan dalam rangka perluasan pasar menuju pasar global maupun upaya menyiapkan sumberdaya manusia untuk bekerja ke luar negeri. Tantangan ketiga yaitu tantangan sosial (social challenge) meliputi tantangan perusahaan tentang bagaimana memanage karyawan yang beragam, terjadinya perubahan komposisi tenaga kerja, dan tantangan untuk meningkatkan ketrampilan atau kemampuan karyawan untuk membaca, menulis, maupun kemampuan dibidang matematika. Tantangan sistem kerja berkinerja tinggi (high-performance work system challenge) meliputi tantangan yang dihadapi perusahaan dalam rangka menyatukan teknologi baru dengan desain kerja. Dengan adanya tantangan bersaing tersebut, SDM yang ada diupayakan untuk mampu menghadapi keempat tantangan tersebut. Sesuai topik artikel ini, pelatihan merupakan salah satu upaya dalam mempersiapkan dan membekali SDM dalam menghadapi tantangan bersaing tersebut.

7. Pelatihan Sebagai Upaya Menghadapi Tantangan Bersaing

Pandangan tradisional, menganggap bahwa pelatihan bukanlah suatu aktifitas atau aktifitas yang mampu mempengaruhi perusahaan dalam menciptakan "nilai" dan dalam upayanya menghadapi tantangan bersaing. Saat ini, pandangan tersebut telah mengalami perubahan. Pelatihan yang diadakan diarahkan untuk membantu perusahaan dalam menghadapi tantangan bersaing. Perusahaan mengupayakan pengintegrasian atau penyatuan penyelenggaraan pelatihan dengan strategi bisnis. Pelatihan lebih dikaitkan dengan tujuan perusahaan baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, perusahaan lebih meningkatkan peran manajer lini sebagai trainer. (Black & Mendenhall, 1990)

Kesuksesan perusahaan yang memperluas pangsa pasarnya ke luar negeri sangat ditentukan oleh kemampuan dan ketrampilan SDM perusahaan untuk bekerja pada budaya baru dari negara yang dituju. Untuk itu, SDM yang ada diberi pelatihan mengenai pengetahuan tentang norma dan budaya negara lain, bahasa, maupun bidang teknologinya. Dalam upayanya untuk menghadapi tantangan global ini, Rainbird (1994) mempopulerkan adanya cross cultural training. Pelatihan jenis ini, membekali para karyawan untuk nantinya bekerja di pasar baru yang ada di luar negeri.

Sudah selayaknya apabila konsumen yang ada sangat menginginkan pelayanan dan produk yang berkualitas tinggi. Sebagai konsekuensinya, SDM diharuskan memiliki pemahaman yang baik mengenai bagaimana memonitor dan meningkatkan kualitas produk dan pelayanan yang diberikan. Untuk mengantisipasi hal ini –quality challenge-, SDM diberi pelatihan misalnya mengenai ISO 9000 yaitu pelatihan mengenai standart mutu suatu produk atau jasa. Globalisasi juga membawa pengaruh adanya perkembangan teknologi yang sangat cepat. Perkembangan teknologi tersebut sangat mempengaruhi proses produksi suatu perusahaan. Hal ini menuntut perusahaan untuk selalu mengikuti perkembangan yang ada apabila tidak ingin ketinggalan dan kalah dalam persaingan bisnis. Sebagai konsekuensinya, perusahaan dituntut untuk memiliki kinerja dan produktifitas yang tinggi –high-performance work system challenge-. Untuk itu, para karyawan selalu diperkenalkan dan dilatih mengenai teknologi terkini sehingga mampu membantu dalam menyelesaikan tugasnya di perusahaan.

Era millenium baru ini juga berpengaruh terhadap perubahan tenaga kerja khususnya dalam hal perubahan demografi dan komposisi tenaga kerja, serta kontrak kerja. Berbagai perubahan tersebut, oleh Noe (2000) disebut dengan –social challenge. Dengan adanya pasar bebas, salah satu dampaknya adalah tenaga kerja yang berasal dari negara lain yang memiliki keahlian yang sesuai dengan spesifikasi perusahaan, akan siap bersaing dengan tenaga kerja lokal. Mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mengisi jabatan yang ada di perusahaan. Untuk itu, SDM yang dimiliki perusahaan harus diberi pelatihan yang berkenaan dengan ketrampilan dasar seperti ketrampilan membaca dan menulis, berbahasa, dan ketrampilan dalam bidang teknologi maju, serta ketrampilan berkomunikasi yang efektif agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing.

Pelatihan memang tidak murah. Perusahaan harus ‘merogoh’ kantung untuk membiayai pelatihan sumberdaya manusia di perusahaan. Namun, berbeda dengan barang. Tidak selamanya pelatihan yang mahal akan lebih baik dari yang murah. Biaya pelatihan tidak dapat menjadi patokan dari pelatihan yang menghasilkan peningkatan kinerja. Supaya pelatihan tersebut efektif dan dapat menghasilkan dampak positif bagi perusahaan, terdapat empat pihak yang berpengaruh, yaitu:

Pertama, trainer atau yang memberikan pelatihan. Mereka harus mampu menganalisis kebutuhan pelatihan, menguasai materi, menyajikan secara komunikatif, dan menciptakan iklim pelatihan yang kondusif.

Kedua, trainee atau peserta pelatihan. Pihak yang diberikan pelatihan tidak dapat bersikap pasif, sebaliknya harus memiliki motivasi belajar yang tinggi. Trainee juga harus mempersiapkan materi yang akan dibahas dan memberi perhatian yang cukup pada waktu mengikuti pelatihan.

Ketiga ,atasan langsung. Pihak atasan ini harus menentukan target yang ingin dicapai, memberikan kesempatan para trainee untuk menerapkan apa yang diperoleh pada waktu mengikuti pelatihan di tempat kerja, melakukan penilaian prestasi kerja (performance appraisaal) serta memberikan coaching dan konseling.

Keempat, perusahaan. Perusahaan penyelenggara pelatihan harus memiliki misi, visi, dan tujuan yang jelas, budaya perusahaan yang menunjang proses belajar, dan rekan-rekan karyawan yang mendukung pembaharuan.

8. Strategic Training

Telah disinggung penulis didepan, bahwa pelatihan telah mengalami pergeseran dan perubahan peran. Sebelumnya, yang menjadi fokus dalam pelatihan adalah mengajarkan kepada karyawan tentang perilaku yang diperlukan dan ketrampilan-ketrampilan khusus yang berkenaan dengan pekerjaan yang sedang dijalankan. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan dapat dikendalikan dan diperkirakan sebelumnya –controllable and predictable. Sehingga jenis dan tipe perilaku dan ketrampilan yang diperlukan dapat diperkirakan sebelumnya.

Namun kini fokus pelatihan telah diperluas yaitu untuk menciptakan dan menyebarkan pengetahuan –creating and sharing knowledge. Hal ini terkait erat dengan tingkat persaingan dan perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan. Sekali lagi, globalisasi telah membawa perubahan-perubahan yang signifikan. Tingkat persaingan menjadi tinggi. Keadaan yang akan datang tidak dapat diprediksi. Tidak dapat dipungkiri, hal tersebut juga berpengaruh pada bisnis yang sedang dijalani suatu perusahaan dan pada akhirnya sedikit banyak menimbulkan masalah atau problem bagi perusahaan. Pelatihan yang diperlukan kini didasarkan pada kebutuhan dan diupayakan untuk membantu karyawan dalam menyelesaikan masalah bisnis yang dihadapi. Dalam perkembangan selanjutnya, pelatihan bagi karyawan diarahkan untuk menciptakan pengetahuan dan pengalaman baru serta untuk mengembangkan diantara para karyawan dan selanjutnya mengaplikasikannya di perusahaan tempat mereka bekerja. Secara sistematis perkembangan peran pelatihan akan ditampilkan dalam bagan berikut:

Bagan 1

Perkembangan Peran Pelatihan

Fokus pada pengajaran ketrampilan dan pengetahuan

Mengkaitkan pelatihan dengan kepentingan bisnis

Memanfaatkan pelatihan sebagai sarana untuk menciptakan dan mengembangkan serta berbagi pengetahuan

Sumber: Noe (2000), hal 33

9. Mengevaluasi Pelatihan yang Menghasilkan Peningkatan Kinerja

Agar tepat sasaran dan tidak sia-sia, pelatihan yang diselenggarakan harus selalu dimonitor dan dievaluasi secara berkelanjutan. Pebisnis sering mempersoalkan apakah biaya pelatihan yang mereka keluarkan akan ada pengembaliannya (hasilnya). Oleh karena terbiasa menganalisis bisnis dengan memakai metoda cost and benefits analysis, pebisnis menuntut pelatihan juga dievaluasi untuk memastikan bahwa biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia. Secara umum evaluasi keberhasilan pelatihan yang diselenggarakan perusahaan dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari peserta pelatihan, pelatihan dikatakan efektif dilihat dari ketrampilan baru yang diperoleh peserta pelatihan dan perubahan perilaku karyawan menuju ke arah kemajuan. Kedua, dari sisi perusahaan. Efektivitas pelatihan dapat dilihat melalui peningkatan volume penjualan dan semakin terpuaskannya para pelanggan.

Evaluasi pelatihan memang tidak bisa dikuantitatifkan. Namun manfaat pelatihan dapat dievaluasi dengan memakai metoda evaluasi formatif (formative evaluation) dan evaluasi sumatif (summative evaluation). Evaluasi formatif ( formative evaluation ) adalah evaluasi yang diarahkan untuk meningkatkan proses pelatihan. Menurut evaluasi ini, efektifitas pelatihan dapat dilihat dari data kualitatif yang berupa informasi yang diperoleh dari manajer dan atau para peserta pelatihan. Data tersebut diperoleh melalui wawancara atau kuesioner yang meliputi opini, kepercayaan, maupun perasaan para peserta mengenai program pelatihan yang diselenggarakan. Evaluasi yang kedua adalah evaluasi sumatif, yaitu evaluasi atas efektifitas pelatihan yang dilihat dari adanya perubahan sikap, perilaku, serta tambahan ketrampilan dan pengetahuan yang diperoleh para peserta pelatihan. Selain itu, efektivitas pelatihan ditinjau dari evaluasi sumatif, juga dapat dilihat melalui manfaat di bidang moneter atau sering disebut ROI (Return On Investment). Efektifitas pelaksanaan pelatihan sangat mempengaruhi terhadap kemampuan perusahaan untuk menghadapi tantangan globalisasi ini.

10. Kesimpulan

Pada persaingan global perusahaan yang ingin memenangkan persaingan bisnis harus memiliki keunggulan bersaing dibandingkan pesaingnya. Upaya pencapaian keunggulan bersaing bagi perusahaan harus dapat dukungan semua fungsi yang ada, termasuk manajemen sumberdaya manusia. Keunggulan bersaing yang dimaksud dapat berupa kemampuan SDM yang dimiliki suatu perusahaan dalam menghadapi tantangan globalisasi. Melalui program pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan lingkungan bisnis, diharapkan mampu menyiapkan SDM yang berkualitas yang memiliki ketrampilan khusus dan kemampuan beradaptasi yang tinggi serta memiliki semangat untuk selalu berkembang.

Berbagai tantangan yang dihadapi perusahaan berkenaan dengan datangnya era globalisasi adalah tantangan kualitas, tantangan global, tantangan sosial, dan tantangan sistem kerja yang berkinerja tinggi. Untuk mengantisipasi berbagai tantangan tersebut, perusahaan mengembangkan sistem pelatihan yang berbasis web dan multimedia, atau secara umum pelatihan yang berbasis teknologi. Adapun jenis pelatihan dalam rangka menyiapkan SDM yang mampu menghadapi tantangan bersaing tersebut antara lain pelatihan lintas budaya (cross-cultural training), pelatihan mengenai ISO 9000, pelatihan ketrampilan khusus, kecakapan berbahasa dan menulis, berkomunikasi, dan yang berkaitan dengan teknologi terkini. Akhirnya, pelatihan harus dievaluasi untuk mengetahui efektivitas pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Barney, J.B. & Wright, P.M (1998), On becoming a strategic partner: the role of human resources in gaining competitive advantage, Human Resources Management, 37 (1): 31-46

Black, J.S. & Mendenhall, M (1990), Cross-cultural training effectiveness: A review and a theoritical framework for future research, Academy of Management Review, 15 (1): 113-136.

Blackburn, R. & Rosen, B (1993), Total quality and human resources management: Lessons learned from Bardrige award-winning companies, Academy of Management Excecutive, 7 (3): 49-66.

Dessler, G (2000), Human Resources Management, 8th ed, Prentice-Hall, Inc: New Jersey.

Noe, R.A (2000), Employee Training & Development, McGraw-Hill Co: Singapore.

Porter, M.E (1994), Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul, Binarupa Aksara: Jakarta.

Rainbird, H (1994), The changing role of the training function: A test for the integration of human resource and business strategies, Human Resources Management Journal, 5 (1): 72-90.

Schuller, R.S & Jackson, S.E (1987), Linking competitive strategies with human resources management practices, Academy of Management Excecutive, 1 (3): 207-219.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KATALIS K3-xHxPW12O40 PADA KATALISIS SELEKTIF SINTESIS METILAMINA DARI METANOL DAN AMONIAK

GENERAL LEAST SQUARE

Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi